Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Hasil Vonis Hasto Kristiyanto, PDIP Harap Tak Seperti Tom Lembong, Mahfud MD: Saya Tak Boleh Meramal
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), PDIP harap bebas.
Penulis:
Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Politikus Indonesia itu, terjerat kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Hasto dengan pidana tujuh tahun penjara atas dua dakwaan, yakni suap PAW dan perintangan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hari ini, Hasto bakal menjalani sidang putusan pada Jumat siang, setelah solat Jumat.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sidang vonis Hasto digelar mulai pukul 13.00 WIB di ruang Prof. Dr. H. Muhammad Hatta Ali.
Jelang hasil vonis Hasto disampaikan, PDIP berkeyakinan Sekjennya akan divonis bebas.
PDIP juga berharap, nasib Hasto tak seperti eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,1 miliar, dalam kasus impor gula.
Hal senada juga disampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Mahfud MD berharap, Hasto Kristiyanto mendapat vonis adil terhadap kasusnya.
Baca juga: Divonis Besok, Begini Awal Mula Hasto Kristiyanto Terjerat Kasus Harun Masiku
- PDIP Harap Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong
DPP PDI Perjuangan meyakini Sekjen Hasto akan divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hal tersebut, disampaikan Ketua DPP PDIP, Said Abdullah, jelang sidang vonis pada Jumat (25/7/2025).
"Kalau urusan besok kami optimis bahwa Pak Hasto, Insya Allah, kalau membaca dari setiap babak persidangan akan bebas," katanya di kompleks parlemen, Senayan, Kamis (24/7/2025).
Said menilai, fakta-fakta dalam persidangan tak cukup kuat untuk membuktikan keterlibatan Hasto dalam dakwaan jaksa.
Ia pun mengimbau, agar masyarakat menunggu putusan hakim dengan tenang, sambil mengawal jalannya proses hukum secara kritis.
Pun dengan Ketua DPP PDIP lainnya, Komarudin Watubun, yang menyerukan agar majelis hakim menjatuhkan putusan adil dan tidak berpihak.
"Kita berharap kasus Hasto kan sudah terbuka semua di pengadilan dan publik sudah tahu bahwa itu kasus hukum yang direkayasa. Jangan bernasib seperti Tom Lembong itu," ucapnya.
Pernyataan tersebut, merujuk pada kasus mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, yang pada 18 Juli 2025 divonis bersalah.
Padahal Tom Lembong membantah semua dakwaan.
Namun, majelis hakim tetap menyatakan, ia terbukti memperkaya diri melalui intervensi kuota impor yang merugikan keuangan negara.
- Mahfud MD: Saya Tak Boleh Meramal
Penilaian yang sama juga disampaikan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Mahfud MD berharap, Hasto mendapat putusan yang adil dalam sidang vonisnya.
Meski demikian, Mahfud enggan berspekulasi soal hasil putusan.
“Saya tidak boleh meramal, tetapi saya berharap keadilan akan turun,” kata Mahfud saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/7/2025).
Lantas, Mahfud MD menyinggung vonis terhadap mantan Mendag Tom Lembong terkait perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016.
Mahfud MD menilai, vonis tersebut memiliki persoalan mendasar dari sisi pemahaman hukum para hakim.
“Tidak seperti Tom Lembong, yang di mana itu putusannya memang mempunyai masalah-masalah yang sangat prinsipil. Seperti apa? Ya seperti hakimnya tidak mengerti cara terhadap konsep antara norma dan asas, syarat dan unsur. Tidak paham. Nah ini bahaya menurut saya,” jelas mantan calon wakil presiden dalam Pilpres 2024 itu.
Lebih lanjut, Mahfud menegaskan, putusan yang tidak didasari pemahaman hukum yang benar dapat membahayakan sistem peradilan.
“Mudah-mudahan besok Mas Hasto juga mendapat keadilan. Seperti apa? Saya tidak tahu, karena itu hakim,” harap Mahfud.
Baca juga: Detik-Detik Jelang Vonis, Ini yang Dilakukan Hasto Kristiyanto di Dalam Sel
- Kuasa Hukum Hasto Yakin Bebas
Hal senada juga disampaikan Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menargetkan kliennya akan bebas dalam sidang vonis hari ini.
Sehingga, ia bisa kembali ke kandang banteng dan kembali ke aktivitas politiknya.
Istilah "Kandang Banteng", identik dengan markas PDI Perjuangan, digunakan untuk menandakan kembalinya Hasto sebagai Sekjen partai.
Kuasa hukum Hasto, Patra M Zen, pun optimistis akan membawa pulang kliennya.
“Insyaallah kalau memang Tuhan mengizinkan, hari Jumat tanggal 25 Juli 2025 kita bawa pulang Pak Sekjen. Kita bawa pulang Pak Hasto ke Kandang Banteng. Terima kasih,” katanya setelah persidangan duplik di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (18/7/2025).

Menurut Patra, optimisme tersebut, bukan tanpa dasar.
Ia mengeklaim, seluruh fakta yang terungkap di persidangan justru melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Patra juga menegaskan, dari 15 saksi yang dihadirkan JPU, tidak ada satu pun yang keterangannya memberatkan atau membuktikan keterlibatan Hasto dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait Harun Masiku.
Patra menambahkan, alat bukti lain, termasuk keterangan ahli bahasa yang diajukan jaksa, justru dinilai menguntungkan pihak Hasto.
Bahkan, ia menyoroti alat bukti petunjuk berupa rekaman sadapan yang dianggapnya ilegal dan tidak sah untuk digunakan sebagai pertimbangan hakim.
"Kita berdoa di hari Jumat ini, hari yang berkah, mudah-mudahan tiga majelis hakim ini berani mengambil keputusan berdasarkan fakta persidangan," harap Patra.
- Kata KPK
Sementara itu, KPK turut buka suara terkait sidang vonis Hasto Kristiyanto siang nanti.
KPK berharap, sidang vonis Hasto berjalan lancar dan kondusif
Lembaga antirasuah menegaskan, akan menghormati dan menerima apa pun putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Hasto.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan pihaknya telah berupaya maksimal dalam menangani perkara ini sesuai koridor hukum yang berlaku.
"Putusan yang besok (hari ini) disampaikan. Kami sudah berusaha melaksanakan upaya penyelidikan, penyidikan, kemudian penuntutan," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025).
KPK, lanjut Asep, telah menyerahkan sepenuhnya proses peradilan kepada majelis hakim, termasuk dengan menghadirkan sejumlah saksi dan menyerahkan berbagai alat bukti yang relevan selama persidangan.
Baca juga: Guntur Romli: Jika Hasto Kristiyanto Dipaksakan Divonis Bersalah Jadi Pengulangan Kasus Tom Lembong
Perjalanan Kasus Hasto
Hasto Kristiyanto pertama kali ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024 lalu.
Hasto lantas menjalani sidang perdana sebagai terdakwa pada 14 Maret 2025 lalu.
Kemudian, Hasto didakwa melakukan dua tindak pidana yaitu dugaan suap dan perintangan penyidikan.
Terkait dugaan suap, Hasto disebut bersama tersangka lainnya yaitu advokat Donny Tri Istiqomah; eks kader PDIP, Saeful Bahri; dan Harun Masiku; dalam kurun waktu Juni 2019-Januari 2020.
Dalam melakukan suap tersebut, Hasto menyediakan uang sebesar Rp600 juta untuk diberikan kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan.
"Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW (pergantian antarwaktu) Caleg Terpilih dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," kata jaksa KPK dalam sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada 14 Maret 2025.
Jaksa menyebut, Hasto turut dibantu anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) saat itu, Agustiani Tio Fridelina, yang memiliki kedekatan dengan Wahyu.
Atas permintaan Saeful Bahri tersebut, Agustiani Tio Fridelina menghubungi Wahyu Setiawan untuk pengurusan penggantian Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 dari Riezki Aprilia kepada Harun Masiku.
Selanjutnya, pemberian suap kepada Wahyu oleh Hasto tidak dilakukan sekali bayar tetapi secara bertahap tergantung tahapan permohonan PAW terhadap Harun Masiku.
"Bahwa Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57,350.00 atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI periode 2017-2022," jelas jaksa.
"Bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dengan maksud supaya Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina mengupayakan KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel-1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," imbuhnya.
Mengenai dakwaan perintangan penyidikan, jaksa mengatakan, Hasto memperoleh informasi, KPK bakal melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus Harun Masiku ini.
Awalnya, jaksa mengatakan, KPK melakukan OTT terhadap Wahyu Setiawan yang ketika itu menjabat sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Bandara Soekarno Hatta.
Penangkapan tersebut, karena Wahyu disebut menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR lewat PAW untuk periode 2019-2024.
Pada saat bersamaan, jaksa mengatakan, Hasto mengetahui Wahyu terjaring OTT KPK sekitar pukul 18.19 WIB.
Saat itulah Hasto memerintahkan Harun Masiku agar merendam ponselnya dan kabur.
"Kemudian terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK," kata jaksa.
Selanjutnya, Nurhasan bertemu Harun Masiku di Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta Pusat, sekira pukul 18.35 WIB.
KPK disebut tidak bisa melacak handphone Harun Masiku pada pukul 18.52 WIB.
Lantas, penyidik KPK memantau keberadaan Harun Masiku lewat ponsel milik Nurhasan dan terpantau berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
Kemudian, Jaksa menambahkan, petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku.
Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dalam perkembangannya, Hasto dituntut tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan penjara oleh jaksa dalam kasus Harun Masiku ini pada 3 Juli 2025 lalu.
Adapun hal yang memberatkan adalah Hasto dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"(Hal memberatkan lainnya) terdakwa tidak mengakui perbuatannya," kata jaksa.
Sementara, hal yang meringankan, adalah terdakwa bertindak sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum.
Atas tuntutan tersebut, jaksa menganggap berdasarkan fakta persidangan, Hasto telah memenuhi unsur Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Yohanes Liestyo Poerwoto, Fersianus Waku, Igman Ibrahim, Theresia Felisiani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.