Rabu, 6 Agustus 2025

Bendera One Piece

Peneliti IDP-LP Sebut Pengibaran Bendera One Piece Bukan Makar, Harap Pemerintah Respons Positif

Peneliti meyakini bahwa anak-anak bangsa hanya ingin menyampaikan gagasan dengan cara yang berbeda, seperti lewat pengibaran Bendera One Piece ini.

Penulis: Rifqah
Tangkap Layar Youtube Tribun TImur
BENDERA ONE PIECE - Tangkap Layar Youtube Tribun Timur yang memerlihatkan fenomena penggunaan Bendera One Piece untuk atribut HUT RI ke-80, diduga sebagai bentuk kritik sosial terhadap kondisi pemerintahan dan sosial-politik Indonesia saat ini. Peneliti meyakini bahwa anak-anak bangsa hanya ingin menyampaikan gagasan dengan cara yang berbeda, seperti lewat pengibaran Bendera One Piece ini. 

TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menganggap fenomena pengibaran bendera One Piece bukan termasuk upaya makar.

Makar adalah perbuatan atau usaha menjatuhkan pemerintahan yang sah.

Maraknya pemasangan bendera dan mural bertema anime One Piece menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI ini menjadi sorotan publik.

One Piece sendiri merupakan serial manga dan anime asal Jepang karya Eiichiro Oda yang menceritakan tentang petualangan bajak laut.

Bendera Anime One Piece yang memiliki nama Jolly Roger dan bergambar tengkorak bertopi jerami itu diartikan sebagai bentuk kritik sosial, khususnya terhadap ketidakadilan atau masalah yang ada di pemerintah.

Jolly Roger merupakan jenis bendera yang umumnya dipakai oleh bajak laut untuk menakut-nakuti awak kapal lain agar mereka menyerah tanpa perlawanan.

Meski banyak menuai pro dan kontra, Riko mengatakan, pemasangan bendera One Piece itu tidak memenuhi unsur-unsur makar.

Ia percaya anak bangsa tidak akan bertindak sejauh itu.

Tindak pidana makar sendiri diatur dalam Buku Kedua KUHP (Kejahatan) pada Bab I tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam pasal 104 sampai pasal 129. 

Pada Pasal 107 ayat (1), disebutkan  Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 

Kemudian pada ayat (2) Pasal itu, dijelaskan lagi, para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.  

"Saya tidak melihat di dalam makna bendera itu (Bendera One Piece) sebagai upaya makar, belum memenuhi ya ada upaya-upaya makar dan saya pun percaya anak bangsa kita tidak ada yang mengarah ke sana (upaya makar)," kata Riko dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews.com di Program Kacamata Hukum, Senin (4/8/2025).

Alasan Riko berkata demikian karena dia yakin anak-anak bangsa hanya ingin menyampaikan gagasan mereka dengan cara yang berbeda.

Baca juga: Pakar Komunikasi UMY Nilai Pengibaran Bendera One Piece Sebagai Bentuk Resistensi dari Masyarakat

Hal tersebutlah, kata Riko, yang perlu diperhatikan dan didengar oleh pemerintah dalam menanggapi kritikan dari masyarakat.

"Anak-anak bangsa kita ini ingin menyampaikan gagasan-gagasan baik, dengan cara-cara yang berbeda ini yang perlu kita dengar," ucap Riko.

Menurut Riko, dengan adanya kritik ini, pemerintah diharapkan bisa mencari tahu juga apa sebenarnya yang diinginkan masyarakat untuk kebaikan bangsa ke depannya.

"Saya pikir, pemerintah dengan segala instrumen yang dimilikinya bisa meminta atau mengajak anak muda untuk digali apa yang ingin diperbaiki lebih jauh lagi, agar di ulang tahun ke-80, ke-81, dan seterusnya tidak terulang," urai Riko.

Dengan adanya respons positif dari pemerintah, Riko pun meyakini kritik-kritik yang ada seperti sekarang ini tidak akan ada lagi ke depannya.

Meskipun dia juga tidak memungkiri, dalam negara demokrasi ini kritik akan terus ada dan berkembang.

"Saya yakin, kalau pemerintah merespons secara positif suara-suara kegundahan ini, tidak ada lagi simbol-simbol kritik itu di kemudian hari, meskipun kritik itu dalam praktik demokrasi sesuatu yang akan bertumbuh dengan pola-pola yang berbeda," ungkap Riko.

Harap Pemerintah Tidak Represif

Riko juga mengatakan, kritik merupakan bagian dari partisipasi publik untuk memberikan ruang agar pemerintahan bisa menjadi lebih baik, sekaligus menjadi ruang penyadaran terhadap sebuah proses pemerintahan yang menurut publik masih belum sesuai harapan.

Sehingga, menurut Riko, Indonesia sebagai negara demokrasi ini diharapkan juga tidak bertindak represif terhadap adanya fenomena pengibaran bendera One Piece jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Pemerintah pun diminta agar bisa lebih bijak lagi dalam menanggapi berbagai kritik dari masyarakat.

"Kiranya pemerintah tidak represif karena akan menjadi kontraproduktif terhadap tujuan pemerintahan atau pola pemerintahan yang demokratis, bisa lebih sabar, wise dengan masyarakat," ujar Riko.

Riko juga berharap, pemerintah bisa membangun ruang dialog untuk publik, sehingga bisa mendapat banyak saran dan masukan dari masyarakat.

"Saya berharap pemerintah bisa membangun ruang dialog yang lebih sehat terhadap kelompok-kelompok manapun, hingga kemudian ada masukan yang baik," katanya.

Menurut Riko, pemerintah sendiri juga sudah bisa menilai apakah fenomena pengibaran bendera One Piece ini termasuk makar atau tidak.

Apabila memang dikategorikan sebagai makar, maka pelaku bisa dijerat hukum yang berlaku.

Kendati demikian, Riko tetap berkeyakinan, pengibaran bendera One Piece ini belum termasuk dalam kategori makar.

"Saya pikir instrumen negara sudah bisa menelisik lebih jauh bahwa apakah ini sudah masuk atau sudah ada benih terhadap upaya-upaya makar, tapi sejauh yang saya sadari, saya kira ini belum sampai ke upaya itu."

"Tapi kalau sampai makar, makar itu sudah pelanggaran kedaulatan dan otomatis itu suatu tindakan yang bisa dikenakan penegakkan hukum, tapi dalam konteks ini, saya pikir belum ada  unsur yang disebut dengan upaya-upaya makar," jelas Riko.

Sementara itu, pihak Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat memastikan belum ditemukan unsur pidana dalam fenomena pengibaran bendera One Piece tersebut.

"Kami belum menemukan adanya unsur pelanggaran pidana. Namun, masyarakat yang kedapatan memasang bendera non-negara akan diberikan imbauan agar lebih bijak dan menghormati simbol-simbol kenegaraan," ujar Iptu Ruslan Basuki, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Pusat, kepada wartawan, Senin.

Polres Jakarta Pusat bersama Satpol PP juga telah melakukan pemantauan langsung di sejumlah wilayah permukiman, sebagai tindak lanjut dari arahan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro, yang meminta jajarannya menjaga semangat nasionalisme selama bulan kemerdekaan.

"Kami bersama Satpol PP melakukan pemantauan terhadap penggunaan atribut dan bendera yang tidak sesuai dengan semangat nasionalisme, termasuk bendera bertema bajak laut atau fiksi," kata Ruslan.

Bagaimana Respons Pemerintah?

Aksi sebagian masyarakat yang mengibarkan bendera bajak laut dari serial ‘One Piece’ jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI ini juga memicu respons dari pemerintah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pengibaran bendera One Piece merupakan sebuah kreativitas. 

Namun, menurutnya, ada cara lain untuk mengekspresikan kekecewaan tanpa mengurangi kesakralan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, jika pengibaran bendera itu memang bersumber dari rasa tidak puas oleh kinerja pemerintah.

"Sebagai sebuah ekspresi kreativitas, boleh. Tapi jangan kemudian ini dibawa ke sesuatu yang mengurangi kesakralan kita sebagai bangsa. Apalagi ini di momen menjelang 17 Agustus."

"Tadi misalnya ada kekecewaan, tidak harus ditunjukkan dengan cara seperti itu. Tidak harus," kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin.

Prasetyo menuturkan, pemerintah berupaya akan terus memperbaiki berbagai kebijakan yang belum sempurna dan juga terbuka terhadap semua masukan dan kritik. 

"Ada masalah, ya mari kita hadapi. Memang dunia sedang tidak baik-baik saja. Kami pun pemerintah juga berbuka terhadap semua masukan, semua kritik," kata dia.

"Kita sebagai bangsa bisa merdeka itu (karena) pengorbanan jiwa, raga, pahlawan yang tidak bisa dinilai dengan apapun," beber Prasetyo. 

"Ini enggak ada hubungannya dengan masalah kreatifitas dari teman-teman asosiasi-asosiasi. Kita sangat menghormati itu. Tapi tolonglah ini jangan dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu kesakralan," imbuhnya.

Prasetyo menambahkan, penindakan bisa saja dilakukan jika terdapat penggeseran makna dari kreativitas tersebut, seperti ada gerakan yang mengajak lebih baik mengibarkan bendera One Piece alih-alih Bendera Merah Putih. 

"Kalaupun ada penindakan, itu yang tadi saya jelaskan berkali-kali. Kalau ada pihak-pihak yang menggeser makna dari ekspresi itu. Misalnya dengan mengimbau supaya lebih baik mengibarkan ini bukan ini (Merah Putih). Loh gimana ini? Ini sakral Bendera Merah Putih," tandasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus/Alfarizy)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Berita Terkini

    © 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
    About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan