Kamis, 7 Agustus 2025

Ahli Presiden Tegaskan Unified System Perkuat Peran Negara dalam Tata Kelola Zakat

Ahli Presiden menjelaskan bahwa unified system merupakan desain tata kelola zakat yang menempatkan negara sebagai penyedia layanan publik.

Editor: Content Writer
Istimewa
TATA KELOLA ZAKAT - Sidang lanjutan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (4/8/2025). Dalam sidang tersebut, Ahli Presiden/Pemerintah, Prof. Dr. Bahrul Hayat, menyampaikan diperlukan sistem pengelolaan zakat yang menyatu dan terintegrasi secara menyeluruh atau dikenal sebagai Unified System. 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat di Jakarta, Senin (4/8/2025).

Dalam sidang keenam perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025 tersebut, Ahli Presiden/Pemerintah, Prof. Dr. Bahrul Hayat, menekankan pentingnya penerapan sistem pengelolaan zakat yang terintegrasi secara menyeluruh atau unified system, guna memaksimalkan fungsi zakat sebagai instrumen jaminan sosial dan pembangunan.

Sistem ini menekankan pentingnya keselarasan dalam tata kelola serta koordinasi di tingkat nasional. Dengan adanya sistem terpadu ini, diharapkan potensi penghimpunan zakat dapat meningkat, pengelolaan dan pelayanan zakat menjadi lebih efisien dan efektif, serta distribusi dan pemanfaatannya lebih tepat sasaran. Selain itu, sistem ini juga bertujuan memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat secara keseluruhan.

Bahrul menjelaskan bahwa unified system merupakan desain tata kelola zakat yang menempatkan negara sebagai penyedia layanan publik, termasuk dalam pengaturan zakat. Sistem ini menuntut integrasi pengelolaan zakat baik secara horizontal antar lembaga, maupun secara vertikal dari tingkat pusat hingga daerah.

Integrasi horizontal merujuk pada koordinasi dan sinergi antar lembaga pengelola zakat. Sementara itu, integrasi vertikal berarti adanya satu garis koordinasi dari tingkat pusat hingga ke daerah. Sistem terpadu ini bertujuan untuk menciptakan efisiensi dalam penghimpunan, akuntabilitas dalam pengelolaan, dan efektivitas dalam pendayagunaan zakat bagi mustahik.

“Konsep unified system dalam pengelolaan zakat juga selaras dengan ketentuan syariat Islam. Berdasarkan ketentuan syariat Islam yang mengamanatkan kewenangan negara dalam pengelolaan zakat serta sebagai implementasi dari unified system tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 memberikan kewenangan kepada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga pemerintah non-struktural untuk melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dengan demikian, hadirnya peran serta masyarakat melalui Lembaga Amil Zakat (LAZ) diarahkan untuk membantu BAZNAS selaku pengemban amanah UU 23/2011. Peran LAZ adalah mendukung fungsi BAZNAS yang juga harus dimaknai membantu negara dalam pengelolaan zakat,” ucap Bahrul.

Baca juga: Berdaya Lewat Zakat: UMKM Na’ma Sukses Tumbuh Lewat Program BAZNAS Microfinance Desa

Bahrul yang juga merupakan mantan Ketua Panitia Kerja RUU Pengelolaan Zakat Tahun 2011 menegaskan bahwa pemberian rekomendasi terhadap pendirian LAZ oleh BAZNAS justru ditujukan untuk memastikan lembaga-lembaga tersebut memenuhi standar operasional yang profesional, akuntabel, dan sejalan dengan prinsip-prinsip unified system yang diatur dalam undang-undang.

Ia juga menyebut keberadaan dan peran Lembaga Amil Zakat (LAZ) tidak dapat dipandang sebagai bentuk diskriminasi, melainkan merupakan bagian dari sistem zakat nasional yang terintegrasi.

“Hal ini esensial untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan, zakat dikelola sesuai dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, peran BAZNAS dalam merekomendasikan pendirian LAZ merupakan tindakan yang sah dan diperlukan demi tercapainya pengelolaan zakat yang optimal dan terpadu,” jelas Bahrul dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.

Sebagai informasi, Bahrul Hayat juga tercatat pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI (2006–2014) dan kini merupakan dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sidang uji materi ini diajukan oleh Muhammad Jazir (Pemohon I) dan Indonesia Zakat Watch (Pemohon II), yang menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat karena dianggap membatasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan zakat.

Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara ini diperkirakan akan menjadi landasan penting dalam menentukan arah kebijakan zakat nasional di masa mendatang. (*)

Baca juga: Wujudkan Indonesia Emas 2045, BAZNAS Buka Beasiswa Cendekia 2025 di 183 Kampus

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan