Tokoh Agama Berkumpul, Serukan Keprihatinan dan Penolakan Terhadap Intoleransi Beragama di Indonesia
Pimpinan Majelis Agama-Agama menyikapi sejumlah tindakan intimidasi, kekerasan, dan pembatasan sepihak terhadap kegiatan doa-ibadah
Penulis:
Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Majelis Agama-Agama di Indonesia menyikapi sejumlah tindakan intimidasi, kekerasan, dan pembatasan sepihak terhadap kegiatan doa-ibadah yang bernuansa intoleransi agama di Tanah Air Indonesia.
Peristiwa tersebut belakangan kian marak dan sporadis terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Para Pimpinan Majelis Agama-Agama pun menyampaikan keprihatinan yang mendalam.
Sejumlah Pimpinan Majelis Agama-Agama itu di antaranya Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI, Romo Aloysius Budi Purnomo; Ketua PBNU, Rumadi Ahmad; Sekretaris Umum PHDI, I Ketut Budiasa dan Sekretaris PERMABUDHI, Anes Dwi Prasetya.
Lalu, Wakil Ketua Umum MATAKIN, Ws Chandra Setiawan; Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt. Etika Saragih; Humas Gereja Bala Keselamatan, Mayor Maxel D. Latupatty dan Wakil Sekretaris Gereja Ortodoks Indonesia, Serafim.
Diwakili oleh Romo Budi, Pimpinan Majelis Agama-Agama menyatakan terjadinya sejumlah insiden penyerangan, pelarangan/penolakan, dan gangguan terhadap kegiatan doa dan ibadah di beberapa daerah, yang dilakukan oleh sejumlah warga masyarakat tersebut mencoreng dan merusak bangunan toleransi, kerukunan, persaudaraan, dan hidup bersama serta keberagaman agama dan budaya di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tindakan anarkis tersebut tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika,” kata Romo Budi saat konferensi pers di Gedung KWI, Menteng, Jakarta, Selasa (5/8/2025).
“Bahkan, segala bentuk intimidasi, kekerasan, atau pembatasan sepihak terhadap kegiatan ibadah merupakan pelanggaran terhadap hukum dan penghancuran nilai-nilai hidup bersama sebagai warga bangsa,” sambungnya.
Baca juga: Intoleransi dan Persekusi Atas Nama Agama, Komnas HAM: Ada Faktor Pembiaran Negara
Atas dasar keprihatinan tersebut, Pimpinan Majelis Agama-Agama di Indonesia menyerukan kepada Pemerintah yakni Presiden RI, Menteri Agama, Kapolri, TNI, FKUB, dan para tokoh masyarakat dan agama, untuk hadir dan bertindak tegas terhadap siapapun yang bersikap intoleran.
Apalagi dengan melakukan tindakan kekerasan yang merupakan tindakan kriminal.
“Tidak boleh dilakukan pembiaran terhadap siapa pun yang telah bertindak anarkis apalagi terhadap kegiatan doa dan ibadah di seluruh wilayah NKRI ini,” tegasnya.
Seiring dengan itu Pimpinan Majelis Agama-Agama di Indonesia juga mengingatkan, menyerukan, dan menegaskan lima point yang menjadi rumusan bersama.
1. Kebebasan beragama dan beribadah adalah hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28E dan Pasal 29 ayat 2.
2. Negara melalui aparat keamanan dan pemerintah daerah wajib hadir dan bertindak tegas untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang.
3. Aparat keamanan dan aparat hukum wajib dan harus mencegah terjadinya insiden serupa serta mengusut secara tuntas pelaku tindak kejahatan, kekerasan, penolakan, penghambatan, dan pengrusakan tempat yang dipergunakan untuk berdoa dan beribadah oleh warga bangsa Indonesia.
4. Agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan seluruh elemen masyarakat, bersama-sama menjaga toleransi dan menjamin rumah doa dan ibadah sebagai tempat damai, aman, dan bermartabat.
5. Agar Para Tokoh Agama mengajak umatnya untuk tidak mudah terprovokasi oleh aneka hasutan yang memecah-belah dan menghayati hidup beragama yang damai, rukun, dan toleran.
“Seruan keprihatinan dan harapan ini kami sampaikan sebagai bentuk solidaritas dan tanggung jawab moral kami para Pimpinan Majelis Agama- Agama di Indonesia,” tandas Romo Budi.
Dalam kesempatan itu, Ketua PBNU, Rumadi Ahmad menyampaikan pentingnya merespons peristiwa dan tindakan intoleransi di Indonesia.
Sebab, salah satu tujuannya agar peristiwa intoleran tidak dianggap seperti sesuatu yang normal.
“Jadi pernyataan seperti ini sangat diperlukan untuk menghadang persepsi bahwa intoleransi sikap untuk ngerecokin cara beragamanya orang lain itu dianggap sebagai sesuatu yang normal,” kata Rumadi.
Dia juga menyebut, jika ada penyimpangan dan anomali yang terjadi terkait peristiwa Intoleransi penting untuk mengingatkan, meski ia melihat trennya semakin menurun tiap tahunnya.
“Meskipun memang belakangan mulai banyak lagi berbagai macam peristiwa ya di Sukabumi, di Padang, di beberapa tempat yang lain, bahkan kasus-kasus lama itu juga belum sepenuhnya bisa diselesaikan,” ujarnya.
“Pasti ada tindakan-tindakan pada masa lalu yang sampai hari ini belum selesai. Dan kita selalu penting untuk mengingatkan supaya hal itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang normal,” tandas Rumadi.
DPR Minta Pelaku Perusakan Rumah Doa di Padang Diproses Hukum Tuntas |
![]() |
---|
Peradi Utama dan Kopri PMII Teken MoU Beasiswa Advokat Rp12 Miliar untuk 2.000 Kader Perempuan NU |
![]() |
---|
Prabowo Ngaku Nyaman Berada di Tengah-Tengah PKB dan NU |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Dijadwalkan Hadiri Mukernas dan Pelantikan PP ISNU yang Digelar Akhir Juli |
![]() |
---|
Dukung Pemanfaatan Konsesi untuk Umat, APWNU Dorong Penerapan Good Mining |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.