Pakar Hukum: Tak Perlu Izin Jaksa Agung Jika Ada Jaksa yang Tertangkap Tangan Kasus Pidana
Syamsuddin menyoroti potensi pemberian imunitas penuh bagi jaksa jika ketentuan izin penangkapan dan pemanggilan tidak disertai pengecualian.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Hukum sekaligus Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Bima, Syamsuddin, dihadirkan sebagai ahli dari pemohon perkara Nomor 67/PUU-XXIII/2025 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan).
Saat ini di Mahkamah Konstitusi sedang dilakukan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sedang diuji secara materiil di Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya terkait Pasal 8 ayat (5) yang menyebut bahwa:
“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.”
Dalam sidang yang berlangsung di MK, Jakarta, Senin (11/8/2025) Syamsuddin menyoroti potensi pemberian imunitas penuh bagi jaksa jika ketentuan izin penangkapan dan pemanggilan tidak disertai pengecualian.
Peraih gelar Doktor Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) ini juga menjelaskan, ada kondisi tertentu di mana aparat penegak hukum harus dapat bertindak cepat tanpa prosedur berjenjang.
Ia mencontohkan misalnya ketika ada jaksa tertangkap tangan melakukan tindak pidana.
Misalnya, sambung Syamsuddin, jika dalam proses penyidikan atau penuntutan, seorang jaksa kedapatan menerima suap di lokasi kejadian, polisi atau KPK berhak langsung menangkap.
“Kalau dalam proses penegakan hukum oleh jaksa, tiba-tiba di dalam prosesnya ditemukan atau dijumpai peristiwa suap, lalu tertangkap tangan. Apakah perlu izin? Tidak,” sambungnya.
Mengacu pada UU KUHAP, penangkapan dalam kondisi tertangkap tangan bisa dilakukan terhadap siapa pun, termasuk jaksa, tanpa menunggu izin Jaksa Agung.
Syamsuddin menegaskan, pengecualian ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan jabatan.
“Kalau tidak diberikan pengecualian, ini sama dengan imunitas penuh, dan ini berbahaya bagi sistem penegakan hukum pidana,” tuturnya.
Selain itu, ia menyoroti persoalan tenggang waktu dalam proses perizinan penahanan jaksa.
Menurutnya, meski secara normatif aturan tidak bermasalah, pelaksanaannya bisa tersendat karena birokrasi, terutama jika kasus terjadi di daerah.
Ia mengusulkan batas waktu tegas agar proses hukum berjalan cepat.
Pemohon perkara
Pemohon JR UU Pers di MK Disebut Tak Penuhi Legal Standing, Iwakum: Kami Bukan Lembaga Fiktif |
![]() |
---|
Hakim MK Minta Komdigi Berikan Data Kasus Kriminalisasi Wartawan: Jangan-jangan Tidak Dilindungi? |
![]() |
---|
Sindir Puan dan Dasco, Syamsul Ngotot Gugat Tunjangan Pensiunan DPR ke MK |
![]() |
---|
Alasan Syamsul Gugat Aturan Pensiunan Seumur Hidup Anggota DPR ke MK: Rakyat Indonesia Harus Tahu |
![]() |
---|
Pemerintah Dua Kali Tunda Sidang Pengujian UU Cipta Kerja, MK Beri Peringatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.