Rabu, 8 Oktober 2025

Pemohon JR UU Pers di MK Disebut Tak Penuhi Legal Standing, Iwakum: Kami Bukan Lembaga Fiktif

Ponco menilai dalil Pemerintah yang mengatakan Pasal 8 UU Pers tidak multitafsir sama saja seperti menutup mata terhadap kenyataan yang ada.

Shutterstock
UU PERS - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang (UU) Pers, Senin (6/10/2025). Persidangan beragendakan mendengar keterangan Pemerintah dan DPR terkait permohonan yang diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum). Foto hanya ilustrasi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang (UU) Pers, Senin (6/10/2025).

Persidangan beragendakan mendengar keterangan Pemerintah dan DPR terkait permohonan yang diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum).

Baca juga: UU Pers Digugat, Iwakum Minta Perlindungan Wartawan Dipertegas agar Tidak Bisa Dikriminalisasi

Dalam persidangan, Pemerintah yang diwakili Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menilai para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengujikan konstusionalitas Pasal 8 dan bagian penjelasan Pasal 8 UU Pers.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Iwakum, Ponco Sulaksono mengatakan, keterangan dari Pemerintah tersebut merupakan pendapat yang tidak berdasar dan keliru.

 

 

"Iwakum tidak memiliki legal standing dan menilai dalil multitafsir dalam Pasal 8 Undang-Undang Pers tidak berdasar adalah pandangan yang keliru," kata Ponco, usai persidangan Perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.

Menurutnya, pendapat tersebut bukan hanya keliru, tapi juga mencerminkan sikap abai terhadap hak konstitusional wartawan Indonesia.

Baca juga: Masyarakat Pers Teguh Berkeyakinan Bagi Pers Yang Berlaku Tetap UU Pers Meski KUHP Baru Disahkan

Ponco menjelaskan, Iwakum merupakan organisasi profesi yang beranggotakan wartawan aktif yang setiap hari melakukan peliputan ke lapangan untuk meliput fakta, mengawal hukum, dan bekerja untuk kepentingan publik.

"Mereka inilah yang sering diintimidasi, dipolisikan, bahkan digugat perdata hanya karena menjalankan tugas jurnalistik," ujarnya.

"Kami tegaskan, Iwakum berdiri atas dasar perjuangan profesi. Kami bukan lembaga fiktif, bukan kelompok bayangan," ucap Ponco.

Sementara itu, Ponco juga menilai dalil Pemerintah yang mengatakan Pasal 8 UU Pers tidak multitafsir sama saja seperti menutup mata terhadap kenyataan yang ada.

Faktanya, kata Ponco, hingga saat ini kriminalisasi terhadap wartawan masih terus terjadi.

"Selama 25 tahun, Pasal 8 Undang-Undang Pers menyebut adanya “perlindungan hukum” bagi wartawan. Tapi, perlindungan seperti apa? Dari siapa? Bagaimana mekanismenya? Tidak ada satu pun yang dijelaskan," kata Sekjen Iwakum itu.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, permohonan pengujian UU Pers yang diajukan Iwakum ini adalah bentuk perlawanan moral terhadap rezim yang semakin kehilangan kepekaan terhadap kebebasan pers dan nasib demokrasi.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved