Minggu, 17 Agustus 2025

Dugaan Korupsi Dana CSR

Formappi Dukung KPK Bongkar Kasus Korupsi CSR, Singgung Deal Pembahasan Anggaran Komisi XI & BI-OJK

Lucius berharap dalam pengungkapan kasus CSR agar bisa lebih terang dan terbuka siapa saja pihak-pihak yang terlibat.

Fersianus Waku
DUGAAN KORUPSI DANA CSR - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendukung langkah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap secara terang kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020-2023 yang melibatkan Anggota Komisi XI DPR RI. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendukung langkah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap secara terang kasus dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2020-2023 yang melibatkan Anggota Komisi XI DPR RI.

Kasus dana CSR dari BI dan OJK ini tengah diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan telah menyeret dua nama yakni Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG). 

Baca juga: KPK Segera Periksa Satori dan Heri Gunawan Usai Ditetapkan Tersangka Korupsi Dana CSR BI-OJK

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka soal pengelolaan dana CSR saat masih menjabat di Komisi XI DPR RI.

Lucius memberikan saran dalam pengungkapan kasus CSR itu agar bisa lebih terang dan terbuka siapa saja pihak-pihak yang terlibat.

"Saya kira paling pertama harus dibongkar betul isi kesepakatan antara Komisi XI dengan BI dan OJK. Isi kesepakatan itu sangat penting. Apa yang kemudian jadi pertimbangan DPR meminta jatah CSR itu didistribusikan melalui mereka," kata Lucius saat sesi wawancara khusus dengan Tribunnews.com, Rabu (13/8/2025).

 

 

"Lalu apa yang kemudian jadi pertimbangan BI dan OJK memberikan kepercayaan kepada anggota Komisi XI untuk mendistribusikan dana CSR itu," sambung dia.

Dia pun menilai, jika tahap dasar pertimbangannya soal anggaran yang diminta oleh BI dan OJK agar disetujui oleh DPR, maka sudah ada gratifikasi di tahap awal kasus tersebut. 

"Jadi penting sekali KPK saya kira untuk membongkar apa isi kesepakatan dalam proses pembahasan anggaran antara Komisi XI dengan BI dan OJK," jelasnya.

Baca juga: KPK Kembangkan Kasus CSR, Bidik Dugaan Suap Persetujuan Anggaran BI dan OJK di Komisi XI DPR

Kedua, kata Lucius, tidak ada aturan resmi di DPR untuk mendistribusikan anggaran dari kementerian lembaga. 

Dia pun menduga hal itu praktik baru DPR 2019-2024 yang bermasalah serta hasil kesepakatan atau kongkalikong antara DPR dan pemerintah.

"Dan saya tahu betul ini tujuannya untuk kepentingan politik anggota DPR. Bukanlah itu juga bagian dari tindakan korupsi. Yang memperkaya diri juga ujung-ujungnya karena dana pemerintah itu digunakan untuk kepentingan politik pribadi anggota DPR," tegasnya.

"Saya kira penting juga bagi KPK untuk masuk dalam sistem soal pengelolaan uang-uang dari lembaga pemerintah yang dikelola atau didistribusikan oleh anggota DPR. Kalau ini tidak ada aturannya, ini berarti kan gratifikasi yang dihalalkan atau dilegalkan oleh DPR dan pemerintah. Dan karena ini saya kira penting untuk dibongkar KPK untuk pelacaran kedepannya," tandasnya.

Formappi atau Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pengawasan dan advokasi terhadap kinerja parlemen Indonesia, khususnya DPR dan DPRD.

Didirikan Maret 2001, LSM ini pertama kali didirikan oleh Sebastian Salang yang kini telah memilih bergabung dengan Partai Golkar.

Lucius adalah peneliti Formappi yang kerap berbicara ke media.

Duduk Perkara Kasus 

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan adanya keterlibatan massal anggota Komisi XI DPR RI dalam dugaan korupsi dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). 

Sinyal ini menguat setelah adanya pengakuan dari tersangka baru, Satori, yang menyebut bahwa sebagian besar rekannya di komisi yang membidangi keuangan dan perbankan itu turut menerima aliran dana dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pihaknya akan mendalami pengakuan krusial dari mantan anggota Komisi XI Fraksi NasDem tersebut. 

Satori, bersama rekannya dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) OJK periode 2020–2023.

"Bahwa menurut pengakuan ST (Satori) sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut," ujar Asep Guntur dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).

Menindaklanjuti informasi tersebut, Asep menegaskan penyidik tidak akan berhenti pada kedua tersangka. 

KPK akan segera memanggil dan memeriksa para legislator di Komisi XI untuk mengklarifikasi aliran dana dan peruntukannya.

"Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini," jelasnya.

Selain membidik para anggota dewan, KPK juga akan mendalami motif BI dan OJK sebagai mitra kerja Komisi XI dalam menyalurkan dana bantuan sosial tersebut kepada para legislator. 

"Kami juga concern untuk mendalami alasan apa dari BI maupun OJK sehingga diberikan dana bantuan sosial kepada Komisi XI ini," tambah Asep.

Dalam kasus ini, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, sementara Heri Gunawan menerima Rp15,86 miliar. 

Dana tersebut diduga berasal dari kegiatan PSBI, PJK OJK, serta mitra kerja Komisi XI lainnya. 

Modus yang digunakan adalah dengan mengajukan proposal bantuan dana sosial melalui yayasan-yayasan yang dikelola oleh rumah aspirasi masing-masing tersangka.

Namun, menurut KPK, dana miliaran rupiah tersebut tidak digunakan untuk kegiatan sosial sebagaimana mestinya. 

Sebaliknya, uang tersebut disinyalir mengalir untuk kepentingan pribadi kedua tersangka, mulai dari pembelian tanah, bangunan, kendaraan, hingga untuk keperluan pembangunan properti seperti showroom dan rumah makan.

Atas perbuatannya, Satori dan Heri Gunawan dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

Pengakuan Satori kini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar dugaan praktik korupsi yang lebih luas di salah satu komisi vital di DPR RI.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan