Kubu Roy Suryo Minta Jaksa Agung Audit Keuangan Kejari Jaksel yang Tak Segera Eksekusi Silfester
Kubu Roy Suryo khawatir jika anggaran negara yang dialokasikan ke Kejari Jakarta Selatan dikorupsi karena tak kunjung eksekusi Silfester Matutina.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
Hal tersebut, menurut Ahmad, sudah bisa dianggap merugikan negara yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
"Kita minta diaudit, tentu saja audit keuangan, kami khawatir ada anggaran negara yang sudah dialokasinya tapi kinerjanya tidak ada, ini sama saja merugikan keuangan negara. Merugikan keuangan negara itu salah satu indikator adanya Tipikor, tindak pidana korupsi," tuturnya.
"Merugikan keuangan negaranya apa? Ya negara sudah mengalokasikan anggaran untuk menggaji kinerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tapi kinerjanya kok nggak ada, jadi sia-sia kita membayar jaksa, itu juga korupsi, merugikan keuangan negara," tambahnya.
Kenapa Silfester Tak Segera Dieksekusi?
Kejaksaan Agung sebelumnya sempat mengeluarkan ultimatum pada 4 Agustus 2025, tetapi rencana eksekusi tidak terlaksana karena Silfester hadir memenuhi panggilan sebagai saksi dalam kasus dugaan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi).
Spekulasi publik menilai Silfester memiliki koneksi di lingkar kekuasaan, namun Kejaksaan Agung membantah adanya hubungan keluarga dengan pejabat pelaksana eksekusi.
Kejaksaan Agung mengungkap bahwa pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pelaksanaan eksekusi, yang saat itu diumumkan pada 2 Maret 2020.
Pandemi Covid-19 secara global ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020, setelah virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok pada 31 Desember 2019.
Kemudian, kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020, ketika dua pasien di Depok, Jawa Barat, dinyatakan positif setelah kontak dengan warga negara Jepang yang terinfeksi.
"Kita sudah lakukan, sudah inkrah. Saat itu sempat dieksekusi karena sempat hilang, kemudian keburu covid, jangankan memasukkan orang (ke dalam penjara) yang di dalam saja harus dikeluarkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna kepada wartawan, Kamis (14/8/2025).
Anang pun membantah bahwa belum terlaksananya eksekusi terhadap Silfester karena adanya tekanan politik.
Tudingan adanya tekanan politik ini berarti ada dugaan bahwa proses eksekusi hukum tertunda bukan karena alasan teknis semata, melainkan karena pengaruh dari pihak-pihak yang memiliki kekuatan politik.
"Gak ada (tekanan politik). (Saya pindah) setelah covid," tegas Anang.
Sementara Mahkamah Agung (MA) pada 20 Mei 2019 menolak kasasi Silfester melalui putusan Nomor 287 K/Pid/20193, memperberat hukumannya menjadi 1,5 tahun penjara.
Putusan ini pun menegaskan Silfester terbukti memfitnah JK dengan menuding mantan Wapres menggunakan isu SARA dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 dan menuduh keluarga JK melakukan praktik korupsi demi kepentingan politik.
Adapun, kasus bermula dari aksi demonstrasi yang digelar Silfester selaku Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) di Mabes Polri pada 15 Mei 2017.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.