Kasus Suap Ekspor CPO
Kasus Vonis Lepas CPO, Hakim Djuyamto Tak Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Terima Suap Rp 9,5 Miliar
Hakim nonaktif Djuyamto tak mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara suap vonis lepas perkara korupsi CPO.
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Adi Suhendi
Uang tersebut diterima dalam dua tahap dari pengacara terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Jaksa pun merinci uang yang diterima para hakim pada tahap pertama. Rinciaannya sebagai berikut:
- Arif Nuryanta menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 3.300.000.000.
- Wahyu Gunawan menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 800.000.000.
- Djuyamto menerima uang berupa pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.700.000.000.
- Agam Syarief menerima uang berupa pecahan USD dan SGD senilai Rp 1.100.000.000.
- Ali Muhtarom berupa pecahan USD senilai Rp 1.100.000.000.
Selanjutnya pada tahap kedua, kelima terdakwa kembali menerima uang suap dengan rincian sebagai berikut:
- Arif Nuryanta menerima suap berupa uang pecahan USD senilai Rp 12.400.000.000
- Wahyu menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 1.600.000.000.
- Djuyamto menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 7.800.000.000
- Agam Syarief menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 5.100.000.000
- Ali Muhtarom menerima uang berupa pecahan USD senilai Rp 5.100.000.000.
Dari dua tahap penerimaan suap tersebut, hakim Djuyamto total menerima uang Rp 9,5 miliar.
Selanjutnya hakim Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom masing-masing menerima suap Rp 6,2 miliar.
Uang yang diterima Djuyamto Cs disebut jaksa sebagai penerimaan gratifikasi karena selaku Ketua Majelis Hakim perkara migor tersebut.
"Terdakwa korporasi Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, selanjutnya disebut perkara korupsi korporasi migor supaya menjatuhkan putusan lepas," kata jaksa saat membaca surat dakwaan terdakwa Djuyamto.
Atas perbuatannya tersebut, jaksa mendakwa ketiga terdakwa Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Perkara suap berawal tiga korporasi besar PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti total Rp 17,7 triliun dalam kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Adapun rinciannya, PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun).
Uang pengganti harus dibayar tiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.
Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025 lalu.
Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan setelah adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut.
Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.