Kamis, 21 Agustus 2025

Ramai Dipertanyakan, Ini Penjelasan Dirjenpas Soal Remisi untuk Narapidana Koruptor

Pemberian remisi bukan keputusan sepihak Ditjen Pemasyarakatan, melainkan melalui proses berjenjang dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) hingga Kanwil

Tribunnews.com/Alfarizy Ajie F
REMISI NARAPIDANA - Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas), Mashudi, angkat bicara soal polemik pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi. Polemik tersebut mencuat terutama terpidana kasus korupsi e-KTP, usai Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dan telah keluar dari Lapas Sukamiskin Sabtu, 16 Agustus 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas), Mashudi, angkat bicara soal polemik pemberian remisi kepada narapidana kasus korupsi.

Polemik tersebut mencuat terutama terpidana kasus korupsi e-KTP, usai Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, resmi mendapatkan pembebasan bersyarat dan telah keluar dari Lapas Sukamiskin Sabtu, 16 Agustus 2025. 

Mashudi menegaskan, remisi diberikan kepada seluruh warga binaan tanpa pengecualian, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

"Di dalam Undang-Undang 22 Tahun 2022, Pasal 10, Ayat 1, 2, 3, bahwa remisi itu diberikan kepada semua warga binaan atau narapidana tanpa pengecualian," ujar Mashudi, saat ditemui di gedung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta Timur, Kamis (21/8/2025).

Baca juga: Istri Ferdy Sambo Kecipratan Remisi Kemerdekaan 9 Bulan Karena Rajin Donor Darah, Jago Merajut Tas

"Baik itu pidana yang kasus korupsi, kasus teroris. Itu kami berikan. Yang tidak kita berikan adalah yang hukuman mati dan seumur hidup," jelasnya.

Ia menjelaskan, pemberian remisi bukan keputusan sepihak Ditjen Pemasyarakatan, melainkan melalui proses berjenjang dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) hingga Kanwil. 

Penilaian terhadap warga binaan dilakukan berdasarkan pembinaan, perilaku, dan sikap sehari-hari, yang kemudian diputus melalui mekanisme sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.

"Prosesnya ini kan bukan dari kita, tapi dari KA UPT hasil daripada yang setiap hari melakukan pembinaan di sana, dia melihat di situ. UPT ke KA Kanwil, dia melalui sidang TPP, baru ke tempat kami. Jadi melalui proses itulah yang kita lakukan,” jelasnya.

Menanggapi respons publik terkait adanya pengetatan remisi bagi koruptor, Mashudi menegaskan pihaknya hanya menjalankan aturan.

"Itu diatur dalam Undang-Undangnya. Kalau kita mau merubah ya kita ubah Undang-Undangnya. Kalau kita tidak melakukan (remisi), kita salah. Karena undang-undangnya yang menentukan itu," tegasnya.

 
 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan