Selasa, 26 Agustus 2025

Setelah Mahasiswa dan Ormas, Kini Penerjemah Ramai-ramai Ikut Gugat Undang-Undang Bahasa ke MK

Permohonan ini diajukan untuk menguji Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa yang dinilai multitafsir

|
Penulis: Hasanudin Aco
tangkapan layar
GUGATAN UU BAHASA - Sidang gugatan UU Bahasa yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin (25/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 16 penerjemah profesional dan 1 organisasi jasa bahasa ikut bergabung sebagai pemohon dalam perkara uji materil UU Nomor  24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa).

Hal ini tampak dalam sidang perbaikan permohonan yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini, Senin (25/8/2025).

Baca juga: Pilkada Serasa Maraton: KPU Tak Kapok Hadapi Gugatan Barito Utara & Boven Digoel di MK

Sidang ini tercatat dengan nomor perkara 127/PUU-XXIII/2025.

Para penerjemah dan organisasi jasa bahasa ini menggabungkan diri dalam permohonan yang sebelumnya telah diajukan oleh Democracy, Economic & Constitution Institute (Deconstitute) bersama empat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS).

Permohonan ini diajukan untuk menguji Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa yang dinilai multitafsir dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Direktur Eksekutif Deconstitute, Harimurti Adi Nugroho, mengatakan keikutsertaan para penerjemah dan agensi jasa bahasa ini semakin memperkuat legal standing dan memperjelas kerugian konstitusional dalam permohonan yang telah diajukan sebelumnya.

“Kami sangat mengapresiasi. Sebenarnya lebih banyak lagi yang mau ikut, cuma kan ada batas waktu untuk ajukan perbaikan. Mereka semakin memperkuat permohonan, karena kerugian faktual dan potensial yang dialami sangat jelas. Legal standing-nya pun jadi makin kuat,” ujar Harimurti usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (25/8/2025).

Harimurti juga menyinggung mengenai pentingnya menegakkan kepastian hukum dan kedaulatan bahasa yang diamanatkan oleh Pasal 36 UUD 1945.

“Teman-teman (penerjemah) itu akan merasa nyaman bila kedaulatan bahasa negara dan kepastian  hukum ditegakkan. Kalau sekarang kan justru sebaliknya karena normanya bermasalah. Wajar saja bila teman-teman itu merasa profesinya terancam," ucapnya.

Selain penambahan jumlah pemohon, dalam agenda sidang perbaikan permohonan hari ini para pemohon menyampaikan telah menyempurnakan petitumnya.  

Harimurti mengatakan bahwa perbaikan ini dirancang untuk menjawab sekaligus mengantisipasi kekhawatiran adanya ketidakpastian hukum baru apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tafsir ulang atas Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU Bahasa. 

"Kami merancang petitum yang tidak hanya bersifat prospektif, tetapi juga menawarkan solusi transisional,” kata Harimurti.

Baca juga: Yuliantono, Kades Dadapan Nganjuk Gugat UU Kejaksaan ke MK Karena Merasa Dirugikan

Menurutnya, skema ini diyakini sebagai jalan tengah yang paling rasional untuk  menegakkan konstitusi tanpa menimbulkan gejolak dalam praktik kerjasama berdasarkan perjanjian.

Sebelumnya dalam gugatan uji materil ini hanya terdapat 5 pihak yang menjadi pemohon, yakni Devi Ramadhani, Yanhar Mizam, Agung Ramadhan dan Anandhita Sandryana sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UNAS, serta Deconstitute sebagai ormas berbadan hukum.

Dengan adanya tambahan 16 penerjemah profesional (penerjemah tersumpah dan bukan tersumpah) dan 1 organisasi jasa bahasa ini, maka keseluruhan total pemohon uji materil menjadi 22.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan