Demo di Jakarta
Pakar Hukum Pidana Sebut Rantis Brimob yang Lindas Affan Kurniawan Tak Mungkin Jalan Tanpa Arahan
Menurut Pakar hukum pidana, anggota yang memberikan arahan adalah yang mempunyai pangkat lebih tinggi di dalam mobil Rantis Brimob itu.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana Universitas Tarumanegara, Hery Firmansyah, mengatakan bahwa ada yang mengarahkan kendaraan taktis atau Rantis Brimob untuk tetap melaju di tengah kerumunan massa demo sehingga menabrak dan melindas driver ojek online (ojol), Affan Kurniawan hingga tewas.
Mobil Rantis Brimob itu diketahui menabrak dan melindas Affan hingga tewas pada Kamis (28/8/2025) malam, usai demo yang berujung ricuh di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Saat itu, armada Rantis Brimob Polda Metro Jaya melaju kencang di tengah kerumunan massa, kemudian menabrak Affan dari belakang dengan keras, mobil tersebut tampak berhenti sejenak, tetapi melaju kembali hingga melindas Affan.
Hery pun menilai, tidak mungkin jika mobil tersebut jalan sendiri tanpa ada yang memerintah atau mengarahkannya.
Hal tersebut, menurut Hery, menjadi pertanyaan juga dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang akan dijalani oleh tujuh anggota Brimob yang berada di dalam Rantis saat menabrak dan melindas Affan.
Untuk hari ini, Rabu (3/9/2025), KKEP dijalani oleh Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Polri, Kompol Cosmas Kaju Gae, terkait kasus tewasnya Affan.
Dalam kasus ini, Kompol Cosmas termasuk dalam kategori pelanggaran berat. Saat peristiwa itu terjadi, dia berada di sebelah kursi kemudi.
Sementara yang mengemudikan rantis tersebut adalah Bripka Rohmat, yang juga masuk dalam kategori pelanggaran berat.
Kemudian, lima orang lainnya yang berada di kursi belakang, yakni Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Yohanes David, dan Bharaka Jana Edi, masuk dalam kategori pelanggaran etik sedang.
"Yang menjadi berat adalah karena mobil ini dikendari oleh manusia, kan nggak mungkin simsalabim abracadabra jalan sendiri itu mobil, berarti kan ada yang kemudian mengarahkannya, ini pasti kan ditanya terlebih dahulu," kata Hery, Rabu, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Menurut Hery, anggota yang memberikan arahan itu yang mempunyai pangkat lebih tinggi di dalam mobil Rantis tersebut.
Baca juga: Praktisi Hukum Sebut Alasan Sopir Rantis yang Lindas Affan Kurniawan Tak Logis: Mobil Itu Kuat, Aman
Dari ketujuh orang itu, Kompol Cosmas diketahui menjadi perwira tertinggi dalam tim yang mengoperasikan Rantis tersebut.
Namun, Hery menegaskan, analisis ini tidak bermaksud untuk menyalahkan, hanya saja jika dilihat secara kemampuan dan analisa lapangan, anggota yang memberi perintah sudah pasti yang mempunyai pangkat tinggi.
Hery mengatakan, hal tersebut perlu didalami saat sidang etik.
"Kalau kita lihat decision maker dalam kendaraan itu, tidak bermaksud menyalahkan, tapi tentunya secara kemampuan, analisa lapangan, dan juga katakanlah tongkat komando yang memberi perintah itu pasti yang pangkatnya lebih tinggi."
"Maka, tentu mau tidak mau atau suka tidak suka, walaupun mungkin dia tidak melakukan sesuatu, yang mengarahkan tetap harus ada pertanggung jawaban, mengapa dia tidak berusaha menghentikan, apakah dia sudah berusaha mengingatkan bahwa itu jangan ditabrak, itu ada kerumunan massa," paparnya.
"Atau misalnya (mengarahkan) putar balik saja laporan ke pusat untuk tindakan selanjutnya, ini menurut saya yang perlu ditelisik lebih jauh. Apakah akan terungkap dalam sidang etik hari ini," tambahnya.
Hery juga menjelaskan, dalam pengamanan sudah pasti ada pedomannya. Apakah memang ada perintah dari pimpinan atau itu memang murni keputusan orang-orang yang berada di dalam Rantis tersebut.
Hal itu, kata Hery, pasti akan ditanyakan juga dalam sidang etik, terutama soal alasan di balik keputusan tetap menerobos hingga melindas Affan, padahal masih banyak opsi lain yang bisa dilakukan.
"Dalam situasi pengamanan kan harus ada guidance-nya, harus ada pedoman, pedoman itu dilakukan nggak, ada nggak yang memberikan perintah, siapa yang memberikan perintah langsung itu, pimpinan kah atau mereka yang pada saat itu menghadapi langsung aksi massa."
"Kemudian akan ditanya, mengapa pilihannya adalah misalnya nyelonong aja itu, mobilnya maju ke depan ke garis batas mendekati kerumunan massa, itu kan menjadi pertanyaan besar yang harus dijelaskan," ujar Hery.
"Kalau kita lihat secara kasat mata, kemarin kan sebenarnya masih ada opsi-opsi lain yang bisa dilakukan ya, tinggal kita ingin tahu ada perintah kah tindakan tersebut (perintah dari atasan ke bawahan)," imbuhnya.
Hery mengatakan, lima orang yang berada di kursi belakang, yakni Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Bharaka Yohanes David, dan Bharaka Jana Edi, juga akan dimintai kesaksian mengenai hal ini.
Namun, kata Hery, hukuman mereka berlima tidak akan seberat Kompol Cosmas dan Bripkan Rohmat.
"Orang-orang yang ada di dalam kendaraan yang sama di saat peristiwa itu terjadi diminta juga kesaksiannya untuk mempertebal keyakinan akan ujung nanti keputusannya seperti apa. Tapi saya rasa untuk pertanggung jawaban, mereka paling mending karena mereka posisi paling belakang," katanya.
Hery pun berharap, sidang etik yang dijalani oleh tujuh anggota Brimob itu tidak hanya proseduralnya saja yang berjalan, tetapi juga bisa mengungkapkan fakta-fakta yang ada terkait kasus tewasnya Affan.
"Kita minta sidang etik ini tidak hanya proseduralnya saja yang berjalan, tidak hanya dalam tanda petik gugur kewajiban ya, tapi dalam hal bisa mengungkap fakta-fakta yang ada."
"Sehingga kalaupun ada orang yang dihukum, baik secara etik maupun pidana, memang orang yang pantas bertanggung jawab, bukan yang dipaksakan untuk bertanggung jawab atau menjadi tameng," ucapnya.
Kata Sopir Rantis
Bripka Rohmat selaku sopir Rantis itu pun mengungkapkan alasannya terus menerobos jalan sekalipun melindas Affan karena saat kejadian, menurutnya, kondisi jalan sangat penuh dengan massa. Apalagi, ketika itu massa juga menyerang dengan batu hingga bom molotov.
Kala itu, Bripka Rohmat mengaku hanya memikirkan bagaimana menyelamatkan anggota lain yang berada di dalam Rantis Brimob tersebut.
Sebelumnya, dia juga mengaku bahwa keputusan untuk tetap melaju itu atas perintah dari atasan yang berada di dalam Rantis juga.
“Jadi itu di jalan kan pertigaan, di kiri ada massa, di kanan massa, di depan massa dekat pom bensin. Itu mobil kalau saya berhentikan, habis. Pasti habis karena mereka sudah nyerang pakai batu, pakai cone block, pakai bom molotov,” ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV.
“Saya harus berjuang terus, pokoknya harus selamat ini. Lima menit telat, habis kita. Soalnya massa sudah banyak gitu,” katanya lagi.
Bripka Rohmat juga mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui ada orang di depan mobil yang dikendarainya.
“Saya tidak mengetahui posisi korban karena saya tidak memperhatikan orang kanan-kiri,” ucapnya.
Adapun, tujuh anggota Brimob yang berada di dalam Rantis saat kejadian telah terbukti melanggar kode etik profesi Kepolisian.
Atas peristiwa ini, ketujuh anggota tersebut juga telah dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) di Divpropam Polri selama 20 hari.
Video tewasnya Affan, sebelumnya beredar di media sosial. Tampak korban dilindas oleh kendaraan taktis saat polisi menghalau massa demonstran di kawasan Rumah Susun Bendungan HIlir II, Jakarta Pusat.
Awalnya Rantis tersebut tengah melaju sambil membubarkan sejumlah orang yang disebut tengah melakukan demo ricuh.
Ketika massa berhamburan, terlihat ada korban dari kelompok massa itu dalam kondisi terjatuh, tetapi Rantis Polri itu tak menghentikan lajunya hingga melindas pria berjaket ojol tersebut.
Ratusan massa yang geram melihat kejadian itu lalu mengejar mobil tersebut dan mencoba memukuli serta melemparinya dengan berbagai benda.
Namun, dalam video terlihat mobil Rantis itu berhasil melaju lebih jauh menghindari massa.
Setelah insiden tersebut, sejumlah pengemudi ojol langsung menggeruduk Mako Brimob Polda Metro Jaya.
(Tribunnews.com/Rifqah)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.