Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK: Kebijakan Kuota Haji Tambahan Era Yaqut Cholil Qoumas Bertentangan dengan Undang-Undang
KPK menyatakan diskresi yang diambil oleh mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas terkait pembagian kuota haji tambahan telah menyalahi aturan.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa diskresi yang diambil oleh mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, terkait pembagian kuota haji tambahan telah menyalahi aturan yang berlaku.
Pernyataan ini muncul setelah KPK melakukan pemeriksaan terhadap Yaqut pada Senin (1/9//2025), untuk mendalami kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota haji periode 2023–2024.
Baca juga: Usut Skandal Kuota Haji Rp 1 Triliun, KPK Panggil Pejabat Kementerian Agama
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik telah menggali alasan dan argumentasi di balik keputusan Yaqut untuk membagi rata kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah.
"Saksi didalami bagaimana proses dan argumentasi terkait pembagian kuota tambahan 20.000 yang dibagi 50:50," ujar Budi dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).
Budi menegaskan bahwa kebijakan tersebut secara jelas "berbenturan" dengan regulasi yang ada.
Menurut Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, alokasi kuota haji ditetapkan sebesar 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Seharusnya, dari 20.000 kuota tambahan, sebanyak 18.400 (92 persen) dialokasikan untuk jemaah haji reguler dan 1.600 (8%) untuk haji khusus.
Namun, dalam praktiknya, kuota tersebut dibagi sama rata menjadi 10.000 untuk masing-masing haji reguler dan haji khusus.
Baca juga: Diperiksa 7 Jam Penyidik KPK, Gus Yaqut Bungkam Ditanya Teken Sprindik Korupsi Haji
"Alasan-alasan mengapa yang bersangkutan melakukan diskresi pembagian kuota 50:50 persen, sedangkan secara aturan 92:8 persen," kata Budi menjelaskan fokus pemeriksaan.
KPK menduga penyelewengan ini membuka celah korupsi.
Kuota haji khusus yang seharusnya lebih sedikit, dialihkan dari jatah haji reguler dan diduga diperjualbelikan dengan harga fantastis, berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.
Bahkan, untuk kuota haji furoda, harganya disebut mencapai Rp 1 miliar.
Lebih lanjut, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, mengindikasikan adanya aliran dana kepada oknum di Kementerian Agama (Kemenag).
Diduga ada fee yang diberikan oleh pihak travel haji untuk setiap kuota haji khusus yang berhasil dijual.
"Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (dolar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama," ungkap Asep.
Berdasarkan perhitungan awal, KPK menaksir kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Saat ini, KPK tengah bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian tersebut.
Selain itu, KPK juga menyebut ada lebih dari 100 biro perjalanan haji yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan kuota tambahan ini.
Hingga kini, KPK belum menetapkan satu pun tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga lebih dari Rp1 triliun ini.
Namun, lembaga antirasuah tersebut terus memeriksa intensif para saksi, mulai dari pejabat Kemenag, asosiasi, hingga pihak swasta travel haji.
Gus Yaqut sendiri telah diperiksa sebagai saksi untuk mendalami alur pembagian kuota tambahan haji dan dugaan aliran dana.
Menanggapi proses hukum yang berjalan, Gus Yaqut melalui juru bicaranya, Anna Hasbie, menyatakan pihaknya menghormati dan bersikap kooperatif terhadap penyidikan yang dilakukan KPK.
"Kami telah memberikan semua keterangan yang diminta untuk mendukung proses hukum yang dilakukan KPK,” ujar Anna di Jakarta, Selasa.
KPK menegaskan fokus penyidikan saat ini adalah untuk membuktikan tindak pidana korupsi sekaligus mengoptimalkan pengembalian kerugian negara (asset recovery).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.