Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Pengamat Hukum Soroti Penonaktifan Anggota DPR: Membodohi Rakyat, Langsung Pecat Saja
Kebijakan partai politik yang menonaktifkan sejumlah anggotanya di DPR RI menuai kritik tajam, harusnya dipecat
Penulis:
Facundo Chrysnha Pradipha
Editor:
Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Kebijakan partai politik yang menonaktifkan sejumlah anggotanya di DPR RI menuai kritik tajam dari kalangan pengamat dan praktisi hukum.
Sikap parpol dinilai hanya sebagai manuver untuk meredam kemarahan publik dan aksi demonstrasi, bukan sebagai bentuk pertanggungjawaban yang substantive.
Satu kritik disampaikan oleh BRM Dr. Kusumo Putro, S.H., M.H., seorang tokoh pergerakan dan advokat senior asal Solo, Jawa Tengah.
Ia menyatakan, langkah penonaktifan tersebut merupakan "akal-akalan" yang justru membodohi rakyat.
Dalam pandangannya, penonaktifan yang digaungkan para pimpinan partai hanyalah sebuah lelucon, sebab anggota dewan yang dinonaktifkan tetap menerima gaji, tunjangan, dan segala fasilitasnya.
"Penonaktifan tidak dikenal dalam UU MD3 maupun peraturan tata tertib DPR. Ini jelas-jelas membodohi rakyat," tegas Kusumo Putro yang juga tergabung dalam Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Kamis (5/9/2025).
Ia menerangkan, aturan yang sebenarnya hanya mengenal dua mekanisme yakni pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap.
Pemberhentian sementara hanya dapat dilakukan jika anggota dewan tersangkut perkara pidana dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun, dan keputusannya harus melalui Rapat Paripurna DPR, bukan sekadar keputusan internal partai.
Sementara, pemberhentian tetap baru dapat dilakukan apabila telah ada putusan hukum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
Oleh karena itu, Kusumo Putro mendesak agar para anggota dewan yang pernyataannya memicu kemarahan publik dan kerusuhan massal untuk langsung dipecat, bukan sekadar dinonaktifkan.
Ia juga mendorong agar aparat penegak hukum menjerat mereka yang dianggap memprovokasi dengan pidana.
Baca juga: Sosok Mercy Jasinta, Penggalang Petisi Tolak PTDH Kompol Cosmas Tembus 120 Ribu Lebih Tanda Tangan
"Akibat provokasi mereka, Gedung DPRD Kota Solo dibakar, fasilitas umum dirusak. Ini merugikan kota kami secara materiil dan menghancurkan nama baik Solo yang dibangun puluhan tahun," ujarnya.
Ia menunjuk sejumlah nama seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Adies Kadir yang menurutnya harus bertanggung jawab atas ucapan yang memantik kisruh tersebut.
Di akhir pernyataannya, sebagai Ketua Umum Forum Budaya Mataram (FBM), Kusumo Putro mendesak institusi penegak hukum untuk segera memproses para wakil rakyat yang ucapan dan perilakunya telah menyakiti hati nurani rakyat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit.
Langkah tegas diperlukan bukan hanya untuk memulihkan kepercayaan publik, tetapi juga untuk menegakkan prinsip keadilan bahwa setiap orang, termasuk anggota dewan, harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.