Kasus Dugaan Korupsi di Kemendikbud
Pengamat Sebut Penetapan Nadiem Sebagai Tersangka Tak Lepas dari Rumusan Pasal 2 & 3 UU Tipikor
Penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tidak lepas dari rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tipikor.
Penulis:
Ibriza Fasti Ifhami
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Universitas Parahyangan Agustinus Pohan buka suara mengenai penetapan eks Mendikbud Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi laptop Chromebook.
Agustinus Pohan SH MS adalah seorang pakar hukum pidana dan dosen senior di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung.
Ia dikenal luas karena pandangannya yang kritis terhadap berbagai isu hukum di Indonesia, terutama dalam bidang hukum pidana, kriminologi, dan sistem peradilan pidana.
Agustinus mengatakan, penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tidak lepas dari rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang tidak secara rinci merumuskan unsur mens rea atau niat awal pelaku.
Menurutnya, rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tersebut memudahkan aparat penegak hukum untuk menjerat seseorang dalam kasus korupsi, sekalipun yang bersangkutan tidak bersalah.
"Akar persoalan ada pada perumusan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Di sana tidak dirumuskan unsur mens rea-nya, dalam hal ini unsur "sengaja". Keadaan ini tentu memudahkan untuk menjerat koruptor tetapi sekaligus juga bisa menyasar mereka yang tidak bersalah," kata Agustinus, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (5/9/2025).
Ia mengatakan, sudah banyak korban dari keberlakuan pasal-pasal tersebut, di antaranya mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) Hotasi Nababan, eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, dan mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan.
Selain itu, katanya, banyak juga orang lain yang bukan siapa-siapa terjerat pasal-pasal UU Tipikor tersebut, sehingga tidak menarik perhatian publik.
Ia kemudian menuturkan, dalam setiap transaksi akan ada pihak yang mendapatkan manfaat.
Sehingga, apabila tidak dibuktikan mens rea-nya, maka setiap pelanggaran administratif akan dapat dimaknai sebagai korupsi.
"Sudah banyak korban dari Pasal ini, beberapa merupakan pihak yang dikenal dalam masyarakat seperti Hotasi, Lembong, mungkin pula Karen Agustiawan dan lain-lain, tetapi banyak pula mereka yang bukan siapa-siapa sehingga tidak menarik perhatian publik," jelasnya.
Lebih lanjut, Agustinus menyoroti saat ini Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tengah diujikan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia berharap Mahkamah Konstitusi dapat memperbaiki rumusan pasal-pasal UU Tipikor tersebut.
"Pasal 2 dan 3, saat ini sedang diuji di MK untuk kesekian kalinya, semoga saja MK cukup punya keberanian melakukan perbaikan agar pemberantasan korupsi tepat sasaran dan tidak koruptif," pungkasnya.
Sebagai informasi, pengujian materiil UU Tipikor di MK teregistrasi dengan nomor Perkara 142/PUU-XXII/2024 dan 161/PUU-XXII/2024.
Tentang Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor
Pasal 2 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, merupakan dua pasal yang paling sering digunakan untuk menjerat pelaku korupsi di Indonesia.
Keduanya memiliki cakupan yang luas dan sering disebut sebagai “pasal primadona” oleh penegak hukum.
Pasal 2 UU Tipikor
Inti pasal: Menjerat siapa pun yang melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi dan merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Bunyi Pasal 2 ayat (1):
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar."
Ayat (2) bahkan menyebutkan bahwa dalam keadaan tertentu, pelaku bisa dijatuhi pidana mati.
Nadiem Makarim Ditetapkan Tersangka
Sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan laptop chromebook dalam Program Digitalisasi Pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2019-2022.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan, penetapan tersangka itu usai pihaknya mendapatkan bukti yang cukup terkait keterlibatan Nadiem dalam perkara korupsi pengadaan laptop.
"Pada hari ini telah menetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAM selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi periode 2019-2024," ucap Nurcahyo dalam jumpa pers di Gedung Kejagung RI, Kamis (4/9/2025).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem pun langsung dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari kedepan.
Atas perbuatannya itu Nadiem disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 3 Jo 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Alhasil kini telah ada lima orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi chromebook tersebut.
Kelima tersangka itu yakni:
- Nadiem Makarim - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendiknudristek) periode 2019-2024
- Jurist Tan - Mantan Staf Khusus Mendiknudristek era Nadiem Makarim
- Ibrahim Arief - Mantan Konsultan Kemendikbudristek
- Sri Wahyuningsih - Direktur Sekolah Dasar (SD) Kemendikbud tahun 2020-2021
- Mulatsyah - Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kemendikbud tahun 2020-2021.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.