Kamis, 11 September 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Hakim Djuyamto Keburu Ditangkap, Tas Titipan Berisi Valas SGD Tak Sampai ke Tangan Sopirnya 

Hakim Djuyamto keburu ditangkap tas titipannya berisi valuta asing dolar Singapura, uang rupiah, 2 ponsel dan cincin batu belum diterima sopirnya.

Tribunnews.com/Rahmat W. Nugraha
SIDANG EKSPOR CPO - Sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi terdakwa hakim non aktif Djuyamto, Agam Syarief Baharuddin, Ali Muhtarom, Wahyu Gunawan dan Arif Nuryanta di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Isi tas yang dititipkan ke Satpam PN Jaksel, Mohammad Sofyan dari Hakim Djuyamto, diperlihatkan di persidangan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Djuyamto keburu ditangkap sebelum tas titipannya berisi valuta asing dolar Singapura, uang rupiah, dua ponsel, dan cincin batu itu sempat diterima sopirnya Edi Suryanto.

Adapun hal itu terungkap pada sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas korporasi, pada pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, pada Rabu (10/9/2025) malam.

Duduk sebagai terdakwa dalam perkara tersebut yakni eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, tiga mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan

Mulanya jaksa di persidangan menanyakan isi tas yang dititipkan Hakim Djuyamto kepada saksi Satpam PN Jaksel, Mohammad Sofyan.

Kemudian dikatakan Sofyan, tas tersebut dititipkan untuk diserahkan ke sopir Djuyamto, Edi Suryanto.

Diterangkannya ia tak pernah membuka tas tersebut.

Ia baru mengetahui isi tas tersebut setelah dibuka oleh penyidik

Baca juga: Eks Ketua PN Jakpus hingga Marcella Santoso Jadi Saksi Sidang Korupsi CPO Hari Ini

Tas tersebut berisi Dollar Singapura, uang rupiah, dua buah handphone dan cincin batu.

Jaksa lalu menanyakan tas tersebut belum sempat diserahkan ke sopir Djuyamto, Edi Suryanto.

"Berarti belum sempat diserahkan ke Pak Edi," tanya jaksa, kemudian dijawab saksi Sofyan belum sempat.

Jaksa kembali menanyakan berapa lama tas tersebut berada dalam penguasaan saudara Sofyan.

"Sabtu malam, sampai Rabu pagi pak, saya ke gedung Kejagung," jawabannya.

 

Hakim Djuyamto Didakwa Terima Suap Rp9,5 Miliar 

Hakim nonaktif Djuyamto didakwa menerima suap sebesar Rp9,5 miliar terkait vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. 

Perkara ini melibatkan tiga korporasi besar: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Jaksa penuntut umum membacakan dakwaan tersebut dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Baca juga: Hakim Djuyamto Sumbang Rp2 Miliar dari Uang Pelicin Vonis CPO Buat Gedung NU Kartasura

Dalam dakwaan, disebutkan bahwa total suap yang diterima oleh lima hakim nonaktif dalam perkara ini mencapai USD 2,5 juta atau sekitar Rp40 miliar. Uang tersebut dibagi dalam dua tahap, termasuk kepada Djuyamto.

Djuyamto disebut menerima:

Tahap pertama: Valas pecahan USD dan SGD senilai Rp1,7 miliar

Tahap kedua: Pecahan USD senilai Rp7,8 miliar Total: Rp9,5 miliar

“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” ujar jaksa dalam persidangan.

Jaksa Wahyu Gunawan dan Muhammad Arif Nuryanta menjelaskan bahwa suap tersebut bertujuan memengaruhi tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom, agar menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi yang terlibat dalam korupsi ekspor CPO sepanjang Januari hingga April 2022.

VONIS LEPAS CPO - Hakim non-aktif Djuyamto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025). Ia menjadi terdakwa kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi. Mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto disebut sumbang uang Rp2 miliar untuk pembangunan gedung NU Kartasura
VONIS LEPAS CPO - Hakim non-aktif Djuyamto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025). Ia menjadi terdakwa kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi. Mantan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Djuyamto disebut sumbang uang Rp2 miliar untuk pembangunan gedung NU Kartasura (Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha)

Atas perbuatannya, Djuyamto didakwa melanggar Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 2, atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, dalam tahap tuntutan, Kejaksaan Agung menuntut ketiga korporasi membayar uang pengganti dengan nilai fantastis:

Wilmar Group: Rp11,8 triliun

Musim Mas Group: Rp4,89 triliun

Permata Hijau Group: Rp937,55 miliar

Total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp17,7 triliun.

Namun, pada Maret 2025, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin justru memutus vonis lepas (ontslag) terhadap ketiga korporasi tersebut. 

Keputusan itu langsung direspons jaksa dengan pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung.

Seiring dengan langkah hukum tersebut, Kejaksaan Agung melakukan penyidikan lanjutan dan menetapkan ketiga hakim sebagai tersangka kasus suap.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan