Minggu, 28 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Program MBG Didesak Dimoratorium Buntut Banyak Kasus Keracunan hingga Gerus Anggaran Pendidikan

Satriwan mengatakan dampak negatif bukan hanya dirasakan oleh siswa, tetapi juga para guru di sekolah penerima program MBG

Tribunjabar.id/Fauzi Noviandi
KERACUNAN MBG - Seorang Murid SDN Taruna Bakti saat menjalani perawatan di Puskesmas Cugenang, Kabupaten Cianjur, Kamis (25/9/2025). Banyaknya kasus keracunan ini menjadi dasar Koordinator Nasional (Kornas) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim meminta program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan sementara atau moratorium 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Nasional (Kornas) Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim mendesak program Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan sementara atau moratorium buntut banyaknya kasus siswa sekolah yang keracunan.

Menurutnya, kasus yang belakangan terjadi bisa menjadi dasar agar pemerintah mengevaluasi secara total program tersebut.

"Itu yang kami rasa di P2G meminta agar dimoratorium, bukan distop, karena itu adalah kebijakan negara-negara di dunia, termasuk di negara maju ya yakni Denmark, Belgia kemudian Finlandia termasuk negara berkembang seperti india yang mereka memberlakukan makan gratis yang bergizi," kata Satriwan kepada Tribunnews.com, Kamis (25/9/2025).

Satriwan mengatakan dampak negatif bukan hanya dirasakan oleh siswa, tetapi juga para guru di sekolah penerima program MBG.

"Karena yang jadi korban tidak hanya murid murid ya tapi juga guru guru, apalagi guru juga harus bertanggung jawab jika alat-alat makannya itu hilang atau rusak," ungkapnya.

Selain itu, Satriwan juga menyoroti anggaran program tersebut yang mengambil anggaran pendidikan sehingga bisa mengurangi kesejahteraan dunia pendidikan termasuk guru.

Baca juga: Program MBG di Malaysia Lebih Dulu Sukses, MBG di Indonesia Perlu Evaluasi

"Kami berharap di RAPBN 2026 anggaran MBG tidak mengambil dari anggaran pendidikan, nah tapi untuk sementara ini bagi P2G merekomendasikan agar MBG ini utk dimoratorium terlebih dahulu ya, utk dievaluasi mulai dari produksi, lembaga atau pihak yang ditunjuk ya untuk menyediakan MBG, kemudian bagaimana distribusinya," ucapnya.

Selanjutnya, dampak adanya program MBG, yakni terganggunya waktu belajar mengajar di sekolah.

"Sehingga pembelajaran relatif terganggu juga, karena guru guru ikut mendistribusikan MBG, apalagi di level SD, level Madrasah yang mana masih harus ada guru ya di samping anak anak tersebut mendampingi mereka," jelasnya.

Lalu, laporan yang didapat P2G juga terdampak kepada para pelaku usaha di kantin sekolah. Omzet para pelaku usaha pun ikut terdampak akibat MBG.

"Banyak juga laporan ke kami dari kantin kantin sekolah yang mereka terdampak karena omzetnya berkurang drastis karena asupan makan siang anak anak itu berasal dari pihak luar, bukan dari pihak kantin sekolah," ungkapnya.


Sebagai informasi, k!sus keracunan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih terjadi di sejumlah daerah. Terbaru kasus dugaan keracunan MBG terjadi di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Sejak program ini diluncurkan pada 6 Januari 2025 lalu atau 9 bulan berjalan ini, pemerintah melaporkan jumlah penerima manfaat terdampak insiden keamanan pangan.

Istana melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari merinci kasus dan korban keracunan program MBG.

Ada data dari tiga lembaga sebagai berikut Badan Gizi Nasional (BGN), 46 kasus keracunan, dengan jumlah penderita 5.080, ini data per 17 September.

Kedua dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data per 16 September.

Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025.

“Dari data dari tiga lembaga tersebut, kasus keracunan menimpa 5 ribu an penerima manfaat,” kata Qodari di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/9/2025).

Menurut Qodari hasil kajian BPOM,  puncak kejadian keracunan terjadi pada Agustus 2025, dengan sebaran terbanyak di Jawa Barat.

Adapun penyebab utama keracunan tersebut diantaranya adalah higienitas makanan, suhu dan ketidaksesuaian pengolahan pangan, kontaminasi silang, serta indikasi alergi pada penerima manfaat.
 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan