Program Makan Bergizi Gratis
Prabowo Cemas MBG Dipolitisasi, Pengamat: Pemerintah Harusnya Transparan, Cegah Persepsi Liar Publik
Emrus Sihombing menilai, pemerintah justru seharusnya harus bersikap transparan atau terbuka agar kecemasan Prabowo soal politisasi MBG teratasi.
TRIBUNNEWS.COM - Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menanggapi pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang mewanti-wanti agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak dipolitisasi.
Sebelumnya, hal tersebut disampaikan Prabowo saat sesi wawancara cegat (intercept interview) di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9/2025), menanggapi pertanyaan awak media soal MBG yang diwarnai kasus keracunan di berbagai daerah.
Prabowo mengaku, tetap mengawasi perkembangan MBG dan akan memanggil Kepala BGN (Badan Gizi Nasional) Dadan Hindayana dan melakukan pembahasan bersama sejumlah pejabat terkait.
"Jadi begini, saya baru dari luar negeri, tujuh hari, saya monitor perkembangan itu [MBG], habis ini saya langsung akan panggil kepala BGN dengan beberapa pejabat, akan kita diskusikan," kata Prabowo, Sabtu.
Ia menyebut akan menyelesaikan kasus keracunan MBG dengan baik sekaligus meminta kewaspadaan supaya program tersebut tidak dipolitisasi.
"Ini masalah besar, jadi pasti ada kekurangan di awal ya. Tetapi, saya juga yakin bahwa kita akan selesaikan dengan baik," tutur Prabowo.
"Kita harus waspada jangan sampai ini dipolitisasi," sambungnya.
"Tujuan makan bergizi adalah untuk anak-anak kita yang sering sulit makan. Mungkin kita-kita ini makan lumayan. Mereka tuh makannya hanya nasi pakai garam. Ini yang harus kita atasi ya. Untuk memberi makan sekian juta pasti ada hambatan di tangan ini. Kita atasi ya," pungkasnya.
Kata Pengamat: Agar MBG Tak Dipolitisasi, Pemerintah harus Terbuka
Terkait permintaan Prabowo agar MBG tidak dipolitisasi, Emrus menilai, pemerintah justru seharusnya bersikap transparan atau terbuka agar isu miring soal politisasi tersebut teratasi.
Menurutnya, jika pemerintah melakukan transparansi, publik tidak akan memiliki persepsi yang liar alias kecurigaan.
Baca juga: Viral Wali Murid Sekolah Elite Tolak MBG, Singgung Golongan Tak Mampu hingga Rapat Bawa Pajero
Hal ini disampaikan Emrus saat menjadi narasumber dalam program On Focus yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Selasa (30/9/2025).
"Sederhana bagi pemerintah, buka saja untuk mengatasi isu-isu miring, dipolitisasi kan begitu, Pak Prabowo mengatakan jangan dipolitisasi atau persepsi publik bisa tidak produktif, jalan satu-satunya bagi pemerintah; membuka semua kejadian tersebut, mengapa terjadi," tutur Emrus.
"Ke-mengapa-annya menjadi sesuatu yang penting, karena kalau tidak dijelaskan, masyarakat akan mempunyai persepsi yang liar," tambahnya.
"'Jangan-jangan,' 'jangan-jangan,' jangan-jangan.' Kan begitu," sambungnya.
Kemudian, Emrus menyoroti aspek-aspek dalam program MBG yang harus dibuka oleh pemerintah, mulai dari pengelolaan dana, proses bahan baku, proses produksi di dapur, hingga soal distribusi.
Menurutnya, masyarakat membentuk persepsi liar karena pelaksanaan program MBG oleh pemerintah dinilai kurang transparan.
Sehingga, Emrus mengimbau pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN) untuk lebih terbuka soal MBG.
BGN sendiri adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 dan bertugas melaksanakan pemenuhan gizi nasional, salah satunya melalui program MBG.
"Jadi, supaya tidak terjadi persepsi yang liar semacam ini, pemerintah dalam hal ini adalah Badan Gizi Nasional, buka saja prosesnya," papar Emrus.
Lebih lanjut, kata Emrus, Prabowo harusnya memerintahkan Kepala BGN Dadan Hindayana untuk melakukan transparansi mengenai program MBG demi memeroleh kepercayaan publik.
Terutama yang berkaitan dengan dana, apalagi dana yang dipakai berasal dari uang rakyat juga.
"Jadi, Bapak Prabowo Subianto sejatinya memerintahkan kepala badan Gizi Nasional buka semua kelebihannya, buka semua kelemahannya supaya publik bisa trust," kata Emrus.
"Tentu dengan dibukanya kelemahan-kelemahan tersebut, misalnya bisa saja ada penyunatan biaya per orang sekian ribu atau Rp15.000 sampai jadi sekian, baru bagaimana proses bahan baku, sehingga publik mengetahui," ujarnya.
"Dana yang kita keluarkan untuk makan bergizi gratis itu triliunan, duit siapa? Duit rakyat. Duit keluarga korban itu, duit kita," imbuhnya.
Selanjutnya, Emrus menilai, program MBG tidak disebut gratis, karena itu tetap dibiayai dengan menggunakan uang rakyat.
"Maka saya terus terang, sudah harusnya diubah, bukan makan bergizi gratis, kalau gratis kan seolah-olah diberikan begitu tanpa ada biaya, itu dana [MBG adalah] duit dari kantong Anda, dari saya, dari keluarga yang memakan makanan bergizi gratis itu dengan pajak kita," papar Emrus.
"Oleh karena itu, kita ubah sajalah makan bergizi nasional, bukan gratis gitu, karena kita bayar," tandasnya.
Update Data Keracunan MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif prioritas pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto - Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka yang diluncurkan pada awal 2025.
Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah dan balita untuk mengatasi stunting, dengan target 20 juta penerima manfaat hingga akhir tahun.
Program ini dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN), melibatkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur sentral untuk memproduksi dan mendistribusikan makanan.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya selama hampir 10 bulan terakhir, program MBG diwarnai sederet kasus keracunan di berbagai daerah di Indonesia.
Sejumlah lembaga telah merilis data terbaru mengenai angka kasus keracunan MBG di berbagai daerah di Indonesia.
Data dari Ombudsman RI
Ombudsman RI menyebut, ada 34 kejadian luar biasa (KLB) keracunan akibat sajian MBG dengan ribuan siswa yang menjadi korban, sejak program tersebut diluncurkan pada awal Januari 2025 hingga September 2025.
Ada beberapa daerah dengan korban keracunan MBG yang terbilang besar, yakni 657 siswa di Garut, Jawa Barat.
Lalu, ada 497 siswa di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kemudian, kasus terbesar di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat dengan 1.333 siswa mengalami keracunan dan harus mendapat perawatan medis.
Di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada 276 siswa terdampak.
Selain itu, ada pula kejadian siswa keracunan di Bengkulu, Sulawesi Tengah, Bangka Belitung hingga Kabupaten Bogor.
Data dari BGN
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat sebanyak 70 kasus keracunan MBG dengan total 5.914 orang terdampak sejak Januari hingga 25 September 2025.
Kasus tersebar di tiga wilayah besar:
- Wilayah I (Sumatera): 9 kasus, 1.307 korban
- Wilayah II (Jawa): 41 kasus, 3.610 korban
- Wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Indonesia Timur): 20 kasus, 997 korban
Lima daerah dengan jumlah korban tertinggi:
- Kota Bandar Lampung: 503 orang
- Kabupaten Lebong, Bengkulu: 467
- Kabupaten Bandung Barat: 411
- Kabupaten Banggai Kepulauan: 339
- Kabupaten Kulon Progo: 305
Lonjakan kasus terjadi pada Agustus 2025 dan September 2025.
Pada Agustus, tercatat 1.988 korban dari 9 kasus, sementara pada September melonjak menjadi 2.210 korban dari 44 kasus.
Data dari JPPI
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat per 27 September 2025, korban keracunan MBG sudah mencapai 8.649 anak.
Terjadi lonjakan jumlah korban keracunan, sebanyak 3.289 anak dalam dua pekan terakhir.
Pada September saja, jumlah korban keracunan per minggunya selalu mengalami peningkatan.
Penambahan jumlah korban terbanyak terjadi pada satu pekan terakhir September (22-27 September 2025), dengan korban mencapai 2.197 anak.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.