Program Makan Bergizi Gratis
Prof Sulfikar Amir Sebut Program MBG Prabowo Oversize: Harusnya Targeted, Enggak Semua Orang Butuh
Prof Sulfikar Amir menyebut program MBG oversize atau terlalu besar ukurannya karena melihat dari cara MBG itu didistribusikan ke sekolah-sekolah.
TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog Nanyang Technological University (NTU) Singapore, Profesor Sulfikar Amir, menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi unggulan Presiden Prabowo Subianto itu bermasalah, setelah maraknya kasus keracunan MBG di berbagai wilayah di Indonesia.
Proyek MBG, sebut Sulfikar, dinilainya sangat tidak wajar akibat ribuan kasus keracunan itu, meskipun Prabowo sebelumnya menyatakan bahwa jumlah kasus keracunan yang terjadi masih di bawah satu persen, yakni 0,007 persen dari total 30 juta penerima manfaat.
Prabowo pun mengklaim bahwa jumlah kasus keracunan itu tidak lantas menandakan kegagalan program MBG ini.
Namun, bagi Sulfikar, pernyataan Prabowo tersebut tidak ada artinya, karena menurut dia ketika sedang bicara soal kasus keracunan ini, mau sebanyak apapun korbannya, tidak bisa dipersentasekan.
"Proyek MBG ini bermasalah dan mengakibatkan kasus keracunan sampai ribuan orang gitu. Sangat tidak wajar, walaupun dinormalisasi oleh Prabowo kemarin ketika dia mengatakan bahwa kasus ini itu cuma 0,0017 persen," kata Sulfikar, dikutip dari YouTube Abraham Samad SPEAK UP, Jumat (3/10/2025).
"Buat saya pernyataan itu tidak bermakna, tidak ada artinya. Ketika kita bicara tentang krisis ya, berapapun kecilnya ya, itu kan manusia, jadi enggak bisa, kita enggak bicara persentase," imbuhnya.
Sulfikar pun menyebut bahwa program MBG itu oversize atau terlalu besar ukurannya, karena melihat dari cara MBG tersebut didistribusikan ke sekolah-sekolah.
Dia kemudian menjelaskan, program kesejahteraan biasanya didistribusikan dengan dua cara, yakni secara universal atau mencakup semua kalangan dan targeted yakni hanya kalangan tertentu saja.
"Program MBG atau proyek MBG ini oversale dan oversize, ukurannya terlalu gede. Kenapa saya bilang begitu? Kita lihat pendekatan yang diambil oleh Prabowo untuk mendistribusikan program makanan sekolah," ujarnya.
"Biasanya dalam program kesejahteraan itu ada dua pendekatan distribusi. Pertama yang bersifat universal, di mana semua orang dapat. Kedua yang bersifat targeted, di mana sekelompok orang yang dapat," jelasnya.
Menurut Sulfikar, untuk hal-hal yang bersifat ketimpangan seperti MBG yang tujuannya untuk memperbaiki gizi buruk di Indonesia, seharusnya didistribusikan secara targeted untuk yang benar-benar membutuhkan saja.
Baca juga: Menkes Budi Gunadi Akan Cek Rutin Dapur MBG Seminggu Sekali: Kita Didik Semua SPPG Supaya Patuh
Pasalnya, kata Sulfikar, tidak semua orang membutuhkan hal yang sama.
"Nah, untuk hal-hal yang bersifat ketimpangan biasanya itu program kesejahteraannya bersifat targeted. Jadi orang yang benar-benar membutuhkan saja. Universal misalnya pendidikan dan kesehatan, semua orang harus dapat karena kebutuhan kita sama, itu universal ya, makanya program asuransi kesehatan, program pendidikan gratis, itu untuk semua orang, universal," jelas Sulfikar.
"Tapi kalau untuk hal-hal yang bersifat memitigasi ketimpangan, itu nggak bisa disebutnya secara universal karena tidak akan terjadi pemborosan karena tidak semua orang memiliki kebutuhan yang sama."
"Jadi hanya orang yang butuh saja, yaitu orang-orang yang mengalami atau kelompok-kelompok populasi yang rentan terhadap malnutrisi atau kekurangan gizi. Jadi mestinya program makan sekolah ini harusnya bersifat targeted," imbuhnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.