Senin, 6 Oktober 2025

HUT TNI

PDIP Sebut Doktrin Pertahanan Semesta Prabowo Masih Relevan Hadapi Dinamika Geopolitik Global

Menurut Said, doktrin pertahanan semesta yang diusung Presiden Prabowo Subianto masih relevan dalam menghadapi dinamika geopolitik global.

Tribunnews/Jeprima
DOKTRIN PERTAHANAN SEMESTA - Presiden Prabowo Subianto melaksanakan inspeksi pasukan pada Upacara HUT ke-80 TNI di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025). Ketua DPP PDIP Said Abdullah, menilai doktrin pertahanan semesta yang diusung Presiden Prabowo Subianto masih relevan dalam menghadapi dinamika geopolitik global serta bentuk-bentuk ancaman yang semakin kompleks. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, menilai doktrin pertahanan semesta yang diusung Presiden Prabowo Subianto masih relevan dalam menghadapi dinamika geopolitik global serta bentuk-bentuk ancaman yang semakin kompleks.

Menurut dia, sistem pertahanan Indonesia perlu menjawab tantangan bukan hanya dalam bentuk perang konvensional, melainkan juga ancaman multidimensi yang mencakup aspek politik, ekonomi, budaya, dan siber.

"Apakah kita cukup puas dengan penobatan sebagai kekuatan militer terkuat di ASEAN, dan peringkat 13 dunia oleh Global Firepower? Jawabannya tentu bukan soal puas dan tidak puas. Tetapi yang kita perlukan adalah menganalisis kembali, apakah sistem pertahanan dan jalan kita menuju Minimum Essential Force (MEF) sudah on the track,” kata Ketua Banggar DPR RI ini kepada wartawan, Senin (6/10/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Said dalam momentum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Sumber Daya untuk periode 2025–2030 ini menekankan, sifat pertahanan semesta melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya nasional. 

Dalam hal ini, kata dia, TNI dan Polri tetap menjadi komponen utama, namun didukung oleh partisipasi aktif masyarakat yang terlatih dalam upaya bela negara.

Said menyoroti bahwa bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara kini tidak lagi semata dalam bentuk serangan militer terbuka, tetapi juga serangan asimetris dan non-konvensional. 

Untuk itu, ia berpandangan bahwa kolaborasi antara aparat keamanan dan masyarakat sipil menjadi hal yang penting.

“Dalam perang non-konvensional, TNI dan Polri tentu ada keterbatasan. Karena itu diperlukan dukungan rakyat terlatih, kaum profesional yang ahli di bidangnya masing-masing, terintegrasi dengan kekuatan TNI dan Polri,” ujar Said.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa kekuatan pertahanan konvensional tetap tidak bisa diabaikan. 

Menurut Said, pembangunan MEF menjadi tolok ukur apakah kekuatan pertahanan nasional telah memenuhi kebutuhan minimum yang esensial.

“Karena itu, MEF TNI diperlukan sebagai alat konfirmasi apakah TNI sudah mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum pertahanan yang ideal. Untuk mencapai MEF, dibutuhkan dukungan pengembangan organisasi, kemampuan industri militer, anggaran, dan profesionalitas prajurit," tegasnya.

Said juga menyoroti berbagai langkah pembenahan organisasi TNI yang telah dilakukan sejak Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan. 

Ia menyebut, dalam periode tersebut, Kementerian Pertahanan telah membentuk sejumlah satuan baru, seperti enam Komando Daerah Militer (Kodam), 14 Komando Daerah Angkatan Laut (Kodal), serta satuan-satuan baru lainnya di lingkungan TNI AU dan satuan elite.

"Bahkan, kini tengah dibangun lima Batalion Infanteri Marinir dan lima Batalion Komando Korps Pasukan Gerak Cepat,” tutur Said.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved