Kamis, 9 Oktober 2025

Kasus Korupsi PLTU Kalbar

4 Fakta Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla Terseret Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar, Rugikan Negara Rp1,35 T

Fakta-fakta pengusaha Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, terseret kasus korupsi PLTU 1 Kalimantan Barat.

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
HALIM KALLA – Rumah pengusaha Halim Kalla di Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, tampak lengang pada Senin (6/10/2025), dengan pagar terbuka dan suasana redup. Fakta-fakta pengusaha Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, terseret kasus korupsi PLTU 1 Kalimantan Barat. 

TRIBUNNEWS.COM - Fakta-fakta pengusaha Halim Kalla, adik dari Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, terseret kasus korupsi Proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Dalam kasus proyek PLTU Kalbar triliunan yang mangkrak sejak 2016 itu, juga menyeret sejumlah nama besar, seperti mantan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar.

Kini, Fahmi Mochtar dan Halim Kalla telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi PLTU oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri.

Hal tersebut, dikonfirmasi Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” ungkapnya. 

PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah, Kalimantan Barat, diketahui dimulai pada 2008 dengan pendanaan dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).

Namun, proyek ini gagal dimanfaatkan sejak 2016 meski telah diaddendum sebanyak 10 kali hingga 2018.

“Proyek PLTU diduga melawan hukum penyalahgunaan wewenang sehingga pekerjaan mengalami kegagalan alias mangkrak sejak 2016,” kata Cahyono.

Addendum adalah tambahan klausul dalam kontrak yang dibuat secara terpisah namun tetap menjadi bagian sah dari perjanjian pokok.

Baca juga: Adik JK Diduga Atur Lelang PLTU Kalbar, Polri Bongkar Skema Korupsi Rp1 Triliun

4 Fakta Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla 

1. Sosok Halim Kalla

Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ini, lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 1 Oktober 1957.

Tahun ini, ia memasuki usia 68 tahun.

Pada tahun 2006, Halim Kalla pernah menjadi pengusaha satu-satunya yang berani memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia.

DCS itu menjadi revolusi teknologi dalam pembuatan, peredaran, dan penayangan film di bioskop.

Halim Kalla juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tahun 2009.

Dikutip dari situs resmi KPU RI, Halim pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II periode 2009-2014.

Pria yang menamatkan pendidikan tinggi di State Univ. of New York at Buffalo, USA, ini juga merupakan Direktur Utama Intim Wira Energi Wisma Nusantara Jakarta.

Baca juga: Sosok Fahmi Mochtar Tersangka Kasus Korupsi PLTU Kalbar

2. Terseret Kasus PLTU Kalbar 

Terkini, Halim Kalla ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat 2008–2018.

Proyek PLTU senilai Rp1,254 triliun diduga bermasalah sejak awal.

Penyelidikan pun dilakukan sejak 2021 dan dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada 2024.

Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, membeberkan peran Halim Kalla dalam perkara ini.

"FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," katanya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

3. Diduga Rugikan Negara Rp 1,35 Triliun

Selain Halim Kalla, ada sejumlah sosok yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt. 

Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengungkapkan empat tersangka, satu di antaranya mantan Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar.

“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” ucap Irjen Cahyono Wibowo, dalam konferensi pers, Senin ini.

PLTU yang berlokasi di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah itu, sejatinya menjadi bagian dari penguatan infrastruktur energi nasional. 

Namun, proyek yang dimulai sejak 2008 justru mangkrak sejak 2016 dan dinyatakan “total loss” oleh BPK.

Ditaksir, kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi proyek PLTU Kalbar ini, mencapai Rp 1 triliun. 

“Kalau kursnya sekarang Rp16.600 per dolar AS, berarti kerugian negara kurang lebih Rp1,350 triliun,” jelas Cahyono.

4. Kronologi Kasus: dari Lelang PLTU ke Dugaan Korupsi

Diberitakan sebelumnya, PLTU Kalbar-1 dilelang pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero), bersumber dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).

Selanjutnya, pemenang lelang ditetapkan sebagai konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin Halim Kalla.

Tetapi, konsorsium dinilai tidak memenuhi sejumlah persyaratan prakualifikasi dan teknis. 

Mereka tak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW, tidak menyerahkan laporan keuangan audited tahun 2007, dan tidak menyampaikan dokumen SIUJKA.

“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” kata Cahyono.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium adalah himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama; kumpulan pedagang dan industriawan; perkongsian.

Adapun kontrak pekerjaan senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR dan Fahmi Mochtar.

Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.

“Seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas. Proyek mangkrak, tapi uang sudah mengalir,” tambah Cahyono.

Pembangunan PLTU gagal dimanfaatkan sejak 2016, meski kontrak telah direvisi sepuluh kali hingga 2018.

Baca juga: Proyek PLTU Mangkrak yang Libatkan Eks Dirut PLN dan Adik Jusuf Kalla Rugikan Negara Rp1,35 Triliun

Menurut laporan investigatif BPK RI, proyek ini menimbulkan indikasi kerugian negara sebesar USD 62,410 juta dan Rp323,2 miliar.

Polri menyebut kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum dalam pengadaan barang dan jasa.

Dugaan Aliran Dana Suap

Kemudian, Polri mendalami dugaan aliran dana dari konsorsium BRN melalui PT PI kepada sejumlah pihak yang diduga menerima suap.

Cahyono menyebut, ada beberapa pihak yang menerima aliran uang. 

"Untuk mendalami dan menyempurnakan kami perlu alat bukti tambahan," ucapnya.

Kasus ini, awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat sejak April 2021.

Kemudian, diambil alih oleh Bareskrim Polri pada November 2024 karena keterbatasan anggaran dan risiko kerawanan.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Reynas Abdila/Abdul Qodir, Wahyu Aji)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved