Muktamar PPP
Ketua Mahkamah PPP: Mardiono Jadi Ketum Partai Masih Cacat Hukum meski Islah dengan Agus Suparmanto
Ketua Mahkamah Partai menilai masih adanya cacat hukum terkait Mardiono menjadi Ketua Umum PPP meski sudah islah dengan Agus Suparmanto.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Mahkamah PPP periode 2020-2025, Ade Irfan Pulungan, menilai ditetapkannya Mardiono sebagai Ketua Umum PPP periode 2025-2030. etelah dilakukannya islah atau rekonsiliasi dengan Agus Suparmanto, tetap cacat hukum.
Sebelumnya, terjadi dualisme di tubuh PPP setelah Mardiono dan Agus saling mengeklaim terpilih menjadi ketua umum berdasarkan Muktamar X yang digelar di Ancol, Jakarta Utara pada 27 September 2025 lalu.
Kemudian islah pun disepakati setelah Menteri Hukum (Menhum) Supratman Andi Atgas mengeluarkan surat keputusan (SK) yang menyatakan Ketua Umum PPP adalah Mardiono. Sementara wakilnya dijabat oleh Agus.
Proses islah ini dilakukan pada Senin (6/10/2025) lalu.
Adapun proses pertemuan dan islah antara Mardiono dan Agus Suparmanto dilakukan pada Jumat (3/10/2025) di sekitar Senayan, Jakarta Pusat dan dilanjutkan dengan pertemuan di Kantor Kemenkum, Senin.
Kembali lagi dengan pernyataan Ade Irfan, dia mengungkapkan alasan ditetapkannya Mardiono sebagai Ketua Umum PPP cacat secara hukum meski sudah ada SK dari Menhum karena tidak sesuai dengan mekanisme Muktamar dan aturan hukum itu sendiri.
"Kalau islahnya tetap dipertahankan Mardiono menjadi ketua umum yang melalui proses-proses tidak cermat, yang proses-proses tidak sesuai dengan mekanisme tatib perjalanan muktamar, yang melalui tidak sesuai mekanisme aturan hukum, saya tidak bisa menyatakan secara hukumnya."
"Islah kan keputusan politik, silahkan mereka yang mengambil sebuah sikap itu. Tapi bagi saya, masih ada cacat hukum kalau kita mau menaati aturan hukumnya," ujarnya dalam wawancara eksklusif yang ditayangkan di YouTube Tribunnews, Selasa (7/10/2025).
Baca juga: VIDEO WAWANCARA EKSKLUSIF Ketika Para Kiai Marah: Cawe-cawe di Balik Gejolak, SK dan Islah PPP
Ade Irfan juga menganggap islah ini justru semakin membuat sebagian besar kader PPP marah.
Bahkan, kata Ade Irfan, para ulama di PPP turut marah dengan islah yang disepakati antara Mardiono dan Agus.
Ia menuturkan kemarahan itu diakibatkan SK yang ditandatangani oleh Supartman tidak sesuai dengan hasil muktamar X PPP di Ancol.
"Udah, udah (kader menolak islah dan mau mundur). Bisa terjadi seperti itu (mengajukan mundur). Para ulama-ulama saya dengar memang marah karena memang tidak menginginkan kejadian ini."
"Mereka mengetahui sesungguhnya perjalanan muktamar itu kok hasilnya begini," jelas Ade Irfan.
Di sisi lain, sebelum islah terjadi, Ade Irfan juga menyebut adanya isu bahwa para pendukung Agus akan dipecat sebagai kader.
Adapun isu itu berhembus sesaat setelah SK penetapan Mardiono sebagai Ketua Umum PPP.
Namun, Ade Irfan menyebut saat islah disepakati, pemecatan tidak akan dilakukan oleh Mardiono.
"Katanya tidak ada pemecatan (usai SK terbit) yang dilakukan. Ini kan ketuanya tetap Pak Mardiono dan dia punya otoritas. Karena begitu SK tanggal 1 Oktober itu keluar, teman-teman DPC dan DPW pendukung Pak Agus sudah khawatir akan pemecatan dan PAW (pergantian antar waktu). Ini kan sadis," ujarnya.
"Lalu kesepakatan yang saya dengar (saat islah) tidak ada pemecatan. Jadi tidak ada pemecatan di semua struktur partai di tingkat DPW, DPC, dan di tingkat anggota DPR tidak ada pergantian antar waktu," sambung Ade Irfan.
Alasan Agus Suparmanto Terpilih Jadi Ketum PPP saat Muktamar
Agus sempat diumumkan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP dalam Muktamar X sebelum diterbitkannya SK oleh Supartman yang menyatakan Mardiono sebagai Ketua Umum PPP.
Ade Irfan pun menjelaskan terkait alasan terpilihnya Agus secara aklamasi tersebut.
Salah satunya soal kepemimpinan Mardiono yang dianggap gagal lantaran PPP tidak melenggang ke Senayan dalam Pemilu 2024 lalu setelah hanya meraih 3,87 persen suara dari ambang batas lolos atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Sehingga, para muktamirin atau peserta muktamar menganggap Agus menjadi sosok yang cocok memimpin PPP dan mampu meloloskan partai ke Senayan pada Pemilu 2029 mendatang.
"Ini ijtihad-nya teman-teman yang ingin melakukan perubahan, yang ingin melakukan adanya PPP ini harus segera bangkit dan pada Pemilu 2029 berada lagi di Senayan."
"Mereka menganggap juga kepemimpinan Mardiono itu gagal karena dari ada kursi (DPR) 19 jadi 0," jelasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.