Dugaan Monopoli dan Maladministrasi Tender Haji Dilaporkan ke KPK dan Ombudsman
Dugaan maladministrasi dan indikasi praktik monopoli dalam proses tender layanan haji tahun 2026 dilaporkan ke KPK dan Ombudsman.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Masyarakat Pemerhati Haji (MPH) secara resmi melaporkan dugaan maladministrasi dan indikasi praktik monopoli dalam proses tender layanan haji tahun 2026 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman Republik Indonesia pada Rabu (8/10/2025).
Laporan ini didasarkan pada temuan lapangan mengenai pola keterlibatan perusahaan yang sama dari tahun ke tahun yang diduga mengakibatkan persaingan tidak sehat dan penurunan kualitas layanan bagi jemaah haji Indonesia.
Laporan tersebut diserahkan langsung oleh Pembina MPH, Dede Irawan, dan Ketua MPH, Nu’man Fauzi, yang mendatangi Gedung Merah Putih KPK pada pukul 10.00 WIB, dilanjutkan ke kantor Ombudsman RI pada pukul 11.00 WIB.
MPH menyoroti adanya pola keterlibatan sejumlah perusahaan penyedia layanan (syarikah) yang itu-itu saja dalam memenangkan tender layanan haji setiap tahunnya.
Pola ini dicurigai mengarah pada praktik monopoli yang berdampak langsung pada kualitas layanan yang diterima jemaah di Tanah Suci.
“Kami menilai perlu ada langkah tegas dari lembaga negara untuk menelusuri adanya dugaan monopoli dan ketidakberesan dalam tender layanan haji ini. Pelayanan haji adalah amanah umat, bukan ruang untuk mencari keuntungan sepihak,” kata Nu’man Fauzi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Menurut MPH, banyak keluhan dari jemaah terkait fasilitas dan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar yang dijanjikan, meskipun biaya perjalanan ibadah haji yang dibayarkan tergolong tinggi.
Dede Irawan menambahkan, besarnya perputaran dana dalam penyelenggaraan haji menjadi alasan kuat mengapa pengawasan ketat diperlukan.
Dengan asumsi biaya haji reguler sebesar Rp 92.988.000 per orang untuk kuota 221.000 jemaah, total dana yang dikelola bisa mencapai lebih dari Rp 20 triliun.
“Jumlah tersebut bukan angka kecil. Ini adalah dana umat yang harus dijaga akuntabilitasnya,” ujar Dede Irawan.
Langkah pelaporan ini merupakan tindak lanjut dari aksi yang telah dilakukan MPH pada 30 September 2025 di Kementerian Agama, KPK, dan DPR RI untuk mendesak pemerintah menindaklanjuti berbagai dugaan penyimpangan.
Selain melapor ke KPK dan Ombudsman, tembusan surat laporan juga disampaikan kepada Presiden RI, DPR RI, dan Kejaksaan Agung sebagai bentuk transparansi dan upaya sinergi dalam pengawasan publik.
Tanggapan KPK
Merespons laporan tersebut, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan apresiasinya atas partisipasi aktif publik dalam upaya pemberantasan korupsi.
Namun, ia menegaskan bahwa sesuai mekanisme, KPK tidak dapat memberikan konfirmasi atas penerimaan laporan, termasuk identitas pelapor dan materi yang dilaporkan, karena informasi tersebut bersifat dikecualikan.
“Kami pastikan, setiap laporan pengaduan yang diterima KPK, selanjutnya akan dilakukan verifikasi atas validitas informasi dan keterangan yang disampaikan pelapor. Kemudian akan dilakukan telaah dan analisis untuk melihat substansi materinya, apakah termasuk dalam dugaan tindak pidana korupsi serta menjadi kewenangan KPK atau tidak,” ujar Budi dalam keterangannya, Rabu (8/10/2025).
Baca juga: DPR Tetapkan Kementerian Haji dan Umrah sebagai Mitra Kerja Komisi VIII
Ia menambahkan bahwa perkembangan tindak lanjut dari laporan tersebut hanya akan disampaikan langsung kepada pihak pelapor.
Periksa Tiga Saksi, KPK Usut Aliran Fee Percepatan Kuota Haji ke Oknum Kemenag |
![]() |
---|
KPK Panggil Eks Bendahara Amphuri HM Tauhid Hamdi dan 2 Bos Travel |
![]() |
---|
KPK Beberkan Ragam Modus di Balik Uang Sitaan Korupsi Kuota Haji yang Hampir Mencapai Rp 100 Miliar |
![]() |
---|
KPK Kembalikan Alphard Sitaan dari Noel Ebenezer, Ternyata Mobil Sewaan Kemnaker |
![]() |
---|
Afgan Lebih Selektif Pilih Teman Usai Pulang Haji, Kenapa? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.