Selasa, 28 Oktober 2025

Mahfud MD Setuju Purbaya soal Ogah Bayar Utang Whoosh: Proyek Beratkan Pembangunan Lain

Mahfud mendukung langkah Purbaya yang menolak pembayaran utang Whoosh menggunakan APBN. Mahfud menyebut proyek Whoosh memberatkan proyek lain.

Kolase Tribunnews.com
DUKUNG SOAL WHOOSH - Kolase foto Mahfud MD dan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Mahfud mendukung langkah Purbaya yang menolak pembayaran utang Whoosh menggunakan APBN. Mahfud menyebut proyek Whoosh memberatkan proyek lain. 
Ringkasan Berita:
  • Mahfud mendukung langkah Menkeu Purbaya yang menolak membayar utang Whoosh menggunakan APBN.
  • Menurutnya, langkah tersebut sudah benar karena dia mengakui utang Whoosh membuat pembangunan di sektor lain terhambat.
  • Mahfud menduga bahwa ada dugaan mark up terkait biaya operasional Whoosh sehingga membuat utang ke China menumpuk.
  • Dia juga mengatakan adanya kemungkinan China meminta kompensasi tertentu jika utang terkait Whoosh tidak bisa dibayar Indonesia.

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mendukung langkah Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, yang enggan membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh.

Menurutnya, proyek Whoosh yang digarap di era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), telah memberatkan keuangan negara dan membuat pembangunan di sektor lain terhambat.

Sebagai informasi, skema pembiayaan proyek Whoosh adalah mayoritas berasal dari utang ke China Development Bank (CDB) dengan bunga setiap tahunnya yang harus dibayarkan sebesar 2 persen.

Adapun total investasi pembangunan Whoosh sebesar 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.

"Ternyata sekarang tidak mampu bayar dan sekarang tidak mau bayar Purbaya. Menurut saya benar Purbaya."

"Karena apa? Ini masalahnya sangat memberatkan bangsa. Kita membangun itu (Whoosh), menghilangkan pembangunan untuk rakyat yang lain kan, hanya disedot untuk pembangunan ini," katanya dikutip dari kanal YouTube miliknya, Selasa (14/10/2025).

Di sisi lain, dia menduga pembengkakan utang Whoosh karena adanya mark up

Pasalnya, sambung Mahfud, adanya perbedaan perhitungan antara Indonesia dan China terkait biaya operasional Whoosh untuk tiap kilometernya.

Baca juga: Soal Utang Kereta Cepat Whoosh, Jokowi Disebut Tak Dengarkan Nasihat Ignasius Jonan

Berdasarkan hitungan dari pihak Indonesia, biaya tiap kilometer Whoosh sebesar 52 juta dolar AS. Namun, menurut pihak China, biayanya lebih murah.

"Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta USD. Tapi hitungan dari China sendiri, 17-18 juta USD. Ini siapa yang menaikan?" katanya.

Mahfud khawatir jika Indonesia gagal bayar utang, maka China akan meminta kompensasi tertentu.

Dia mencontohkan salah satu kemungkinannya adalah China akan meminta membangun pangkalan laut di kawasan Laut Natuna yang tengah dalam suasana konflik.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan skema yang sama sempat dilakukan China ketika Srilanka gagal bayar utang ke Negara Tirai Bambu tersebut.

Ia mengungkapkan Srilanka pernah berutang ke China untuk membiayai pembangunan pelabuhan. Namun lantaran gagal bayar, pelabuhan tersebut kini dimiliki oleh China.

"Ini (China) kan bisa minta (membangun pangkalan laut) di Natuna Utara yang sedang konflik. Di tengahnya ada konflik, kan bisa merambah ke kita. Kalau merambah kita masuk ke daerah kita yang tidak masuk konflik, lalu membangun pangkalan di sana selama 80 tahun," jelas Mahfud.

Mahfud mengungkapkan jika skema yang disebutkannya itu dilakukan oleh China, maka pemerintah telah melanggar ideologi dan konstitusi.

Dia pun mengusulkan dua cara untuk menghindari Indonesia dari kompensasi yang diminta China jika gagal bayar utang pembangunan Whoosh.

Pertama, Mahfud ingin agar Purbaya tetap mencarikan cara agar bisa membayar utang ke China meski dirinya tetap mendukung langkah Menkeu untuk menolak pembayaran menggunakan APBN.

Kedua, dia meminta penegak hukum menyelidiki atas dugaan mark up terkait biaya operasional Whoosh tiap kilometernya.

"Hukum pidananya bisa ada, kalau itu (memang ada) mark up karena menurut (pengamat ekonomi) Antony Budiawan, di China harganya itu hanya 17-18, kok sekarang menjadi 53 juta USD. Ini harus diselidiki, kalau beneran mark up, itu harus diselidiki dan dicari," tegas Mahfud.

Purbaya Enggan Bayar Utang Whoosh

Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadwewa sudah menegaskan menolak pembayaran utang Whoosh dengan menggunakan APBN.

Dia mengungkapkan utang tersebut kini menjadi tanggungan dari Danantara selaku yang menaungi proyek itu.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu. Tapi kalau ini kan di bawah Danantara kan ya. Kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih," katanya saat Media Gathering Kemenkeu di Bogor, Jawa Barat, pada Jumat (10/10/2025).

Purbaya juga menegaskan pemerintah enggan untuk terus menerus menanggung beban keuangan dari proyek yang dikelola secara korporasi.

Dia turut mengingatkan agar pengelolaan antara sektor swasta dan pemerintah tidak tumpang tindih.

Ia mengatakan pembiayaan proyek kerjasama pemerintah dan swasta sepeti Whoosh harus jelas terkait porsi dari masing-masing pihak.

"Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government. Posisi saya sekarang yang saya tahu seperti mana saya belum disusunin sama mereka," tegasnya.

Utang Sekaligus Bunga Whoosh

Dikutip dari Kompas.com, investasi pembangunan Whoosh mencapai 7,27 miliar dollar AS atau Rp120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang ke China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema yang disepakati yaitu tetapnya besaran bunga yang disepakati selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, turut terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS. Pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pun menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi yakni sebesar 3 persen.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Direktur Utama (Dirut) PT KAI kala itu, Didiek Haryanto mengatakan besaran bunga utang pembangunan Whoosh dari CBD terbagi menjadi dua tergantung pada denominasi utang.

Total utang 542,7 juta dollar AS diberikan dalam denominasi dollar AS sebesar 325,6 juta dollar AS (Rp 5,04 triliun) bunganya 3,2 persen dan sisanya sebesar 217 juta dollar AS (Rp 3,36 triliun) diberikan dalam denominasi renminbi alias yuan (RMB) dengan bunga 3,1 persen. 

"Tingkat suku bunga flat selama tenor 45 tahun. Untuk loan (denominasi) dollar AS 3,2 persen, untuk loan dalam RMB 3,1 persen," ujarnya

Didiek mengatakan, utang dari CBD ini digunakan untuk menutupi porsi cost overrun KCJB yang ditanggung oleh konsorsium Indonesia sebesar 75 persen dan 25 persen sisanya akan dipenuhi dari PMN yang bersumber dari APBN Indonesia. 

"Pinjaman dari CDB merupakan pendanaan cost overrun dari pinjaman porsi konsorsium Indonesia 542,7 juta dollar AS. Untuk porsi equity porsi konsorsium Indoensia telah dipenuhi dari PMN," tuturnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Dennis Destryawan/Nitis Hawaroh)(Kompas.com/Muhammad Idris)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved