Senin, 3 November 2025

Kereta Cepat

Luhut soal Utang Jumbo Whoosh Rp116 T: Tidak Ada Transportasi Publik di Dunia yang Untung!

Luhut menjawab kabar pemerintah dalam hal ini Menkeu Purbaya enggan membayar utang keceta cepat Whoosh yang nilainya capai Rp 116 triliun

Endrapta Pramudhiaz
UTANG WHOOSH - Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan dalam acara "1 Tahun Pemerintah Prabowo-Gibran: Optimism On 8 persen Economic Growth" di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025). Ia mempertanyakan ribut-ribut soal pembayaran utang proyek kereta cepat atau Whoosh. Dok: Tribunnews/Endrapta Pramudhiaz 
Ringkasan Berita:
  • Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut merespons Menkeu Purbaya enggan membayar utang keceta cepat Whoosh yang nilainya capai Rp 116 triliun
  • Menurut Purbaya, pihak Danantara harus dapat memberikan solusi terkait pembayaran utang ini
  • Namun Luhut menjawab, pihaknya telah bertemu dengan Prabowo dan Danantara untuk membahas solusi soal pembayaran utang Whoosh ini

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menjawab soal utang kereta cepat Whoosh yang tembus Rp116 triliun.

Kepada awak media, Luhut mengatakan tidak ada transportasi publik yang menguntungkan negara.

Yang ada, kata Luhut, negara harus menanggung subsidi untuk rakyatnya.

Meski demikian, subsidi tersebut harus terukur dan tidak sembarangan diberikan.

Hal itu diungkapkan Luhut saat bertemu awak media di JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

"Tidak ada public transportation di dunia ini yang menguntungkan."

"Selalu banyak subsidi pemerintah, tapi tentu harus subsidi yang betul-betul terukur," kata Luhut dilansir YouTube Tribunnews.

Lebih lanjut soal utang Whoosh, Luhut mengatakan Presiden Prabowo Subianto bakal Keputusan Presiden (Keppres) terkait penyelesaian utang proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh ini.

Prabowo, kata Luhut, selanjutnya akan membentuk tim yang membahas strategi pembayaran utang proyek kereta cepat.

Di sisi lain, Luhut juga sudah berkoordinasi dengan Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan Roeslani.

Dijelaskannya, Prabowo dan Rosan dalam hal ini negara telah sepakat menyelesaikan utang proyek ini bersama.

Baca juga: KPK Minta Dugaan Mark Up Whoosh Dilaporkan Resmi, Mahfud MD: Tak Perlu Laporan, Langsung Selidiki

"Saya sudah koordinasi dengan Pak Rosan, karena dulu saya yang nanganin."

"Jadi supaya berlanjut, saya sudah bertemu Pak Rosan dan Pak Rosan juga sudah sepakat untuk segera kita tangani bersama."

"Sama dengan LRT, mungkin ada gap berapa triliun itu nanti kita cicil, sehingga dengan itu kita bisa jalan," jelas Luhut.

Ribut-ribut soal Siapa Bayar Utang Whoosh

Proyek Whoosh ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

Jumlah utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

Saat menanggapi hal itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Purbaya mengatakan Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang kini berada di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) harus bisa membiayai utangnya sendiri.

Menurut Purbaya, APBN tidak boleh menjadi pelarian proyek bermasalah.

Hal itu diungkapkan Purbaya dalam Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).

"Kalau ini kan KCIC di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri."

"Jangan kalau enak swasta, kalau gak enak government. Saya pikir begitu ya," ungkap Purbaya.

Purbaya menilai sebaiknya utang proyek Whoosh diselesaikan Danantara sebab KCIC di bawah Danantara.

"Yang jelas sekarang saya belum dihubungi tentang masalah itu, tapi kalau ini kan KCIC di bawah Danantara kan, kalau di bawah Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, punya deviden sendiri," ujar Purbaya.

Terlebih menurut Purbaya, Danantara dalam satu tahun mengantongi sebesar Rp 80 triliun dari deviden sehingga sepatutnya bisa teratasi tanpa harus pembiayaan dari pemerintah.

"Jangan kita lagi, karena kan kalau enggak ya semua kita lagi termasuk devivdennnya. Jadi ini kan mau dipisahin swasta sama goverment," tegas dia.

(Tribunnews.com/Galuh widya Wardani/Nitis Hawaroh)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved