Selasa, 4 November 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Eks Pejabat Pertamina: Beban Biaya Rp 150 M Per Tahun Jika Operasi Terminal BBM PT OTM Dihentikan

Penghentian operasi Terminal BBM milik PT Orbit Terminal Merak akan menimbulkan beban biaya tambahan bagi negara Rp 150 miliar per tahun. 

Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
KORUPSI PERTAMINA PERSERO - Sidang perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025) malam. Jaksa hadirkan 2 orang saksi ke persidangan. 

"Kalau hitungan Surveyor Indonesia itu sekitar Rp 150 miliar per tahun. Saya kurang jelas kalau disebut Rp 150 miliar per bulan," jawab Alfian.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan perbuatan melawan hukum para terdakwa perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

Perbuatan tersebut dilakukan dengan cara merekayasa ekspor dan impor minyak mentah, hingga pengadaan sewa kapal.

Adapun hal itu disampaikan jaksa saat membacakan surat dakwaannya dalam perkara tersebut untuk terdakwa eks VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.

Lalu terdakwa Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati. 

Selanjutnya Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.

Kemudian anak raja minyak Mohammad Riza Chalid, sekaligus beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa yakni Kerry Adrianto Riza. 

Serta eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.

"Sani Dinar Saifuddin, Dwi Sudarsono, dan Yoki Firnandi membuat dan menyetujui usulan penjualan ekspor MM Banyu Urip bagian Negara dan bagian PT Pertamina EP Cepu (PEPC) periode Semester 1 tahun 2021," kata jaksa Triana saat membacakan surat dakwaannya di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Jaksa melanjutkan penjualan itu dengan cara merekayasa seolah-olah minyak mentah produksi kilang Banyu Urip bagian Negara maupun bagian PEPC. Tidak dapat diserap atau diolah oleh kilang PT Pertamina, sehingga minyak mentah tersebut diekspor.

"Padahal pada saat yang bersamaan PT Pertamina/PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) melakukan impor minyak mentah dengan jenis yang sama dengan harga yang lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah dalam negeri," jelas jaksa.

Selain itu para terdakwa juga melakukan penolakan terhadap tujuh penawaran atas minyak mentah bagian Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Dengan alasan harga yang ditawarkan tidak memenuhi nilai keekonomian.

"Padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS)," ungkap penuntut umum.

Lanjut jaksa, minyak mentah bagian KKKS tersebut diekspor. Penolakan tersebut juga bertujuan agar ketersediaan minyak mentah domestik menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya.

"Sehingga PT KPI selaku subholding PT Pertamina mempunyai alasan untuk mengimpor minyak mentah dengan jenis yang sama meskipun dengan harga yang lebih mahal," imbuh jaksa.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved