Proyek Kereta Cepat
Ada Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, KPK Bisa Periksa Jokowi? Mahfud: Tidak Harus, Bisa Menterinya Dulu
Eks Menko Polhukam, Mahfud MD bicara bisa tidaknya Jokowi diperiksa terkait dugaan mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
"Tapi duga dugaan adanya kickback dan mark up itu kan tidak harus dilakukan oleh Pak Jokowi, kan banyak melibatkan orang," jelas Mahfud.
Eks Penyidik KPK Yakin Ada Indikasi Korupsi di Kasus Whoosh
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo, meyakini ada dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh
Ia mengaku getol ingin menyelidiki terkait dengan dugaan penggelembungan anggaran (mark up) proyek Whoosh itu.
Menurut Yudi, tidak ada perbuatan kasus korupsi yang tidak sengaja, semuanya pasti dilakukan dengan direncanakan secara matang.
"Saya ingin langsung menyidik karena melihat data-data yang begitu jelas. Betul sekali (ada indikasi korupsi). Indikasi yakin. Layak (diselidiki)," kata Yudi Purnomo, dikutip dari kanal YouTube Official iNews, Rabu (22/10/2025).
"Mengapa saya yakin? Kita tahu bahwa suatu kasus korupsi itu dilakukan dengan sengaja. Dia pasti ada yang namanya perencanaan," lanjutnya.
Yudi menyebut apa yang terjadi saat akibat dari dugaan korupsi proyek Whoosh ini sudah ditentukan sejak awal.
Baca juga: Prof Sulfikar: Menkeu Purbaya Berani Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Whoosh karena Itu Maunya Prabowo
Ia menjelaskan, ada 3 hal pelaku dalam kasus korupsi, yaitu intelektual dader, koordinator, dan eksekutor.
"Pertama adalah intelektual dader, orang yang memerintahkan, orang yang punya kewenangan. Kemudian yang kedua adalah koordinator, dia yang kemudian menjadi jembatan antara intelektual dader dengan orang yang terakhir, eksekutor," jelasnya.
Menurut Yudi Purnomo, proyek Whoosh dipilih Indonesia dari China bukan Jepang karena tidak ada jaminan apa pun dari pihak China.
"Dalam suatu pemerintahan good government pasti semua ada acuan. Apa acuannya? Yaitu adanya kajian, adanya legal opinion, pasti itu ada. Sama seperti misalnya kita harus membaca, misalnya ada rapat perpindahan dari Jepang ke China itu pasti hitung-hitungannya, matematika dan sebagainya, itu kan putusan pasti kan ada turunannya, itu menurut saya harus kita telusuri," kata Yudi.
Yudi menilai ada tiga hal yang harus diperiksa, yaitu proses, pembangunan, dan sekarang adalah utang yang menumpuk.
Baca juga: Polemik Utang Kereta Cepat Whoosh: AHY Putar Otak Cari Solusi, China Singgung soal Manfaat
"Ada hal yang sangat penting walaupun ada perubahan undang-undang BUMN terkait dengan kerugian BUMN adalah bukan kerugian negara. Kita ingat kasus ini terjadi tempusnya itu adalah ketika undang-undang masih jelas ada keuangan BUMN itu ketika terjadi kerugian adalah kerugian negara."
"Jadi menurut saya orang-orang yang ada di WIKA, Jasa Marga, KAI, dan terkait perkebunan itu adalah pihak-pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban pertama, karena mereka yang ada di middle," lanjutnya.
Yudi menjelaskan bahwa pembuat kebijakan tidak bisa langsung diperiksa, karena itu adalah hal yang tidak mungkin. Untuk itu, pihak yang ada di level tengah yang dapat diperiksa terlebih dahulu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.