Polemik RUU KKS, Menkum Tegaskan Penyidik TNI Hanya Menangani Ranah Militer
Kewenangan penyidik TNI dalam RUU KKS terbatas hanya untuk menangani tindak pidana siber yang dilakukan oleh anggota TNI.
Meskipun pemerintah telah memberikan jaminan, pelibatan TNI dalam RUU KKS tetap menuai kritik tajam dari Koalisi Masyarakat Sipil.
Koalisi yang terdiri dari Raksha Initiatives, Centra Initiative, Imparsial, dan De Jure menilai Pasal 56 ayat (1) huruf d yang memberikan wewenang penyidikan kepada TNI berpotensi besar mengancam hak asasi manusia dan prinsip negara hukum.
"Pelibatan TNI sebagai penyidik tindak pidana keamanan dan ketahanan siber justru akan semakin mengancam hak asasi manusia dan negara hukum," kata Koalisi dalam siaran persnya, Sabtu (4/10/2025).
Koalisi berpandangan bahwa peran tersebut bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan TNI sebagai alat pertahanan negara, bukan penegak hukum.
Mereka khawatir pasal ini akan menjadi pintu masuk bagi intervensi militer dalam kehidupan sipil dan mencederai prinsip supremasi sipil.
Lebih lanjut, koalisi menyoroti risiko penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) karena belum adanya reformasi pada UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Akibatnya, setiap anggota TNI yang melakukan pelanggaran pidana umum akan tetap diadili di peradilan militer, bukan peradilan umum, yang dinilai tidak memiliki mekanisme akuntabilitas yang memadai.
Untuk diketahui, RUU KKS telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2026 dan akan segera diserahkan ke DPR RI untuk dibahas lebih lanjut setelah drafnya rampung di tingkat pemerintah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.