Surya Darmadi Buronan KPK dan Kejagung
Jejak Kekuasaan Surya Darmadi di Balik Jeruji, Eks Pegawai Menangis hingga Aset Aktif di Luar Negeri
Nama Surya Darmadi menjadi sorotan sebagai tahanan kasus korupsi diduga masih bisa mengatur bisnis di balik Palma Tower
Ringkasan Berita:
- Nama Surya Darmadi menjadi sorotan sebagai tahanan kasus korupsi diduga masih bisa mengatur bisnis di balik Palma Tower
- Orang yang dikenal sebagai bos kelapa sawit pemilik PT Duta Palma Group ini sempat menjadi buronan internasional selama beberapa tahun
- Namun hingga kini dipindah ke Lapas Nusakambangan, masih ada aset yang aktif di luar negeri
TRIBUNNEWS.COM - Meski telah divonis dalam kasus korupsi triliunan rupiah, nama Surya Darmadi masih bergema kuat di balik dinding kaca Palma Tower.
Surya Darmadi, yang dikenal sebagai "bos kelapa sawit" atau pemilik PT Duta Palma Group (sekarang Darmex Agro Group), sempat menjadi buronan internasional selama beberapa tahun sebelum ditangkap pada Agustus 2022.
Ia dituduh melakukan korupsi terkait penyerobotan lahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit seluas sekitar 37.095 hektare di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, tanpa izin resmi, yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 78 triliun (termasuk kerugian keuangan negara Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp 73,08 triliun). Kasus ini melibatkan suap kepada pejabat daerah dan pelanggaran izin usaha perkebunan (IUP), serta pencucian uang.
Dua laporan investigatif terbaru mengungkap bagaimana sang taipan sawit tetap menjaga pengaruhnya, bahkan saat menyandang status tahanan.
Sementara itu, hanya segelintir loyalisnya yang kini mengendalikan sisa-sisa kejayaan Duta Palma Group.
Palma Tower, gedung perkantoran mewah di kawasan Jakarta Selatan, menjadi simbol kekuasaan bisnis Surya Darmadi. Meski sang pemilik telah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar atas korupsi dan pencucian uang senilai Rp 78 triliun, gedung ini tetap aktif.
Menurut laporan Tribunnews, Surya Darmadi diduga beberapa kali mengunjungi Palma Tower saat berstatus tahanan, memanfaatkan izin berobat untuk keluar dari Rutan Salemba.
 
Yang menarik, kunjungan tersebut bukan sekadar transit medis.
Sumber internal menyebutkan bahwa Surya masih sempat “mengatur bisnis” dari balik ruangannya di lantai 12.
Misteri kunjungan Surya Darmadi menjadi pusat perhatian. Kesaksian Yeni Sagita Wijaya, staf keuangan PT Ceria Prima (anak perusahaan Duta Palma), di sidang Tipikor Jakarta Pusat pada 17 Oktober 2025, menyatakan bahwa Surya datang ke Palma Tower sebulan sekali sepanjang 2024.
Ia disebut datang tanpa borgol dan hanya bertemu singkat 5 menit.
Baca juga: Dari Ribuan Pegawai Sisa 20, Anak Buah Surya Darmadi Ambil Alih Duta Palma
Surya membantah, mengklaim kunjungan hanya ke RS Siloam di seberang gedung untuk berobat, bukan ke kantor.
Namun, dugaan pelanggaran ini memicu pemindahannya ke Lapas Nusakambangan, lapas super maksimum di Cilacap, pada pertengahan Oktober 2025.
Pegawai Menangis
Palma Tower, dengan lobi mewah yang dilengkapi kafe, cabang bank BUMN, dan lembaga pendidikan internasional, tampak seperti gedung bisnis biasa.
Sistem keamanannya ketat: pengunjung ke lantai atas harus punya kartu akses setelah lapor ke resepsionis.
Namun, investigasi Tribunnews pada 21 Oktober 2025 mengungkap bahwa kantor Duta Palma tak lagi megah seperti dulu.
Dulunya tersebar di lantai 8, 23, dan kini terkonsolidasi di lantai 17 akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Tidak ada plang nama perusahaan yang jelas, seolah menyembunyikan identitas di tengah sorotan hukum.
Seorang pegawai berinisial R mengungkap fakta.
"Setelah kasus itu kan banyak pegawai di-PHK. Pegawai sudah sisaan doang, sisa 23 karyawan. Kantor di lantai 17. Sempat kita di lantai 8 lalu pindah, sempat juga di lantai 23 dulu, sekarang udah enggak."
Kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso, membenarkan PHK ribuan karyawan pasca-kasus korupsi, dengan operasional kini terbatas pada administrasi.
Aset utama seperti kebun sawit, pabrik CPO, dan biodisel telah diambil alih negara, meninggalkan perusahaan dalam kondisi "bertahan hidup".
Puluhan eks karyawan yang menjadi saksi di persidangan bahkan menangis karena kesulitan mencari pekerjaan baru.
Aset Aktif di Luar Negeri
 
Duta Palma Group, yang dulu mempekerjakan ribuan orang, kini hanya menyisakan sekitar 20 pegawai di bawah pimpinan Tovariga Triaginta Ginting.
Mereka adalah orang-orang terdekat Surya Darmadi, yang disebut-sebut masih menjalankan operasional perusahaan dari Palma Tower.
Meski perusahaan tengah disorot dan sebagian besar asetnya telah disita, para loyalis ini tetap mempertahankan aktivitas bisnis terbatas.
Mereka bahkan disebut-sebut masih mengelola beberapa unit usaha yang belum dibekukan, termasuk yang berada di luar negeri.
Masih ada unit usaha Duta Palma milik Surya Darmadi yang belum dibekukan, termasuk properti dan perusahaan di luar negeri seperti di Australia dan Singapura.
Beberapa korporasi terkait juga masih dalam proses hukum dan belum seluruhnya disita atau dibekukan.
Dalam sidang kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap tujuh korporasi milik Surya Darmadi, terungkap bahwa ia membeli properti di Australia dan Singapura menggunakan dana hasil korupsi.
Properti tersebut belum seluruhnya disita atau dibekukan karena proses hukum lintas negara yang kompleks.
Beberapa korporasi seperti PT Alfa Ledo dan PT Monte Carlo masih tercatat aktif dan belum sepenuhnya dibekukan. Mereka disebut dalam pengembangan kasus oleh Kejaksaan Agung sebagai bagian dari jaringan Duta Palma.
Selain itu, Yayasan Darmex dan PT Asset Pasific, yang dikelola oleh Cheryl Darmadi, juga masih dalam proses hukum dan belum seluruhnya dibubarkan.
Mengutip pemberitaan Kompas.com, dalam sidang TPPU yang menjerat tujuh korporasi milik Surya Darmadi, seorang saksi bernama Karelina Gunawan (mantan manajer keuangan PT Darmex Plantation), mengungkap bahwa dana perusahaan digunakan untuk membeli properti di luar negeri.
Karelina menyatakan, pembelian properti di Australia dan Singapura dilakukan atas instruksi langsung dari Surya Darmadi.
Dana yang digunakan berasal dari PT Asset Pacific, salah satu entitas dalam jaringan bisnis Duta Palma Group.
Jaksa penuntut umum menilai pembelian properti luar negeri ini merupakan bagian dari skema pencucian uang.
Dana hasil korupsi dari pengelolaan lahan sawit ilegal dialihkan ke luar negeri melalui perusahaan-perusahaan cangkang.
Meski proses hukum telah berjalan, properti yang dibeli di luar negeri belum seluruhnya dibekukan atau disita karena keterbatasan yurisdiksi dan kerja sama hukum antarnegara.
Upaya Surya Darmadi
Surya Darmadi, pernah masuk daftar Forbes sebagai miliarder sawit, divonis 15 tahun penjara pada Februari 2023 atas penyerobotan 37.095 hektare lahan hutan di Indragiri Hulu, Riau, menyebabkan kerugian negara Rp 4,79 triliun dan USD 7,88 juta, plus kerugian ekonomi Rp 73,92 triliun.
Vonis diperberat menjadi 16 tahun oleh Pengadilan Tinggi, dan diuphold Mahkamah Agung pada Oktober 2024.
Tujuh korporasi anak Duta Palma didakwa, dengan keuntungan ilegal mencapai triliunan rupiah dan jutaan dolar.
Pada 15 Oktober 2025, Surya menawarkan hibah aset Rp 10 triliun (kebun sawit dan pabrik di Kalimantan Barat) ke BUMN PT Danantara untuk "membantu negara", meski Kejagung menolak karena nilai kerugian jauh lebih besar.
Aset disita mencapai Rp 5,2 triliun, termasuk properti di Australia dan Singapura, tapi dugaan aset tersembunyi masih menjadi misteri.
Penyelidikan Kejagung terus berlanjut, sementara ribuan eks karyawan berjuang di tengah ketidakpastian.
Kejaksaan Agung sendiri telah menyita berbagai aset Duta Palma, termasuk lahan sawit dan properti bernilai triliunan rupiah.
Perjalanan Kasus
Kasus ini dimulai dari penyelidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 2014, tapi baru mencuat besar pada 2022.
Berikut timeline utama berdasarkan perkembangan hukum dan berita terkini:
- Awal Tuduhan dan Buron (2014-2022)
Kejagung mulai menyidik kasus dugaan korupsi lahan sawit PT Duta Palma sejak 2014.
Surya Darmadi ditetapkan sebagai tersangka pada 2019 atas dugaan korupsi dan pencucian uang.
Ia diduga menyogok Bupati Indragiri Hulu saat itu, Raja Thamsir Rachman, dengan Rp 37,8 miliar untuk mengubah status lahan hutan menjadi area perkebunan.
Namun, Surya Darmadi melarikan diri ke luar negeri (diduga ke Singapura dan negara lain) dan masuk daftar buronan Interpol (red notice).
Selama buron, perusahaan-perusahaan anaknya tetap beroperasi, meski asetnya disita.
2. Penangkapan dan Dakwaan (Agustus 2022)
Surya Darmadi menyerahkan diri ke Kejagung pada 15 Agustus 2022 setelah pulang dari luar negeri. Ia langsung ditahan.
Kejagung mendakwanya dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 18 UU Tipikor, serta Pasal 3 atau 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tuduhan utama yakni menyebabkan kerugian negara Rp 78 triliun melalui penguasaan lahan ilegal sejak 2003.
Kejagung juga menyita asetnya senilai Rp 15,9 triliun, termasuk lahan sawit, pabrik, dan properti di Jakarta.
3. Sidang Tingkat Pertama (2023)
Sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dimulai akhir 2022.
Jaksa menuntut hukuman seumur hidup, denda Rp 1 miliar, dan pembayaran uang pengganti Rp 78 triliun.
Pada Februari 2023, majelis hakim memvonis Surya Darmadi 15 tahun penjara, denda Rp 1 miliar, dan uang pengganti Rp 2,2 triliun (jauh lebih rendah dari tuntutan karena hakim menilai kerugian negara hanya Rp 4,9 triliun, bukan Rp 78 triliun).
Ia juga divonis bersalah atas TPPU, tapi vonis ini dikritik karena dianggap terlalu ringan.
4. Banding dan Kasasi (2023-2024)
Kejagung banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, yang memperberat vonis menjadi 16 tahun penjara pada September 2023, dengan uang pengganti naik menjadi Rp 42 triliun (termasuk kerugian ekologis).
Surya Darmadi ajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tapi MA menolak pada 2024, mengukuhkan vonis 16 tahun dan uang pengganti Rp 39,7 triliun (setelah dikurangi aset yang sudah disita).
Kejagung juga tetapkan tujuh korporasi anak PT Duta Palma sebagai tersangka pada Oktober 2024, untuk mengejar aset perusahaan.
5. Eksekusi Hukuman dan Pelanggaran (2024-Oktober 2025)
Surya Darmadi mulai jalani hukuman di Rutan Salemba, lalu pindah ke Lapas Cibinong.
Namun, pada awal Oktober 2025, ia viral karena diduga sering "mampir" ke kantornya di Palma Tower, Jakarta Selatan, usai sidang (meski berstatus tahanan).
Ini dianggap pelanggaran disiplin berat. Akibatnya, Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham memindahkannya ke Lapas Nusakambangan (lapas super maksimum di Cilacap, Jawa Tengah) pada pertengahan Oktober 2025.
Di sana, ia mengeluh sulit tidur karena kondisi lapas yang lebih ketat.
Selain itu, ia menawarkan hibah aset senilai Rp 10 triliun (lahan sawit dan pabrik) ke BUMN PT Danantara untuk "membantu negara", tapi Kejagung menolak karena nilai dakwaan jauh lebih besar (Rp 78 triliun) dan menilai itu sebagai upaya mengelak bayar uang pengganti.
(Tribunnes.com/Ibriza Fasti)(Kompas.com/Syakirun Ni'am, Danu Damarjati)
 
							 
							 
							 
			 
				
			 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
	
						        	 
	
						        	 
	
						        	 
											 
											 
											 
											 
											
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.