Rabu, 29 Oktober 2025

Kasus Korupsi Minyak Mentah

Perusahaan Riza Chalid Ikut Tahap Kajian Pengadaan Terminal BBM Pertamina, Saksi Takut Menegur

Ahmad mengaku tak berani menegur, karena takut tak dibayar dalam kerjasama kajian Puslit UI dengan PT Pertamina sebesar Rp400 juta.

|
Editor: Erik S
Tribunnews/Rahmat Fajar Nugraha
SIDANG KORUPSI PERTAMINA - Sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/10/2025) malam. Jaksa hadirkan 5 orang saksi ke persidangan. 
Ringkasan Berita:
  • PT Tangki Merak hadir saat Puslit UI melakukan kajian, penggandaan terminal BBM yang akan dilakukan Pertamina.
  • Riza Chalid merupakan beneficial owners PT Tangki Merak 
  • Tenaga Ahli Pusat Penelitian (Puslit) Pranata Pembangunan UI 2007-2015, Ahmad Sutrisna tak berani menegur

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tenaga Ahli Pusat Penelitian (Puslit) Pranata Pembangunan UI 2007-2015, Ahmad Sutrisna mengatakan pihak PT Tangki Merak hadir saat Puslit UI melakukan kajian, penggandaan terminal BBM yang akan dilakukan Pertamina.

Di persidangan jaksa menanyakan apakah hal seperti itu lazim dilakukan.

Ahmad mengaku tak berani menegur, karena takut tak dibayar dalam kerjasama kajian Puslit UI dengan PT Pertamina sebesar Rp400 juta.

Baca juga: Kronologi Eks Dirut Pertamina Kenal Anak Riza Chalid, Bertemu di Hotel Dharmawangsa, Ditekan 2 Tokoh

Adapun hal itu disampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (27/10/2025) malam.

Ia bersaksi untuk terdakwa Beneficial  Ownership PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak Muhammad Kerry Adrianto Riza, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.

Serta terdakwa Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati. 

Mulanya jaksa di persidangan menanyakan terkait adanya kajian pengadaan terminal BBM Pertamina di Merak, Banten.

Pada pertemuan atau kajian Puslit UI dengan Pertamina, tersebut disebutkan turut dihadiri PT Tangki Merak dan PT Oiltanking Merak.

Jaksa lalu membacakan BAP dari saksi Ahmad.

"Dapat saya jelaskan seingat saya atau kami, tim pusat penelitian Pranata Pembangunan UI, selama proses penyusunan kajian melakukan expose sebanyak kurang lebih tiga kali, dengan penjelasan sebagai berikut," kata jaksa membacakan BAP Ahmad.

Satu, lanjut jaksa, ekspose yang pertama dilakukan di kantor PT Pertamina setelah survei ke Tangki Merak.

Kemudian ekspose yang kedua dilakukan di Hotel Periangan Kota Papandayan, Bandung. Tahun 2014 dihadiri tim Puslit UI dan PT Pertamina.

"Di ekspose yang ketiga dilakukan di kantor PT Pertamina yang diikuti oleh tim Puslit, PT Pertamina dan PT Tangki Merak. Dari PT Tangki Merak, seingat saya dihadiri oleh Saudara Kerry dan Gading selaku direktur," imbuh jaksa membacakan BAP Ahmad.

Baca juga: KPK Ungkap Dugaan Keterkaitan Bisnis Tersangka Korupsi Katalis Chrisna Damayanto dengan Riza Chalid

Jaksa menerangkan pada ekspose ketiga tersebut membahas finalisasi laporan kajian, dan kala itu sempat terjadi adu argumen dengan pihak PT Tangki Merak.

Perdebatan tersebut mengenai nilai aset dan nilai sewa. Yang seharusnya mereka tidak berkompeten menanggapi hasil kajian pihaknya.

"Besaran nilai apa maksudnya Pak?" tanya jaksa.

Ahmad menerangkan besaran terkait nilai dalam audit.

Adapun terkait kehadiran Kerry dan Gading dirinya tak ingat.

"Ya ternyata itu dari pihak Tangki Merak, dari pihak lain lagi," jawab Ahmad.

Kemudian jaksa menanyakan ketika melakukan penelitian apakah ada informasi yang didapatkan, bahwa terminal itu masih milik PT Oiltanking Merak dan belum menjadi milik dari PT Tangki Merak.

"Masih Oiltanking," jelas Ahmad.

Penuntut umum menanyakan apakah lazim atau biasa melibatkan pihak ketiga yang punya kepentingan di dalam pertemuan atau kajian.

Baca juga: Eks Direktur Pertamina Akui Hanya Berasumsi, Adanya Intervensi Riza Chalid di Kasus Minyak Mentah

"Saat itu tidak ada keberatan dari tim Pranata UI karena ini kan ada kepentingan pihak lain yang bukan melakukan kerjasama dengan saudara?" tanya jaksa.

"Nanti kalau kami keberatan kami nggak dibayar," jawab Ahmad.

Kemudian jaksa menanyakan berapa nilai kontrak kajian dengan Pertamina tersebut.

"Betul (Rp 400 juta)," jawab Ahmad.

Adapun terkait kajian tarif penyewaan fasilitas terminal tersebut dikatakannya idealnya di angka Rp1,3 triliun.

"Tapi begini, begitu dengar-dengar (Dari Oiltanking) selintingan bahwa harga (Aset) itu Rp 1,3 triliun," ungkapnya.

Sementara itu untuk datanya ditegaskannya hanya berupa lisan.

"Hanya lisan, dari yang saya dengar," jawab Ahmad.

Adapun dalam dakwaan jaksa dalam kerjasama sewa terminal BBM ini mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp2,9 triliun.

Di persidangan Ahmad menyebutkan dari penelitian yang pihaknya lakukan terminal BBM (TBBM) milik PT Olitangking Merak merugi selama tiga tahun.

"Kemudian dari data-data yang diperoleh Oiltanking tadi pada akhirnya apa yang dilakukan kajian?" tanya jaksa di persidangan.

Diterangkan Ahmad hanya hasil audit dan satu lagi informasi surat dari kelurahan terkait harga tanah.

"Hasil audit maksudnya laporan keuangan?" tanya jaksa.

Kemudian dijelaskan Ahmad selembar audit kerugian yang dialami Oiltangking.

"Bukan selembar hasil audit yang merugi tiga tahun," jawab Ahmad.

Jadi, lanjut jaksa dari hasil itu ada audit PT Oiltanking merugi dalam tiga tahun. Penyebabnya apa saudara tidak melakukan kajian.

"Tidak," jawab Ahmad.

Diketahui dalam perkara ini Riza Chalid merupakan beneficial owners PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak. Bersama anaknya Kerry dan Direktur PT Tangki Merak Gading Ramadhan Joedo.

Mereka mendesak Pertamina untuk menyewa terminal BBM milik PT Olitangking Merak.

Hal itu agar bisa PT Olitangking Merak diakuisisi dan dijadikan jaminan kredit bank oleh Riza Chalid. Meskipun kerjasama tersebut tidak memenuhi kriteria pengadaan.

Total kerugian negara seluruhnya dalam perkara ini mencapai Rp285 triliun.

Atas perbuatannya para terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved