Kamis, 30 Oktober 2025

Proyek Kereta Cepat

Mahfud MD Bocorkan Informasi soal Dugaan Korupsi Whoosh, Ragu Luhut Terlibat: Saya Tahu Karakternya

Mahfud mengatakan, sebelumnya Luhut tidak memegang proyek Whoosh dan baru pada tahun 2020 diberi tugas untuk menangani kasus proyek kereta cepat itu.

Penulis: Rifqah
Kolase Tribunnews.com
PROYEK WHOOSH - Kolase foto Mahfud MD dan Luhut Binsar Pandjaitan. Mahfud mengatakan, sebelumnya Luhut tidak memegang proyek Whoosh dan baru pada tahun 2020 diberi tugas untuk menangani kasus proyek kereta cepat itu. 
Ringkasan Berita:
  • Mahfud mengaku tidak mengetahui secara detail informasi soal perencanaan kereta cepat Jakarta-Bandung
  • Mahfud ragu Luhut terlibat dalam isu dugaan korupsi proyek Whoosh
  • Mahfud menegaskan bukan dirinya yang pertama kali mengungkapkan soal dugaan korupsi Whoosh, tetapi orang lain

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD ragu jika eks Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, terlibat dalam kasus dugaan korupsi atau mark up proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

Luhut yang kala itu menjabat sebagai Menko Marves memang mempunyai peran vital dalam proyek Whoosh yang dibangun di era Presiden ke-7, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Luhut saat itu ditunjuk sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Kemudian, ketika isu dugaan korupsi proyek Whoosh ini, nama Luhut juga turut mencuat.

Mahfud dan Luhut diketahui turut berbicara mengenai proyek kereta cepat Whoosh. Dalam sebuah video di kanal YouTube-nya, Mahfud menyebut adanya dugaan markup anggaran dalam pengadaan proyek tersebut.

Sementara Luhut juga sempat menyinggung proyek ini dan meminta agar utang Whoosh melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) direstrukturisasi. 

Utang Whoosh itu belakangan ramai dibicarakan, apalagi setelah Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa menolak usulan agar utang tersebut dibayarkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Terkait dengan dugaan korupsi Whoosh ini, Mahfud mengaku tidak mengetahui secara detail informasi soal perencanaan kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut, ketika dirinya masih menjabat sebagai Menko Polhukam era Jokowi.

Sebab, dia diangkat menjadi Menko Polhukam pada 2019, sedangkan kontrak proyek Whoosh dimulai pada sekitar tahun 2015-2016 silam.

Namun, Mahfud mengungkapkan bahwa dirinya ragu akan keterlibatan eks Menkeu Marves tersebut, sebab sebelumnya Luhut tidak memegang proyek Whoosh tersebut karena bukan bidangnya.

Mahfud menjelaskan bahwa Luhut baru diberi tugas menangani kasus Whoosh pada tahun 2020.

"Saya diangkat menjadi Menko Polhukam itu tahun 2019 bulan Oktober. Kontrak ini (Whoosh) 2015-2016, jadi saya tidak tahu di dalam. Bahkan saya juga ragu ya, meskipun orang boleh-boleh saja berspekulasi, ragu kalau Pak Luhut itu terlibat di sini," katanya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa(28/10/2025).

Baca juga: KPK Usut Dugaan Korupsi Proyek Whoosh Sejak Awal 2025, Mengapa Baru Sekarang Diumumkan?

"Karena Pak Luhut itu baru diberi tugas sesudah kasus ini bocor dan busuk. Tahun 2020 kan Pak Luhut baru diberi tugas menangani ini. Jadi tahun sebelumnya Pak Luhut ndak ikut di sini (menangani proyek Whoosh) karena bukan bidangnya."

"Tetapi tahun 2020 Pak Pak Luhut disuruh menyelesaikan kasus ini, ya inilah perkembangannya. Bukan saya membela Pak Luhut. Saya kira Pak Luhut tidak ikut dari awal kasus ini dan tidak ada yang nyebut kalau di awal ikut. Dia baru tahun 2020 disuruh menyelesaikan," papar Mahfud.

Mahfud lantas menyatakan bahwa dia mengenal karakter Luhut seperti apa, ketika diberi tugas oleh Presiden pasti akan diselesaikan, tanpa banyak bertanya.

Hal tersebut, kata Mahfud, sesuai dengan cara kerja di militer yang merupakan karier Luhut sebelumnya.

"Saya tahu karakternya Pak Luhut itu kalau diberi tugas oleh Presiden, itu sama dengan militer pada umumnya. Kalau yang memerintah atasan harus diselesaikan, tidak banyak mempersoalkan, ya dia selesaikan gitu."

"Tapi kalau ada apa-apa, kalau di militer tuh yang bertanggung jawab yang atasnya yang memberi tugas itu. Nah, dalam hal ini, setahu saya Pak Luhut sikapnya selalu begitu, diminta oleh Presiden dia selesaikan. Karena itu kerjaan militer kayak gitu. Nah sama menurut saya ya soal kereta ini, menurut saya," jelas Mahfud.

"Tapi nanti silakan saja, apakah Pak Luhut terlibat dari awal atau tidak? Setahu saya dia 2020, pada periode kedua. Saya juga masuknya periode kedua, jadi tidak tahu-menahu kasus yang begini karena sudah jadi 2015- 2016, sudah selesai kontrak dengan segala dramanya itu, kita nggak gak tahu," ucapnya lagi.

Mahfud Tegaskan Bukan Dirinya yang Pertama Kali Ungkap Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

Terkait dengan pernyataannya di YouTube soal dugaan korupsi itu, Mahfud menegaskan bukan dirinya yang pertama kali mengungkapkan, tetapi orang lain dan dia mendapatkan informasi dari situ juga.

"Informasi bahwa ada orang yang punya informasi, saya kan bukan yang pertama kan. Saya justru karena ada informasi dari sebuah televisi dan mengundang dua narasumber yang pernah terlibat dalam hal itu," tuturnya.

Mahfud mengatakan dalam podcast di channel YouTube-nya, ia dengan jelas menyebut dua narasumber yang menyatakan hal itu dan di televisi apa.

"Sang saya katakan dari informasi saya di podcast itu saya sebut sumbernya loh dengan terang dari televisi ini, jam sekian, Pak Agus Pambagio bilang bahwa ada pemecatan karena tidak setuju. Bahkan Pak Agus juga yang memberi contoh, bisa saja Natuna itu diambil Cina seperti kasus Sri Lanka. Itu bukan dari saya, dari Pak Agus," ucap Mahfud.

Setelah itu, Mahfud mengatakan, dugaan markup tersebut diungkapkan Anthony Budiawan di televisi tersebut.

Mahfud menegaskan dia hanya mengangkat isu dugaan korupsi Whoosh itu lagi karena ketika dibahas oleh dua narasumber itu tidak ada efek apa-apa.

"Nah, kemudian soal dugaan markup itu yang bilang Pak Antoni Budiawan gitu. Jadi bukan saya yang buka, saya yang justru mengangkat. Karena ketika dua orang ini bicara kok adem-adem aja. Lalu saya angkat di tempat saya, lalu rujukannya kok seperti ke saya. Padahal di keterangan saya itu informasinya dari dua orang itu dan dari satu televisi," katanya.

Mahfud pun mengaku siap jika memang diminta KPK untuk datang memberikan keterangan terkait pernyataan soal dugaan korupsi Whoosh tersebut, karena penjelasannya sudah ada semua di dalam podcast miliknya.

"Jadi kalau saya diminta informasi, saya beritahu ini informasinya sudah ada di keterangan saya, di podcast saya bahwa ini informasinya. Kalau Anda perlu dari tangan saya ini saya tunjukkan, saya gitu aja kan," tegasnya.

Mahfud Tak Mau Lapor ke KPK, tapi Siap Jika Dipanggil

Sebelumnya, atas pernyataan Mahfud soal adanya dugaan korupsi di proyek Whoosh itu, KPK pada 16 Oktober 2025 lalu, mengimbau Mahfud untuk membuat laporan resmi terkait dugaan tersebut.

Namun, melalui akun media sosial X pribadinya, @mohmahfudmd, pada 18 Oktober 2025, Mahfud merespons imbauan tersebut dan menegaskan kembali posisinya bahwa laporan tidak wajib dilakukan.

Kendati demikian, Mahfud menyatakan bahwa dirinya siap datang ke KPK jika memang dipanggil untuk menjelaskan soal adanya dugaan markup dalam proyek Whoosh tersebut.

"Saya nggak berhak laporan, nggak ada kewajiban untuk melapor. Saya siap dipanggil, kalau dipanggil saya akan datang. Kalau disuruh lapor ngapain buang-buang waktu juga," katanya, kepada awak media, di Yogyakarta, Minggu (26/10/2025), dilansir TribunJogja.com.

"Sebelum saya ngomong udah ramai duluan kan. Saya ngomong karena udah ramai aja. Mestinya KPK panggil orang yang ngomong sebelum saya, banyak banget punya data," tegas Mahfud.

Mahfud menilai dugaan markup proyek kereta cepat Whoosh menimbulkan persoalan yang rumit lantaran dibangun melalui utang kepada China, sehingga beban utang yang besar itu harus perlu negosiasi dengan pemerintah China.

"Harus negosiasi, ya, mau apa? Gak bisa bayar, ya, jalannya silakan saja (negosiasi)," pungkasnya. 

Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebelumnya ramai dibicarakan karena utang Whoosh yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS dan diusulkan agar dibayar dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), tetapi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak menyetujuinya.

Adapun, investasi pembangunan kereta cepat Whoosh tersebut diketahui mencapai 7,27 miliar dolar AS atau Rp120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema besaran bunga yang disepakati yaitu bunga tetap yang selama 40 tahun pertama.

Pada pertengahan pembangunan, ternyata terjadi juga pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 19,54 triliun.

Karena itu, pihak KCIC kemudian menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi, yakni sebesar 3 persen.

Proyek ini memperoleh pinjaman dari CDB senilai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, dengan total setara Rp6,98 triliun.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Proyek ini memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero). Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS. 

Jumlah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya dan menjadi beban berat bagi PT KAI dan KCIC, yang masih mencatatkan kerugian pada semester I-2025.

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJogja.com/Miftahul)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved