Selasa, 4 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Pengamat: Whoosh Bukan untuk Layanan Sosial, yang Nikmati Orang Kaya

Pengamat tidak setuju pihak yang menyebut Whoosh bertujuan untuk memberikan layanan sosial. Pasalnya, penumpangnya berasal dari menengah ke atas.

|
TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
TAK SETUJU - Ekonom senior, Ichsanuddin Noorsy tidak setuju dengan sejumlah pihak yang menganggap pembangunan Whoosh dalam rangka sebagai pemberian layanan sosial dari pemerintah terhadap masyarakat. Pasalnya, menurut Noorsy, Whoosh hanya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN 
Ringkasan Berita:
  • Ekonom senior, Ichsanuddin Noorsy, tidak sepakat dengan sejumlah pihak yang menganggap pembangunan Whoosh sebagai wujud pemerintah memberikan layanan sosial (social service) bagi masyarakat.
  • Menurutnya, tidak tepat ketika memakai istilah tersebut karena mayoritas penumpang Whoosh merupakan kalangan menengah ke atas.
  • Noorsy mengatakan dari kesalahan semacam ini berujung pada penempatan posisi Indonesia ketika awal melakukan kerja sama dengan China.

TRIBUNNEWS.COM - Ekonom senior, Ichsanuddin Noorsy, mengkritik sejumlah pihak yang menganggap tujuan pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) alias Whoosh untuk layanan sosial atau social service bagi masyarakat.

Menurut Noorsy, tidak semua kalangan bisa menikmati Whoosh sebagai moda transportasi. Dia mengatakan mayoritas pengguna Whoosh adalah kalangan menengah ke atas.

Dia mengungkapkan istilah layanan hanya bisa dikaitkan dengan pelayanan negara terhadap masyarakat miskin.

"Dalam istilah public services itu, ada istilah social services ya? Apa itu layanan sosial dalam konstruksi APBN. Saya nggak ngerti itu, kayaknya saya harus belajar lagi, ya."

"Yang saya tahu itu public benefit bukan social services. Kalau layanan sosial itu bagi panti jompo, orang miskin, anak terlantar. Tapi bagi kereta api cepat yang dilayani adalah orang kaya, kalimatnya bukan social services," katanya dikutip dari program On Focus di YouTube Tribunnews, Kamis (29/10/2025).

Baca juga: Presiden Prabowo Bakal Gelar Rapat Khusus Bahas Utang Whoosh

Dia mengatakan pemahaman yang salah terkait penggunaan istilah layanan sosial dalam tujuan pembangunan Whoosh berbuntut panjang.

Ia mengungkapkan hal ini sampai berdampak bagaimana cara Indonesia memposisikan diri dalam membuat kerja sama dengan China terkait pembiayaan Whoosh.

"Ada problematik pemahaman nilai-nilai atas namanya pembiayaan, public services, dan kebijakan-kebijakan dasar di bidang transportasi via darat, khususnya kereta api cepat, khususnya lagi dalam kerja sama internasional," jelasnya.

Lebih lanjut, Noorsy mengungkapkan penyematan istilah yang salah terhadap suatu kebijakan menjadi wujud banyaknya pejabat publik di Indonesia tidak memiliki kompetensi.

Dia mencontohkan salah satu institusi yang diisi oleh pejabat tidak kompeten yakni BUMN.

"Itu menunjukkan banyak pejabat di Indonesia inkompeten, kompetensinya rendah. Dia punya jabatan-jabatan tinggi ternyata kompetensinya rendah, tidak paham konstitusi dan tak punya keahlian."

"Sama seperti kemarin saya bicara di BUMN. Itu kelihatan, wah ngeri banget saya ngelihatnya," tegasnya.

Noorsy mengaku tidak bisa membayangkan arah kebijakan negara ketika jabatan publik diisi oleh orang yang tidak memiliki kompetensi.

"Kebayang nggak kalau negara diurus oleh manusia-manusia seperti itu," tuturnya.

Jokowi Sebut Whoosh Dibangun Bukan untuk Cari Untung

Sebelumnya, Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan pembangunan Whoosh bukan untuk mencari laba tetap untuk memberikan keuntungan sosial bagi masyarakat.

Menurutnya, hal tersebut sudah dirasakan masyarakat dengan meningkatnya produktivitas hingga waktu tempuh yang lebih singkat.

"Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return of investment."

"Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal," katanya di Solo, Jawa Tengah, Senin (27/10/2025), dikutip dari Tribun Solo.

Selain itu, Jokowi juga mengungkapkan pembangunan Whoosh demi menghindari kerugian negara yang diakibatkan adanya kemacetan di kawasan Jabodetabek dan Bandung.

Dia menilai kerugian negara bisa mencapai ratusan triliun rupiah akibat kemacetan yang terjadi.

"Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30-40 tahun lalu. Jabodetabek dan Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah," jelas mantan Wali Kota Solo tersebut.

Sehingga, Jokowi mengatakan pembangunan Whoosh menjadi solusi untuk menghindari kerugian negara serta mengurai kemacetan.

Ia mengungkapkan pembangunan Whoosh juga bertujuan agar masyarakat berpindah dari menggunakan kendaraan pribadi ke transportasi massal dalam aktivitasnya.

"Untuk mengatasi itu, dibangun MRT, LRT, Kereta Cepat, sebelumnya ada KRL dan Kereta Bandara."

"Tujuannya agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi seperti mobil atau sepeda motor ke transportasi massal, sehingga kerugian akibat kemacetan bisa dikurangi," jelasnya.

Jokowi Didukung Purbaya

Pernyataan Jokowi itu pun didukung oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa.

Dia mengatakan pembangunan Whoosh memang bukan untuk mencari untung tetapi sebagai investasi sosial.

“Ada betulnya juga sedikit,” ucap Purbaya pada Selasa (28/10/2025).

Purbaya menuturkan, proyek kereta cepat memang memiliki misi pengembangan wilayah secara regional. 

Namun menurutnya, pengembangan ekonomi di titik-titik pemberhentian kereta cepat belum sepenuhnya berjalan dan menjadi pekerjaan rumah agar dapat dimaksimalkan untuk masyarakat.

“Karena kan Whoosh sebetulnya ada misi regional development juga kan, tapi yang regionalnya belum dikembangkan."

"Mungkin di mana ada pemberhentian di sekitar jalur whoosh, supaya ekonomi deskripsi itu tumbuh. Itu yang mesti dikembangkan ke depan, jadi enggak, ada betulnya Pak Jokowi," ujar Purbaya.

Baca juga: Eks Penyidik KPK Ungkap 2 Hal yang Harus Ditelurusi soal Dugaan Korupsi Whoosh: Apa Mark Up Lahan?

Sebagai informasi, proyek Whoosh kini menjadi sorotan buntut membengkaknya utang yang mencapai Rp116 triliun.

Seiring berjalannya waktu, proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) itu juga tengah disorot lantaran adanya dugaan korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeklaim telah melakukan penyelidikan sejak awal 2025.

Sebagian artikel telah tayang di Tribun Solo dengan judul "Di Solo, Jokowi Jawab Soal Whoosh Terlilit Utang: Transportasi Publik Bukan untuk Mencari Laba

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Nitis Hawaroh)(Tribun Solo/Ahmad Syarifudin)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved