Jumat, 31 Oktober 2025

Satpam Gugat UU Kepolisian ke MK, Protes Biaya Pelatihan Terlalu Mahal

Seorang satpam menguji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) ke MK.

Tangkapan layar dari akun YouTube resmi Mahkamah Konstitusi
GUGAT UU KEPOLISIAN - Syamsul Jahidin, seorang petugas satuan pengamanan (satpam) dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 195/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (29/10/2025). (Tangkapan layar dari akun YouTube resmi Mahkamah Konstitusi) 
Ringkasan Berita:
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK)
  • Penggugatnya adalah Seorang petugas satuan pengamanan (satpam) bernama Syamsul Jahidin.
  • Satpam itu nilai frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Kepolisian menimbulkan komersialisasi yang terjadi dalam pengelolaan pengamanan swakarsa dan tidak mengenal batasan dalam pengelolaannya.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang petugas satuan pengamanan (satpam) bernama Syamsul Jahidin menguji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Kepolisian) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menilai frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Kepolisian menimbulkan komersialisasi yang terjadi dalam pengelolaan pengamanan swakarsa dan tidak mengenal batasan dalam pengelolaannya.

“Ketentuan norma pasal a quo jelas telah digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan para pejabat Polri untuk menjadi pengusaha aktif terorganisir,” ujar Syamsul dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara 195/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Syamsul menegaskan dirinya berhak memperoleh kepastian hukum dan terbebas dari praktik komersialisasi yang membebani profesi satpam.
 
Ia menilai, pekerjaan yang seharusnya menjamin penghidupan layak justru dipenuhi unsur kapitalistik.

Pria yang juga berprofesi sebagai advokat itu merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan prinsip hukum ditegakkan.

Baca juga: Kesaksian Satpam di Jakarta Selatan usai Penemuan Jasad Terapis Spa, Diduga Jatuh saat Kabur

Ia menuturkan, sebelum bekerja sebagai satpam, dirinya diwajibkan mengikuti pendidikan Gada Pratama dengan biaya sekitar Rp 4 juta.
 
Sementara untuk naik jenjang menjadi chief, danru, atau manajer, ia harus menempuh pelatihan Gada Utama yang biayanya mencapai Rp 13,5 juta.

Menurut Syamsul, besarnya biaya tersebut tidak sebanding dengan kewenangan maupun penghasilan satpam. Sehingga menimbulkan ketimpangan dan mengaburkan kepastian hukum.

Ia mengaku telah mendaftar melalui Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) Pelatihan, sementara penyelenggara pelatihan bertindak sebagai fasilitator, dan ijazah serta Kartu Tanda Anggota (KTA) satpam diterbitkan oleh Polri.

Syamsul menilai mekanisme pelatihan ini berpotensi dibatalkan oleh pejabat Polri karena berada dalam ruang lingkup kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Polri.

Dalam petitumnya, Syamsul meminta MK menyatakan bahwa frasa “dan badan usaha di bidang jasa pengamanan” serta “pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf c UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Syamsul ingin MK memaknai pasal tersebut menjadi:
 
"Yang dimaksud dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa" adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti satuan pengamanan lingkungan. Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam "lingkungan kuasa tempat" (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.”

Baca juga: Leon dan Panji Gugat UU Kepolisian ke MK Usai Diintimidasi Anggota Polisi M Rifky Widyanto

Sidang perkara ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra selaku Ketua Majelis Panel, dengan anggota Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani.
 
Dalam sesi nasihat perbaikan permohonan, Arsul Sani menyoroti fakta bahwa KTA satpam milik Syamsul telah kedaluwarsa sejak 2021.
 
Meski begitu, Syamsul mengaku masih aktif bekerja sebagai satpam.
 
Arsul pun menekankan, status profesi tersebut perlu dipastikan karena berkaitan langsung dengan kedudukan hukum atau legal standing Syamsul sebagai pemohon dalam perkara ini.

“Karena itu sedikit banyak akan menentukan apakah Pak Jahidin bukan sebagai advokat tetapi sebagai Pemohon lah yang memiliki legal standing atau tidak, jadi menurut saya perlu juga dilampirkan (bukti profesi satpam),” kata Arsul.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved