Proyek Kereta Cepat
Projo: Whoosh Karya Monumental, Prestasi Luar Biasa Jokowi
Organisasi Projo menilai bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh tetap menjadi karya monumental Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi relawan Pro Jokowi (Projo) menilai bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh tetap menjadi karya monumental Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum Projo, Freddy Alex Damanik dalam dialog Overview Tribunnews, Rabu (29/10/2025).
Awalnya, Freddy menyatakan bahwa secara bisnis, proyek Whoosh rasional.
Pasalnya, selama dua tahun beroperasi, EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization), yang berarti Laba Sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi, dan Amortisasi dari Whoosh sudah positif.
"Kenapa rasional? Karena 2 tahun ini berjalan, EBITDA-nya sudah positif. Artinya, proyeksi bisnisnya ini ke depan sangat baik karena kemungkinan, karena EBITDA-nya positif bisa membiayai dirinya. Jadi harusnya proyeksinya dia bisa membayar utang itu ya," ujar Freddy Damanik.
Meski begitu, Projo tetap mendukung langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pada proyek Whoosh.
"Korupsinya tetap harus diselidiki, siapa pun yang terlibat. Saya rasa yang terakhir, saya sampaikan tetap ini menjadi karya monumental, karya prestasi luar biasa dari Pak Jokowi," tegasnya.
Singgung Manfaat Whoosh
Selain itu, Freddy mengungkapkan bahwa kereta cepat Whoosh telah bermanfaat bagi masyarakat dan bukan beban negara.
"Kami memang melihat proyek Whoosh ini bukan beban ya, bukan beban, tapi lompatan peradaban. Yang kami tahu bahwa memang proyek Whoosh ini dijalankan dengan skema business to business, B2B ya. Jadi negara tidak mengeluarkan uang rakyat di situ dari APBN."
"Dari sejak awal ada PMN (Penyertaan Modal Negara) melalui BUMN ya kalau bicara memang pengeluaran yang dilakukan negara. Tetapi perlu kita ketahui juga dari PMN yang dikeluarkan itu ya proyek dari proyek-proyek, negara juga sudah mendapatkan lebih dari itu," imbuhnya.
Pria kelahiran Pematang Siantar itu kembali menegaskan bahwa proyek Whoosh merupakan kerja sama B2B.
Baca juga: Projo Dukung KPK Usut Dugaan Korupsi Kereta Cepat Whoosh: Kalau Langgar Hukum, Sikat Habis
"Jadi pemerintah hanya berperan inisiasi awal. pengawasan, fasilitasi yang tadi kemudian dukungan infrastruktur, nonfinansial. Jadi tidak ada beban fiskal langsung pada kasus negara seperti yang banyak disalahpahami publik di situ," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menyebut hadirnya Whoosh juga sudah berdampak pada meluasnya perputaran sektor ekonomi. Mulai dari ekonomi di sekitar stasiun, pariwisata, properti, hingga UMKM.
"Jadi investasinya itu di situ. Bukan saya bilang tadi bukan seperti bisnis gorengan hari ini banyak enggak yang beli? Ah, enggak, berarti rugi, enggak gitu ngitungnya. Jadi, multiplier effect-nya di situ juga," ujarnya.
Sosok yang juga menjabat Komisaris Independen PT Sang Hyang Seri itu menilai Whoosh menjadi simbol lompatan peradaban dan visi jauh ke depan.
"Kita sebagai negara berkembang bisa loh melakukan inovasi yang lompatan yang luar biasa, modernitas yang begitu melompat."
"Sekali lagi kereta cepat Whoosh ini bukan beban, bukan beban, tetapi bukti bahwa mimpi besar kita bisa wujudkan tanpa membebani rakyat," tuturnya.
Kata KPK
Terpisah, KPK masih terus mendalami dugaan korupsi terkait penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek Whoosh.
Fokus utama lembaga antirasuah saat ini adalah menelisik dan menemukan adanya peristiwa pidana dalam proyek strategis nasional tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa status perkara ini masih di tahap penyelidikan.
Pada tahap ini, tim penyelidik berfokus untuk menelusuri konstruksi peristiwa secara utuh.
"Yang pasti tim masih terus melakukan giat-giat penyelidikan, masih terus menelusuri khususnya terkait dengan bagaimana peristiwa, adanya dugaan tindak pidana. Kita menelusuri ya, menemukan peristiwanya dulu," kata Budi dalam keterangannya, Kamis.
Budi membedakan tahap ini dengan penyidikan.
Menurutnya, penyelidikan adalah proses untuk menemukan dugaan peristiwa pidananya terlebih dahulu.
"Terkait dengan penyelidikan itu adalah tahapan untuk menemukan dugaan peristiwa pidananya," jelas Budi.
"Jadi ketika kemudian kita menemukan kecukupan alat bukti, maka kemudian untuk menetapkan tersangkanya di penyidikannya," lanjutnya.
Budi lantas memberikan keterangan secara diplomatis terkait apakah KPK sudah mengantongi alat bukti atau belum.
"Ya ini kan masih berproses ya, jadi kita sama-sama tunggu," ujarnya.
Meski mengonfirmasi proses yang berjalan, Budi menolak membeberkan lebih jauh substansi apa yang sedang ditelisik, termasuk apakah fokusnya pada tahap perencanaan atau eksekusi pembangunan proyek.
"Itu masuk ke materi penyelidikan, jadi kami memang belum bisa menyampaikan," ujar Budi.
Ia juga belum bisa memerinci pihak-pihak mana saja yang telah atau akan dipanggil untuk dimintai keterangan, termasuk dari pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
"Namun kami pastikan bahwa dalam tahapan penyelidikan ini tentu tim juga melakukan permintaan keterangan-keterangan kepada pihak yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini. Karena setiap informasi, data dan keterangan dari pihak-pihak tersebut akan membantu dalam proses penyelidikan," ucapnya.
Penyelidikan kasus Whoosh ini diketahui telah bergulir sejak awal tahun 2025.
Sorotan publik menguat setelah mantan Menkopolhukam Mahfud MD secara terbuka mengungkap adanya dugaan mark up dalam proyek tersebut.
Mahfud kala itu membandingkan biaya pembangunan per kilometer di Indonesia yang mencapai 52 juta dolar AS, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan di China yang hanya berkisar 17–18 juta dolar AS.
Di tengah proses hukum ini, KPK mengimbau masyarakat untuk tetap menggunakan layanan Whoosh karena penyelidikan tidak boleh mengganggu pelayanan publik.
"Jadi silakan masyarakat untuk tetap bisa menggunakan layanan kereta cepat sebagai salah satu mode transportasi," imbau Budi.
KPK juga membuka pintu bagi masyarakat yang memiliki data atau informasi terkait dugaan korupsi ini untuk mendukung proses investigasi yang sedang berjalan.
(Tribunnews.com/Deni/Gilang/Ilham)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.