Jumat, 7 November 2025

Proyek Kereta Cepat

Profesor NTU Singapura Sebut Eksekusi Proyek Whoosh Ceroboh: China Buru-buru, Tak Ada Studi Mendalam

Profesor dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura menanggapi soal proyek Whoosh yang saat ini menjadi sorotan.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
KERETA CEPAT - Kereta Cepat Whoosh setibanya di Stasiun Kereta Cepat Halim, Jakarta, Rabu (29/10/2025). Dalam tayangan ROSI di KompasTV, Kamis (30/10/2025), Profesor dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, menanggapi soal proyek Whoosh yang saat ini menjadi sorotan. 

Belt and Road Initiative (BRI) adalah strategi pembangunan infrastruktur global dan inisiatif ekonomi utama dari China yang bertujuan untuk menghubungkan Tiongkok dengan lebih dari 150 negara lainnya di Asia, Eropa, dan Afrika.

Inisiatif ini diumumkan oleh Presiden Tiongkok, Xi Jinping, pada 2013, sebagai kelanjutan dari  One Road One Belt (OBOR, Satu Sabuk Satu Jalan), yang melibatkan pembangunan infrastruktur darat (Sabuk) dan laut (Jalan). 

Jadi Sorotan Mahfud MD

Peralihan kerja sama proyek kereta cepat Whoosh dari Jepang ke China, juga menjadi sorotan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.

Menurut Mahfud, peralihan kerja sama dari Jepang ke China yang mana nilai proyek Whoosh menjadi lebih tinggi, memancing kecurigaan publik.

"Dulu kok tiba-tiba pindah ke China? Dulu tidak dipersoalkan, harganya begitu tinggi kok mau saja? Jangan-jangan ini ada main? Kan gitu," kata Mahfud MD, dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Kamis (31/10/2025).

Ia mengungkap ada sebuah studi dari Deustche Welle, Jerman terkait 142 perjanjian kontrak China dengan 24 negara berkembang.

Studi tersebut dipublikasikan pada 31 Maret 2021.

Dalam studi itu, kata Mahfud, terungkap isi perjanjian kontrak China yang paling utama adalah kerahasiaan isi kontrak.

Kemudian, negara yang meminjam utang kepada China harus memberikan agunan [aset berharga yang dijadikan jaminan oleh peminjam (debitur) kepada pemberi pinjaman (kreditur) untuk memastikan pembayaran pinjaman].

"Isinya, yang paling penting itu kerahasiaannya. Utang negara peminjam terhadap China itu adalah utang rakyat, sehingga rakyat tidak boleh minta pemberhentian bayar, karena misalnya pemerintahnya dianggap curang," jelas Mahfud.

"Lalu, ada satu lagi klausul; setiap negara peminjam menyerahkan agunan, jaminan, yang bersifat rahasia dan dokumen-dokumen jaminan itu hanya disimpan oleh China," lanjut dia.

Hal itulah yang kemudian menjadi pertanyaan Mahfud. Ia mempertanyakan apa yang diberikan pemerintah Indonesia kepada China, sebagai jaminan untuk proyek Whoosh.

Terlebih, menurut dia, dokumen perjanjian maupun penghitungan proyek kereta cepat ini sulit diakses, padahal bukan termasuk rahasia negara.

"Misalnya, seperti yang disebut Pak Agus Pambagio, Sri Lanka itu jaminannya kan pelabuhannya. Terus diambil China karena gagal bayar. Sekarang, pelabuhan internasionalnya menjadi pangkalan China," papar Mahfud.

"Nah, kita tidak tahu, apakah Indonesia memberi jaminan itu," imbuhnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Rizkianingtyas T)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved