Sabtu, 1 November 2025

Konferensi Asia Afrika dan Mimpi Besar tentang Kesetaraan dan Kemerdekaan Manusia

Sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, menilai Presiden Soekarno berperan penting dalam membangkitkan solidaritas negara-negara Asia dan Afrika.

Penulis: willy Widianto
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
UWRF 2025 - Diskusi di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2025 di Taman Baca Ubud yang dimoderatori sejarawan Bonnie Triyana, penulis buku "Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern", Jumat (31/10/2025). Hadir menjadi narasumber sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejarawan asal Belgia, David Van Reybrouck, menilai Presiden Soekarno berperan penting dalam membangkitkan solidaritas negara-negara Asia dan Afrika melalui Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung, Jawa Barat yang disebutnya sebagai tonggak lahirnya Global South atau Dunia Selatan.

Dalam forum diskusi di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2025 di Taman Baca Ubud yang dimoderatori sejarawan Bonnie Triyana, penulis buku "Revolusi: Indonesia dan Lahirnya Dunia Modern" itu mengatakan bahwa Konferensi Asia-Afrika bukan sekadar forum seremonial, melainkan titik awal terbentuknya gerakan solidaritas antarbangsa bekas jajahan yang menolak hegemoni Barat.

“Bandung adalah pertama kalinya dunia Selatan bersatu tanpa Barat. 65 persen populasi dunia diwakili di Bandung. Ini awal munculnya kekuatan baru global,” ujar David, Jumat (31/10/2025).

Ia menambahkan, semangat Bandung telah menginspirasi berbagai gerakan di dunia, mulai dari perjuangan kemerdekaan Afrika hingga gerakan hak sipil di Amerika Serikat.

Tokoh seperti Martin Luther King Jr., Malcolm X, dan Patrice Lumumba disebutnya terinspirasi oleh semangat anti-kolonial yang diusung Soekarno.

“Tanpa Bandung, mungkin tidak ada Krisis Suez, tidak ada Uni Eropa seperti sekarang. Bandung mengubah peta kekuatan global,” tutur David.

Dalam sesi tanya jawab, Bonnie Triyana, menyoroti relevansi semangat Bandung dengan kondisi politik masa kini.

Bonnie bertanya, apakah idealisme kesetaraan dan kemerdekaan yang diperjuangkan Soekarno masih mungkin dihidupkan di tengah praktik demokrasi yang cenderung elitis dan transaksional saat ini.

Merespons hal itu, David menegaskan bahwa Indonesia memiliki warisan filosofis yang bisa menjadi fondasi demokrasi masa depan nilai musyawarah dan gotong royong yang menjadi bagian dari Pancasila.

“Soekarno tidak hanya membebaskan bangsanya, tetapi juga memberi dunia cara baru untuk berpikir tentang kemerdekaan dan kesetaraan,” terangnya.

Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2025 digelar pada 29 Oktober hingga 2 November 2025, menghadirkan lebih dari 200 penulis, cendekiawan, dan penampil dari berbagai negara.

Baca juga: PDIP: Semangat 70 Tahun Konferensi Asia-Afrika Titik Tatanan Dunia Baru, Bukan Sekadar Nostalgia

Dilansir dari akun Instagram resminya, festival tahun ini mengusung tema Aham Brahmasmi — I Am the Universe. Para pegiat literasi dan bintang sastra menggali jalinan erat antara diri dan semesta melalui percakapan, diskusi panel, makan siang sastra, pertunjukan musik, pentas puisi, peluncuran dan bazar buku, hingga lokakarya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved