Kamis, 6 November 2025

OTT KPK di Riau

Abdul Wahid Sudah Niat Minta Jatah Duit sejak Awal Jabat Gubernur Riau, Ungkap 'Mataharinya Satu'

Abdul Wahid sudah memiliki niatan untuk meminta jatah uang sejak awal menjabat Gubernur Riau. Niatan itu disampaikan saat awal rapat dengan SKPD.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
JADI TERSANGKA - Gubernur Riau Abdul Wahid dan dua orang lainnya mengenakan rompi oranye KPK, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Gubernur Riau Abdul Wahid disebut sudah memiliki niatan untuk meminta jatah uang sejak awal menjabat Gubernur Riau. Niatan itu disampaikan saat awal rapat dengan SKPD. 
Ringkasan Berita:
  • Abdul Wahid ternyata sudah memiliki niatan untuk meminta jatah uang sejak awal menjabat sebagai Gubernur Riau.
  • Hal itu dibuktikannya ketika dirinya melakukan rapat pertama kali bersama jajaran SKPD.
  • Dalam rapat itu, Abdul Wahid turut mengucapkan 'mataharinya adalah satu' sebagai simbol bahwa seluruh perintahnya tidak boleh dibantah.

 

TRIBUNNEWS.COM - Gubernur Riau, Abdul Wahid, ternyata sudah sejak awal menjabat memang berniat untuk meminta jatah fee ke jajarannya.

Adapun permintaan itu disampaikan ketika rapat pertama kali bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Plt Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan Abdul Wahid meminta kepada seluruh jajarannya agar selalu menuruti perintahnya.

Bahkan, dirinya sampai memakai istilah 'mataharinya adalah satu' dalam rapat tersebut.

"Jadi, awal menjabat, dia sudah mengumpulkan seluruh SKPD termasuk dengan kepala-kepala dan staf-stafnya. Salah satu yang dikumpulkan adalah kepala-kepalanya di Dinas PUPR termasuk Kepala UPT Jalan dan Jembatan."

"Saat dikumpulkan itulah, yang bersangkutan itu menyampaikan bahwa mataharinya adalah satu, harus tegak lurus kepada mataharinya, artinya kepada Gubernur," katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

Baca juga: Gubernur Riau Abdul Wahid Pakai Rompi Oranye KPK, Sudah Resmi Jadi Tersangka?

Asep mengatakan, Abdul Wahid mengancam akan dievaluasi bagi siapapun jajarannya yang tidak menuruti perintahnya.

Namun, ancaman evaluasi itu diartikan oleh anak buah Abdul Wahid yaitu akan dimutasi atau dicopot dari jabatannya.

Setelah ultimatum tersebut, barulah Abdul Wahid memulai permintaan jatah uang di Dinas PUPR-PKPP.

Hanya saja, politikus PKB itu tidak langsung meminta uang ke anak buahnya tetapi melalui perantara yakni Kepala Dinas PUPR-PKPP, M Arief Setiawan.

"Kemudian di bulan-bulan berikutnya, adalah permintaan-permintaan (jatah) melalui kepala dinasnya. Kalau PUPR, ya melalui Kepala Dinas PUPR-nya," kata Asep.

Peroleh Jatah Uang Rp4,05 M, Disetor sebanyak 3 Kali

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, membeberkan konstruksi perkara terkait permintaan jatah uang oleh Abdul Wahid.

Tanak menuturkan, OTT berawal dari adanya aduan dari masyarakat.

Aduan itu terkait adanya pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru, Riau antara Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, Ferry Yunanda (FRY) dengan enam kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas PUPRPKPP pada Mei 2025.

Tanak mengatakan, pertemuan itu dalam rangka meminta kesanggupan pemberian sejumlah fee sebesar 2,5 persen untuk Abdul Wahid.

"Fee tersebut atas penambahan dari anggaran tahun 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI di Dinas PUPR-PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Jadi terjadi kenaikan Rp106 miliar," kata Tanak.

Selanjutnya, Ferry melaporkan pertemuan itu kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, M Arief Setiawan (MAS).

Namun, persentase fee berdasarkan pertemuan tersebut ditolak oleh Setiawan. Tanak menyebut Setiawan justru meminta agar fee dinaikan menjadi lima persen atau Rp7 miliar.

Dia mengungkapkan, kepala UPT yang menolak hal tersebut diancam akan dimutasi atau dicopot dari jabatannya.

"Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman," tutur Tanak.

Tanak menyebut, permintaan dari Setiawan itu lantas disepakati oleh Kepala UPT di Dinas PUPR-PKPP.

Adapun FRY lantas menghubungi Setiawan terkait kesepakatan fee lima persen untuk Abdul Wahid melalui kode 'tujuh batang'.

Tanak mengatakan, sejak adanya kesepakatan itu, Abdul Wahid sudah menerima tiga kali setoran.

Adapun setoran pertama yang diterima sejumlah Rp1,6 miliar.

"Juni 2025, pada setoran pertama, FRY sebagai pengumpul kepala UPT mengumpulkan Rp1,6 miliar atas perintah MAS sebagai representasi dari AW bahwa FRY mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar melalui peran DAN (Dani M Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau."

"Kemudian FRY juga memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada kerabat MAS," kata Tanak.

Selanjutnya, setoran kedua diterima Abdul Wahid pada bulan Agustus 2025 sebesar Rp1,2 miliar. Setoran ketiga diterima politikus PKB itu pada bulan November 2025 senilai Rp1,2 miliar.

"Sehingga penerimaan dari Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal Rp7 miliar," katanya.

Namun, saat transaksi terjadi pada Senin lalu, KPK telah mengendus kegiatan tersebut dan berujung dilakukannya OTT.

Saat OTT, KPK mengamankan Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, M Arief Setiawan (MAS); Sekretaris Daerah PUPR-PKPP Riau, FRY; lima Kepala UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I,III, IV, V, dan VI Dinas PUPR-PKPP Riau berinisial KA, EI, LH, BS, RA.

Baca juga: Fakta Baru OTT Abdul Wahid: Gubernur Riau Terima Jatah Preman, Orang Kepercayaannya Serahkan Diri

Selain itu, penyidik juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp800 juta.

Tanak mengungkapkan saat OTT dilakukan, Abdul Wahid tidak berada di lokasi dan diduga bersembunyi.

Abdul Wahid pun akhirnya berhasil ditangkap di salah satu kafe di Riau yang tengah bersama orang kepercayaannya yakni Tata Maulana (TM).

Setelah penangkapan, KPK lalu melakukan penggeledahan di rumah Abdul Wahid di Jakarta Selatan dan menyita barang bukti uang dalam pecahan asing senilai Rp800 juta.

"Dari hasil penggeledahan tersebut, tim mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan asing yakni 9.000 poundsterling dan USD 3.000 atau jika dikonversi ke Rupiah menjadi Rp800 juta. Sehingga total yang diamankan dalam kegiatan penangkapan ini yakni Rp1,6 miliar," kata Tanak.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka yakni Gubernur Riau, Abdul Wahid; Kepala Dinas PUPRPKPP Riau, M Arief Setiawan; dan Tenaga Ahli Gubernur, Dani M Nursalam.

Mereka dijerat dengan Pasal 12 e dan f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.

Ketiga tersangka pun kini ditahan selama 20 hari ke depan. Adapun Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK.

Sementara Setiawan dan Dani ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved