Jumat, 7 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Koalisi Sipil Nilai Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ungkap Tiga Alasan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto tidak layak. 

Tribunnews.com/ Mario Sumampow
PAHLAWAN NASIONAL - Diskusi bertajuk Soeharto Bukan Pahlawan: Mengingat Luka dan Bahaya Kembalinya Militerisme Orde Baru di Sadjoe Cafe, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Koalisi sipil sebut Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan nasional
  • Ungkap alasan utama Soeharto dinilai tak layak
  • Fadli Zon sebut Soeharto penuhi syarat

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto tidak layak. 

Peneliti Imparsial, Wira Dika Orizha Piliang, menegaskan tidak semua presiden pantas menyandang gelar pahlawan nasional.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk 'Soeharto Bukan Pahlawan: Mengingat Luka dan Bahaya Kembalinya Militerisme Orde Baru' di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2025). 

“Artinya argumen ini kami anggap sebagai statemen yang lemah dan tidak memiliki dasar apa pun dan tidak semua presiden layak diberikan gelar pahlawan,” ujar Wira.  

Pernyataan ini juga sebagai respons terhadap pernyataan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi yang menyebut pemberian gelar pahlawan kepada mantan presiden merupakan hal wajar. 

Baca juga: Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Koalisi Masyarakat Sipil: Amnesti Terhadap Kejahatan Masa Lalu

Wira bahkan mempertanyakan apakah nantinya Presiden ke-7 RI Joko Widodo juga layak menyandang gelar pahlawan nasional.

Menurutnya, ada alasan utama mengapa Soeharto tidak pantas diberikan gelar pahlawan nasional. 

“Pertama, upaya ini jelas merupakan upaya pengaturan kejahatan oleh negara dan merupakan upaya pemutihan sejarah kelam yang dilakukan oleh rezim otoritarianisme yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru,” kata Wira.

Baca juga: Penyintas Tragedi Tanjung Priok Tolak Soeharto Diberi Gelar Pahlawan, Ini Alasannya

Kedua, ia menyinggung pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi selama masa pemerintahan Soeharto, termasuk penculikan sejumlah aktivis pada 1998.

Ketiga, ia menyinggung soal kasus korupsi di era Orde Baru.

“Selain Soeharto merupakan simbol kebengisan dalam pemerintahan, kita juga melupakan bahwa Soeharto merupakan simbol dari korupsi sistemik yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru,” ujarnya.

Wira menambahkan, jaringan bisnis keluarga Cendana di era Soeharto telah melakukan monopoli yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Namun, Soeharto tidak pernah diadili atas hal tersebut.

Karena itu, ia menilai rencana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sebagai tindakan yang tidak masuk akal.

“Tidak ada alasan bahwa pemberian gelar pahlawan itu dapat diberikan kepada seseorang yang memperkaya diri dan kroninya serta mengorbankan kemanusiaan dalam wajah kekuasaan yang otoriter,” tegas Wira.

Soeharto Penuhi Syarat

Menteri Kebudayaan RI sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menegaskan Soeharto memenuhi syarat menerima gelar Pahlawan Nasional

Hal itu disampaikan Fadli usai melaporkan hasil seleksi calon penerima gelar pahlawan kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

Fadli menjelaskan, pengusulan gelar pahlawan nasional berasal dari masyarakat dan melewati proses penilaian berlapis mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) di Kementerian Sosial sebelum dibahas di Dewan GTK.

“Semua 49 nama ini memenuhi syarat. Perjuangannya jelas, latar belakangnya, riwayat hidupnya sudah diuji secara akademik, secara ilmiah, melalui beberapa tahap,” kata Fadli.

Menurut Fadli, nama Soeharto merupakan salah satu tokoh yang telah beberapa kali diusulkan dan dinilai memiliki rekam jasa perjuangan yang signifikan. 

Termasuk, kepemimpinannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

“Termasuk nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan. Beliau memimpin Serangan Umum 1 Maret yang menjadi tonggak Indonesia bisa diakui eksistensinya oleh dunia,” ujarnya.

Saat ditanya soal kritik publik terkait dugaan pelanggaran HAM dan tuduhan genosida yang kerap diarahkan kepada Soeharto, Fadli mengatakan tidak terdapat pembuktian historis maupun hukum atas tuduhan tersebut.

“Enggak pernah ada buktinya kan. Enggak pernah terbukti. Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu,” kata Fadli.

Lebih lanjut, Fadli menegaskan penilaian gelar pahlawan dilakukan berdasarkan fakta sejarah dan jasa, bukan opini politik.

“Kita bicara sejarah, fakta, dan data. Semua yang diusulkan ini datangnya dari masyarakat dan sudah ada kajian berlapis. Jadi soal memenuhi syarat, itu sudah memenuhi syarat,” ucapnya.

Dewan GTK menyampaikan terdapat 49 nama yang masuk dalam daftar kajian tahun ini.

Dari jumlah itu, ada 24 nama diprioritaskan untuk disampaikan ke Presiden Prabowo.

Jumlah akhir penerima gelar pahlawan nasional akan ditetapkan Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres) jelang peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2025.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved