Gelar Pahlawan Nasional
Soeharto Diusulkan Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dicermati Rekam Jejaknya
Puan Maharani respons usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto, yang menuai polemik.
Ringkasan Berita:
- Puan Maharani menghormati proses pengusulan seseorang termasuk Soeharto untuk diberi gelar pahlawan nasional.
- Namun Puan mengingatkan untuk mencermati rekam jejak seseorang sebelum ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
- Puan menilai seseorang sudah layak mendapat gelar pahlawan nasional jika sudah dikaji secara cermat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani, merespons usulan pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto, yang menuai polemik.
Puan menghormati proses pengusulan seseorang untuk diberi gelar pahlawan nasional.
Namun dia mengingatkan untuk mencermati rekam jejak seseorang sebelum ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
"Pemberian gelar pahlawan kita hormati prosesnya, namun karena ini penting harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Puan menilai, seseorang sudah layak mendapat gelar pahlawan nasional jika sudah dikaji secara cermat.
"Karena juga penting bagaimana kemudian apakah hal tersebut memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan dan lain sebagainya. Namun hal itu tentu saja harus dikaji dengan baik dan cermat," pungkas Ketua DPP PDIP itu.
Tuai Polemik
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut pemberian gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI Soeharto berarti sama saja mengampuni semua praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KNN) yang terjadi di era Orde Baru.
“Jadi rasanya berbagai pembelaan atau alasan kenapa kita harus ‘memberikan’ gelar pahlawan itu kan sama saja seperti mengampuni, memutihkan rekam jejak merah dari Pak Soeharto, rasanya sangat tidak pas,” ujar Almas dalam diskusi di Aula Resonansi, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).
Baca juga: Perludem Anggap Sosok Soeharto Tak Layak Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Almas menyoroti bahwa reformasi yang lahir dari kejatuhan Orde Baru ternyata belum cukup manjur untuk memberantas praktik KKN.
Menurutnya, permasalahan KKN yang pertama-tama harus diperbaiki saat ini.
Di era kiwari, tegas Almas, KKN masih menjadi satu permasalahan sehari-hari dan berada di segala lingkup.
Tidak hanya di pemerintah pusat, bahkan pemerintah daerah hingga pemerintah desa.
“Nah harusnya kita fokus di situ, bukan kemudian memutihkan dosa-dosa Orde Baru,” tuturnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.