Zero ODOL
MTI Mengatakan Penyelesaian Truk ODOL Harus Secara Nasional
MTI: Larangan truk ODOL di Jabar 2026 berisiko ganggu logistik nasional. Zero ODOL nasional 2027.
Ringkasan Berita:
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG — Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan pemberlakuan zero truk Zero Over Dimension Overload (ODOL) secara nasional diterapkan pada 2027.
Keterangan tersebut disampaikan MTI terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang truk ODOL beroperasi mulai 2 Januari 2026.
Menurut MTI, upaya mempercepat penerapan Zero ODOL di tingkat daerah justru berpotensi mengganggu rencana strategis nasional yang telah disusun bersama seluruh pemangku kepentingan.
“Kalau tiba-tiba diterapkan pada Januari 2026 itu tidak mungkin. Banyak hal yang harus disiapkan terlebih dahulu,” kata Wakil Ketua Umum MTI Djoko Setijowarno, di Bandung, Jumat (7/11).
Djoko menegaskan bahwa penyelesaian masalah truk ODOL tidak bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, karena menyangkut sistem logistik nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Transportasi logistik itu urusan nasional. Kalau setiap daerah bikin aturan sendiri, maka arus logistik antarwilayah akan terganggu. Kepala daerah tidak bisa bertindak di luar kebijakan Menteri Perhubungan,” tegas Djoko yang juga Dosen Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata.
Baca juga: Penggunaan Odol Untuk Obati Luka Bakar Ternyata Mitos, Ini Penjelasan Medisnya
Kebijakan Daerah Bisa Ganggu Arus Logistik Nasional
Menurut Djoko, apabila setiap kepala daerah menerapkan aturan berbeda terkait truk ODOL, maka distribusi barang akan tersendat. Padahal, rantai pasok nasional membutuhkan konektivitas yang lancar dari satu provinsi ke provinsi lainnya.
“Kalau semua jalan sendiri-sendiri, transportasi nasional bisa macet total,” ujar Djoko.
Djoko juga menyoroti banyak hal yang masih perlu dibereskan sebelum penerapan Zero ODOL dilakukan, seperti peningkatan kesejahteraan sopir, pengaturan upah standar, hingga penghapusan pungutan liar di jembatan timbang.
“Pemerintah harus menyelesaikan masalah pungli baik oleh oknum berseragam maupun tidak. Belum lagi soal upah sopir yang sampai sekarang belum ada standarnya,” kata Djoko.
Ia juga menekankan pentingnya revisi terhadap regulasi lalu lintas agar sopir tidak terus menjadi pihak yang dikambinghitamkan setiap terjadi kecelakaan. “Harus ada kejelasan tanggung jawab antara perusahaan dan sopir. Termasuk penetapan batas bawah dan atas tarif logistik supaya adil,” lanjut Djoko.
Baca juga: APTRINDO Keberatan KDM Larang Truk ODOL Mulai Januari 2026
Surat Edaran Gubernur Tak Memiliki Kekuatan Hukum Mengikat
Dari perspektif hukum ketatanegaraan, Djoko menilai kebijakan yang diatur melalui surat edaran (SE) gubernur tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjatuhkan sanksi.
Surat edaran, menurut Djoko, bukan peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan akibat hukum, melainkan hanya bersifat panduan internal administratif bagi instansi di bawah kewenangan kepala daerah.
“Surat edaran itu bukan dasar hukum untuk memberikan sanksi. Jadi, kalau Gubernur ingin membuat aturan yang mengikat masyarakat atau pelaku usaha, harus melalui peraturan daerah atau keputusan kepala daerah yang sesuai dengan hierarki hukum,” jelas Djoko.
Dengan demikian, rencana pelarangan truk ODOL di Jawa Barat melalui surat edaran mulai Januari 2026 dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat, dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian di sektor logistik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.