Ledakan di Jakarta Utara
Ledakan di SMAN 72 Jakarta Tindakan Ekstremisme Kekerasan, Tak Ada Toleransi terhadap Perundungan
Peristiwa di SMAN 72 Jakarta merupakan alarm peringatan bahwa kesiapsiagaan dan langkah prevensi mesti selalu dilakukan.
Ringkasan Berita:
- Setara Institute menilai peristiwa ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta merupakan tindakan ekstremisme kekerasan
- Peristiwa itu merupakan alarm peringatan bahwa kesiapsiagaan dan langkah prevensi harus selalu dilakukan
- Permasalahan ekstremisme berbasis kekerasan di usia dini masih lah besar dalam tata kebinekaan Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setara Institute menilai peristiwa ledakan di Masjid SMAN 72 Jakarta pada Jumat (7/11/2025) merupakan tindakan ekstremisme kekerasan.
SETARA Institute adalah lembaga riset dan advokasi independen di Indonesia yang berfokus pada hak asasi manusia (HAM), demokrasi, dan pluralisme--terutama dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB), toleransi sosial, serta kesetaraan warga negara di depan hukum.
Insiden ledakan terjadi di lingkungan sekolah SMA Negeri 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) sekitar pukul 12.05 WIB.
Baca juga: Pelajaran dari Ledakan di SMAN 72 Jakarta: Keluarga dan Sekolah Harus Lebih Peka
Diduga ledakan tersebut dipicu bahan peledak yang dibawa seorang siswa di sekolah tersebut.
Menurut Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, sebelum tragedi tersebut, dalam tiga tahun terakhir, tidak terjadi satu pun serangan teroris di Indonesia (zero terrorist attack).
Namun, peristiwa di SMAN 72 Jakarta merupakan alarm peringatan bahwa kesiapsiagaan dan langkah prevensi mesti selalu dilakukan guna menghindari terjadinya keberulangan dan mencegah ekstremisme berbasis kekerasan.
Terkait kejadian ini SETARA Institute menyampaikan beberapa pernyataan:
1. Tragedi di SMA 72 Jakarta ini mesti dicatat sebagai peringatan bahwa permasalahan ekstremisme berbasis kekerasan di usia dini masih lah besar dalam tata kebinekaan Indonesia.
Nama-nama teroris dunia yaitu “Brenton Tarrant” pelaku teror di Selandia Baru dan “Alexandre Bissonnette” pelaku teror di Kanada, serta narasi “Welcome to Hell” di senapan mainan yang diduga milik terduga pelaku merupakan penegas bahwa tragedi tersebut bukanlah peristiwa kriminal biasa, namun patut diduga mengarah pada terorisme.
2. Tragedi tersebut menegaskan bahwa seluruh pihak mesti bekerjasama dan terlibat dalam agenda mencegah dan menangani kompleksitas eksremisme kekerasan.
Derasnya arus informasi dan kemajuan teknologi melipatgandakan kompleksitas persoalan pencegahan dan penanganan keterpaparan, terutama di kalangan generasi muda.
Upaya-upaya peningkatan literasi kebangsaan, toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan harus dilakukan secara lebih massif untuk mencegah keterpaparan masyarakat dan generasi muda kita dengan ideologi dan narasi ekstremisme-kekerasan.
3. Di antara sejumlah agenda mendesak untuk mencegah dan menangani keterpaparan anak-anak usia dini dari ideologi dan narasi ekstremisme--kekerasan adalah dengan menguatkan kemampuan berfikir kritis serta meningkatkan penerimaan (acceptance) atas keberagaman di sekitar mereka.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.