UU Hak Cipta
Revisi UU Hak Cipta, Fraksi PDIP Soroti Distribusi Royalti dan Batas Ruang Sosial-Bisnis
Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI menyoroti distribusi royalti hingga batas ruang sosial dan bisnis, dalam revisi UU Hak Cipta.
Ringkasan Berita:
- Fraksi PDIP DPR RI menyoroti distribusi royalti hingga batas ruang sosial dan bisnis dalam revisi UU Hak Cipta
- VISI menyoroti empat pasal yang dinilai bermasalah dalam mekanisme pengelolaan royalti
- Persoalan utama yang perlu diperbaiki dalam revisi UU Hak Cipta adalah tidak berjalannya sistem distribusi royalti secara efektif
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPR RI menyoroti distribusi royalti hingga batas ruang sosial dan bisnis, dalam revisi UU Hak Cipta.
Hal itu diungkapkan anggota DPR RI Fraksi PDIP Lasarus, usai menerima perwakilan dari pengurus Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang dipimpin oleh musisi Armand Maulana dan Nazril Irham atau akrab dikenal Ariel NOAH, yang menyampaikan sejumlah masukan terkait rencana revisi UU Hak Cipta.
Baca juga: Tujuh Pencipta Lagu Gugat Aturan Royalti ke Mahkamah Agung, Nilai LMKN Langgar UU Hak Cipta
Undang-Undang Hak Cipta (UU Hak Cipta) adalah peraturan hukum di Indonesia yang mengatur hak-hak pencipta atas karya cipta mereka di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Secara resmi, dasar hukumnya saat ini adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2002.
Turut hadir pada audiensi tersebut Ketua Fraksi PDIP DPR RI Utut Adianto, anggota Komisi X DPR RI Once Mekel, serta anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina.
Dari pihak VISI, selain Armand Maulana dan Ariel NOAH, tampak juga Yuni Shara, Vina Panduwinata, Fadly PADI dan Judika.
Dalam pertemuan tersebut, VISI menyoroti empat pasal yang dinilai bermasalah dalam mekanisme pengelolaan royalti.
"Pertama, teman-teman dari asosiasi VISI menyampaikan beberapa persoalan yang terkait dengan rencana revisi Undang-undang tentang Hak Cipta. Ada empat pasal tadi disampaikan, teknis nanti mungkin akan diurai di teman-teman di Baleg," kata Lasarus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11/2025).
Lasarus menilai, persoalan utama yang perlu diperbaiki dalam revisi UU Hak Cipta adalah tidak berjalannya sistem distribusi royalti secara efektif, sehingga hak pencipta tidak sampai kepada yang berhak.
"Prinsipnya, yang sudah kami diskusikan tadi ada sistem yang tidak berjalan dengan baik, sehingga royalti itu tidak sampai kepada yang berhak. Titik utamanya di situ," ucapnya.
Selain itu, Lasarus juga menekankan pentingnya pemisahan yang jelas antara ruang sosial dan ruang bisnis dalam konteks penerapan royalti.
Ia menilai, hal ini perlu diatur agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di lapangan.
"Kita akan berdiskusi lebih lanjut untuk membedakan mana ruang sosial, mana ruang bisnis terkait dengan royalti ini. Ini akan juga dipisahkan secara baik nanti di rencana revisi ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Lasarus mengungkapkan bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah mengagendakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada besok hari untuk menindaklanjuti isu ini.
Fraksi PDIP, lanjut Lasarus, juga menegaskan komitmen untuk mengawal revisi UU Hak Cipta.
"Baleg sudah mengagendakan RDPU jam 1, akan mengundang teman-teman dari VISI, Pak Ariel dan kawan-kawan, kemudian dari asosiasi Aksi dan Asiri," pungkasnya.
Tentang Revisi UU Hak Cipta
Berikut neberapa poin kunci yang disebut akan dibahas dalam revisi UU Hak Cipta:
a) Pengaturan terkait Kecerdasan Buatan (AI)
UU saat ini belum secara jelas mengatur bagaimana hak cipta berlaku untuk karya yang melibatkan AI.
Contoh: menurut pernyataan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), jika suatu karya murni dihasilkan oleh AI tanpa kontribusi manusia, maka mungkin tidak diberikan hak cipta; tetapi jika ada peran manusia maka akan diberikan hak cipta.
b) Royalti dan Pengelolaan Hak Ekonomi
Sistem pengelolaan royalti khususnya dalam industri musik dianggap belum transparan, dan mekanisme pembagian hak ekonomi belum memadai.
Revisi bertujuan agar ada kepastian hukum untuk pencipta karya dan musisi serta pengguna (misalnya pemutaran lagu di ruang publik).
c) Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)
LMK sebagai lembaga yang mengelola hak kolektif (royalti, lisensi) akan menjadi salah satu fokus pembahasan. Profesionalisme, transparansi, akuntabilitas LMK menjadi sorotan.
d) Harmonisasi dengan Standar Internasional & Teknologi Digital
Revisi juga diarahkan untuk menyelaraskan UU dengan perjanjian internasional, praktik global di bidang hak cipta, dan tantangan penyebaran digital karya.
Termasuk pengaturan terhadap platform digital, perdagangan karya melalui internet, dan penggunaan karya sebagai data (misalnya data training AI) oleh pihak ketiga.
e) Penegakan Hukum dan Ketentuan Pidana
Ada kebutuhan untuk memperjelas sanksi atau pidana atas pelanggaran hak cipta, mekanisme penyelesaian sengketa, serta kewenangan pengawasan di era digital.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.