Sabtu, 15 November 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Penyampaian Aspirasi Mahasiswa Didorong Tetap Tertib dan Beretika Tanpa Aksi Anarkisme

Dema PTAI tegaskan mahasiswa agen perubahan: aspirasi damai lebih kuat, rusuh hanya merusak gerakan dan menimbulkan stigma negatif.

|
Penulis: Reynas Abdila
Freepik
Ilustrasi demonstrasi 
Ringkasan Berita:
  • Dema PTAI menolak aksi rusuh, serukan aspirasi damai dan bermartabat.
  • Mahasiswa disebut agen perubahan, harus kritis tanpa merusak fasilitas publik.
  • Gerakan mahasiswa diingatkan jadi harapan rakyat, bukan sumber ketakutan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dewan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (Dema PTAI) menolak tindakan destruktif dalam aksi unjuk rasa mahasiswa.

Ketua Umum Dema PTAI, Yayan Mujamil, menegaskan bahwa mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan) harus menyampaikan aspirasi secara damai, beretika, dan bermartabat, bukan melalui aksi anarkis yang merugikan masyarakat serta menimbulkan stigma negatif terhadap gerakan mahasiswa.

Hal itu disampaikannya dalam menyoroti aksi unjuk rasa mahasiswa dan beberapa kelompok pada 25–31 Agustus 2025 di Jakarta dan sejumlah daerah, yang sebagian berujung kericuhan dan tindakan anarkis.

Gelombang demonstrasi tersebut meninggalkan catatan kelam. Komnas HAM memastikan jumlah korban meninggal dunia mencapai 11 orang, sementara YLBHI mencatat 3.337 orang ditangkap di 17 provinsi selama aksi berlangsung. Kerusuhan juga menimbulkan kerusakan fasilitas publik, termasuk 22 halte TransJakarta dirusak, tujuh gerbang tol dibakar, serta gedung swasta di Kwitang hangus terbakar.

Menurut Yayan, aksi-aksi yang merusak fasilitas publik bukan hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menyimpang dari nilai luhur kerakyatan.

“Mahasiswa mempunyai tanggung jawab moral untuk memperjuangkan aspirasi rakyat secara damai, beradab, dan bermartabat,” ujar Yayan dalam keterangan tertulis 3 November 2025, dikutip Jumat (14/11/2025).

Ia menambahkan, tindakan anarkis hanya akan membebani gerakan mahasiswa dengan stigma negatif, sehingga isu pokok yang diperjuangkan rentan tenggelam karena perhatian publik lebih tersita pada kericuhan.

Dema PTAI tetap mendukung program pemerintah yang berpihak pada kesejahteraan publik, namun menegaskan fungsi kritis mahasiswa tidak boleh hilang.

“Kami mendukung kebijakan yang memberi manfaat bagi rakyat, namun kami tetap menjadi pengontrol sosial. Ketika ada kebijakan yang tidak adil, mahasiswa wajib menyuarakan koreksi,” jelasnya.

Baca juga: Pengamat Kritik Komposisi Komite Reformasi Polri, Anggap Mahfud & Jimly Cuma Formalitas Wakili Sipil

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya mendapat sorotan atas dugaan tindakan represif aparat. Hukumonline melaporkan sedikitnya 600 orang ditangkap dalam satu hari aksi, dan seorang pengemudi ojek daring tewas akibat bentrokan. Amnesty International Indonesia juga mengecam penangkapan sewenang-wenang terhadap sejumlah aktivis, menilai hal itu sebagai bentuk kriminalisasi gerakan sipil.

Sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus menilai aksi ricuh justru mengaburkan substansi tuntutan. Tempo mencatat demonstrasi yang awalnya menolak kenaikan tunjangan DPR berubah menjadi penjarahan dan bentrokan. Hal ini memunculkan keprihatinan dari kalangan kampus dan alumni hukum yang menuntut reformasi aparat serta konsolidasi gerakan mahasiswa agar lebih terarah.

Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Prof. Kacung Marijan, menilai respons pemerintah dalam meredam aksi masih bersifat jangka pendek. Ia menekankan bahwa demonstrasi besar ini mencerminkan krisis kepercayaan terhadap DPR dan pemerintah, sehingga diperlukan langkah politik yang lebih substantif untuk mengembalikan legitimasi.

Gerakan mahasiswa ke depan diharapkan dapat kembali menjadi simbol perubahan positif.

“Gerakan mahasiswa harus menjadi harapan, bukan ketakutan. Harus menjadi energi perubahan, bukan penyebab kerusakan,” pungkas Yayan.

Generasi muda, baik Gen X maupun Gen Z, yang tumbuh dalam era teknologi dan keterbukaan informasi, diminta tidak hanya kritis, tetapi juga bijak dalam mengekspresikan sikap. Menurutnya, perubahan besar tidak lahir dari kemarahan, melainkan dari kesadaran, pengetahuan, dan tindakan yang terarah.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved