PBHI: Putusan MK soal Polisi Aktif Isi Jabatan Sipil Masih Multitafsir
PBHI menilai putusan tersebut tidak serta-merta melarang seluruh anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.
Ringkasan Berita:
- Ketua PBHI Julius Ibrani meluruskan anggapan publik bahwa Putusan MK No. 114/PUU-XXII/2025 melarang seluruh polisi aktif menjabat di luar institusi Polri.
- MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” inkonstitusional.
- Putusan MK tidak berlaku surut.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) memberi penegasan terkait tafsir publik atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXII/2025.
PBHI adalah organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang bantuan hukum dan hak asasi manusia, berfokus pada advokasi kebijakan, pendampingan kasus, serta kampanye publik untuk memperjuangkan keadilan.
PBHI menilai putusan tersebut tidak serta-merta melarang seluruh anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.
Penjelasan ini disampaikan untuk menghindari salah pemahaman yang berkembang di masyarakat.
Ketua PBHI, Julius Ibrani, mengatakan pemberitaan yang menyebut seluruh anggota Polri yang bertugas di luar institusi harus ditarik pulang atau mengundurkan diri tidak sesuai dengan isi putusan MK.
“Tersiar luas pemberitaan bahwa anggota Polri tidak lagi dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian yang artinya semua anggota Polri yang tidak bertugas di Polri itu harus ditarik mundur atau harus mengundurkan diri sebagai anggota dari kepolisian,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Minggu (16/11/2025).
Dia menjelaskan, kesimpulan tersebut tidak tepat jika merujuk langsung pada dokumen putusan, permohonan, hingga risalah sidang.
“Kalau kita membaca putusan, kemudian permohonan dan risalah persidangan secara mendetail, ternyata maknanya tidak demikian,” ujarnya.
Julius memaparkan bahwa frasa yang diuji MK berada dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”. Frasa ini kemudian dinyatakan inkonstitusional.
Menurutnya, hakim menilai kata “atau” dalam frasa tersebut bersifat disjungtif sehingga menimbulkan multitafsir.
“Dengan kondisi demikian, maka dianggap dapat mengganggu netralitas dan independensi anggota Polri sehingga berpotensi terjadi konflik kepentingan antara tugas utama dan juga tugas di luar Polri dan juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan,” kata dia.
MK juga menilai frasa tersebut membuka ruang tafsir yang terlalu luas, termasuk kemungkinan penempatan tanpa batas meskipun melalui penugasan Kapolri.
“Poin kunci putusan itu adalah bahwa norma ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ itu dianggap justru mengaburkan atau tidak memperjelas norma pada Pasal 28 ayat 3 sehingga menimbulkan multitafsir,” ujar Julius.
Julius juga mengurai adanya concurring opinion dan dissenting opinion dari para hakim MK.
Hakim Arsul Sani, dalam pendapat setujuannya, menilai paradigma Polri sebagai alat negara tetap memungkinkan anggotanya menduduki jabatan struktural atau fungsional di luar kepolisian, sebagaimana juga diatur dalam UUD 1945 dan UU TNI. Namun, frasa yang diuji dianggap memperluas penafsiran secara tidak tepat.
Sementara itu, Hakim Daniel Yusmic dan Guntur Hamzah menyampaikan pendapat berbeda.
Mereka menilai norma pasal dan penjelasannya merupakan satu kesatuan dan perlu dibaca bersamaan.
“Mereka mengatakan bahwa dia menduduki jabatan di luar institusi kepolisian harus mengundurkan diri apabila dia tidak ada sangkut pautnya sama sekali atau tidak dengan penugasan Kapolri,” terang Julius.
Keduanya berpendapat bahwa selama jabatan tersebut terkait dengan tugas Polri dan merupakan penugasan Kapolri, maka anggota Polri tetap dapat mendudukinya.
Menjawab pertanyaan mengenai boleh tidaknya polisi aktif menjabat di luar institusi kepolisian, Julius menegaskan bahwa hal tersebut tetap dimungkinkan.
“Sepanjang masih sesuai UU ASN dan sesuai tugas pokok dan fungsi Polri,” kata dia.
Dia juga menyoroti posisi kepala lembaga seperti BNN dan BNPT yang saat ini dijabat polisi aktif.
Menurutnya, putusan MK tidak berlaku surut sehingga tidak mengubah penugasan yang sudah berlangsung.
“Kalau itu mekanisme administrasi, putusan MK enggak berlaku mundur. SK anggota Polri dimulai sebelum putusan MK, artinya nggak bisa diberlakukan, tunggu sampai selesai,” tutupnya.
Sebelumnya, MK menegaskan bahwa Kapolri tidak lagi bisa menugaskan polisi aktif untuk menduduki jabatan sipil di luar kepolisian, kecuali mereka sudah mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan ini diambil dalam sidang perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menguji Pasal 28 Ayat (3) dan penjelasannya dalam UU Polri.
Permohonan diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, yang menyoroti praktik penempatan polisi aktif di jabatan sipil seperti Ketua KPK, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, dan Kepala BNPT.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan permohonan dikabulkan seluruhnya. Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menilai frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) justru menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum.
Hal ini, menurut pemohon, bertentangan dengan prinsip netralitas aparatur negara, menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi, serta merugikan hak konstitusional warga sipil untuk mendapat perlakuan setara dalam pengisian jabatan publik.
Fakta di lapangan menunjukkan banyak polisi aktif masih menduduki posisi strategis di lembaga sipil.
Baca juga: KPK Pelajari Putusan MK Soal Larangan Polisi Aktif Jabat Posisi Sipil
Termasuk di antaranya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya mensyaratkan calon komisioner harus berstatus pensiunan sebelum mendaftar.
| Bhabinkamtibmas Polsek Plered Dukung Program Pekarangan Pangan Bergizi untuk Ketahanan Pangan |
|
|---|
| Dukung Ketahanan Pangan, Polri Serahkan Bantuan Alat Pertanian dan Bibit ke Petani Malang |
|
|---|
| KPK Pelajari Putusan MK Soal Larangan Polisi Aktif Jabat Posisi Sipil |
|
|---|
| Profil Irjen Pol Gatot Repli Handoko, Dosen STIK Sebut Polri Babu Masyarakat, Hartanya Rp100 Juta |
|
|---|
| Guru Besar FH Unpad: Putusan MK Wajib Ditaati, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.