Dugaan Korupsi Kuota Haji
Miris! KPK Bongkar Praktik Jual Beli Kuota Haji: Biro Travel Tak Berizin Diduga Ikut Transaksi
KPK endus ada biro travel yang nekat membeli jatah kuota haji dari PIHK lain karena tidak punya izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus
Ringkasan Berita:
- KPK temukan ada praktik jual beli kuota di antara Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel.
- KPK mengendus adanya biro travel yang nekat membeli jatah dari PIHK lain.
- Hal ini karena mereka diduga tidak mendapatkan kuota atau tidak punya izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus ini.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Fakta miris terungkap dari penyidikan kasus dugaan korupsi alokasi kuota haji Indonesia periode 2023–2024.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya praktik jual beli kuota di antara Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) atau biro travel, yang diduga kuat merugikan para calon jemaah.
Untuk mendalami temuan ini, Senin (17/11/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan maraton terhadap 12 saksi di Gedung Merah Putih, Jakarta.
10 di antaranya adalah pimpinan dan pemilik biro perjalanan haji dan umrah.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan, fokus pemeriksaan adalah untuk mendalami bagaimana proses jual beli kuota haji kepada para calon jemaah.
Baca juga: Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Periksa Biro Travel di Sulawesi Selatan dan Kaltim
Praktik culas ini, menurut Budi, modusnya beragam.
"Baik harganya, kemudian fasilitas yang dijanjikan seperti apa," kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (18/11/2025).
Yang lebih memprihatinkan, kuota tersebut bahkan diduga diperjualbelikan kembali kepada PIHK lainnya.
KPK mengendus adanya biro travel yang nekat membeli jatah dari PIHK lain karena mereka diduga tidak mendapatkan kuota atau tidak punya izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus ini.
"Sehingga PIHK-PIHK yang tidak atau belum mempunyai izin untuk menyelenggarakan ibadah haji dari kuota haji khusus ini, membeli dari PIHK yang sudah punya jatah atau izin," kata Budi.
Baca juga: Usut Korupsi Kuota Haji, KPK Panggil Travel Umrah dan Haji di Bawah Naungan Himpuh
Dampaknya, KPK kini mendalami kesesuaian antara biaya yang dibayarkan jemaah dengan layanan yang mereka terima.
Selain itu, Budi menjelaskan bahwa praktik jual beli ini merupakan dampak dari adanya diskresi kontroversial terkait pembagian 20.000 kuota tambahan.
Kebijakan tersebut membagi kuota 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian ini diduga kuat bertentangan dengan ketentuan perundangan, yang seharusnya mengamanatkan 92 persen untuk jemaah reguler dan hanya 8 persen untuk jemaah khusus.
Akibatnya, kuota reguler yang seharusnya menjadi hak jemaah antre puluhan tahun menyusut hanya menjadi 50 persen.
Sebaliknya, kuota haji khusus yang dikelola PIHK (biro travel) bertambah secara signifikan.
Dari yang seharusnya hanya 8 persen (sekitar 1.600), melonjak menjadi 10.000.
Lonjakan drastis inilah yang diduga menciptakan "pasar gelap" dan memicu praktik jual beli kuota antar-biro travel.
Baca juga: Bukan Cuma Rupiah! KPK Temukan Valas di Kasus Korupsi Kuota Haji
Untuk membongkar jejaring ini, KPK telah memeriksa lebih dari 350 biro travel di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.
Sepuluh pimpinan biro travel yang dipanggil hari ini antara lain:
1. Magnatis (Direktur Utama PT Magna Dwi Anita)
2. Aji Ardimas (Direktur PT Amanah Wisata Insani)
3. Suharli (Direktur Utama PT Al Amin Universal)
4. Fahruroji (Direktur Operasional PT Malika Wisata Utama)
5. Hernawati Amin Gartiwa (Direktur Utama PT Ghina Haura Khansa Mandiri)
6. Umi Munjayanah (Direktur Utama PT Rizma Sabilul Harom)
7. Muhammad Fauzan (Direktur PT Elteyba Medina Fauzana)
8. Ahmad Mutsanna Shahab (Direktur PT Busindo Ayana)
9. Bambang Sutrisno (Direktur Utama PT Airmark Indo Wisata)
10. Syihabul Muttaqin (Pemilik Travel Haji dan Umrah Maslahatul Ummah Internasional)
Budi menegaskan KPK tidak hanya berhenti di level PIHK.
"Kami tidak hanya melakukan pemeriksaan terhadap PIHK, terhadap asosiasi, tapi juga pihak-pihak di Kementerian Agama yang mengetahui proses-proses dari diskresi itu. Kita ingin mendalami motifnya apa," tegasnya.
Sebelumnya, mantan Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag, Subhan Cholid, telah diperiksa pada Rabu (12/11/2025).
Dalam kasus ini, KPK menaksir kerugian keuangan negara berpotensi mencapai lebih dari Rp 1 triliun dan telah mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bepergian ke luar negeri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.