Jumat, 21 November 2025

Konflik Palestina Vs Israel

DK PBB Loloskan Resolusi Pengiriman Pasukan Internasional ke Gaza, Kemhan Tunggu Keputusan Presiden

Kemhan tetap menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait rencana pengiriman pasukan pemelihara perdamaian ke Gaza Palestina.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
/Rizek Abdeljawad
PASUKAN PERDAMAIAN - Kementerian Pertahanan RI menegaskan tetap menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait rencana pengiriman pasukan pemelihara perdamaian ke Gaza Palestina. Foto yang diambil pada 13 November 2025 menunjukkan truk-truk pengangkut barang komersial memasuki perlintasan Zikim di Jalur Gaza utara. (Photo by Rizek Abdeljawad/Xinhua) 
Ringkasan Berita:
  • Dewan Keamanan PBB mengesahkan resolusi rancangan AS yang memandatkan pengerahan Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza.
  • Kementerian Pertahanan tetap menunggu keputusan Presiden Prabowo terkait rencana pengiriman pasukan ke Gaza.
  • Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa Indonesia bisa terlibat apabila terpenuhi salah satu dari dua landasan.


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pertahanan RI menegaskan tetap menunggu keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait rencana pengiriman pasukan pemelihara perdamaian ke Gaza Palestina.

Hal ini menyusul resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang memandatkan di antaranya pengerahan Pasukan Stabilisasi Internasional ke Gaza berdasarkan proposal Amerika Serikat.

Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Kolonel Arm Rico Ricardo Sirait menjelaskan pemerintah Indonesia pada prinsipnya siap berkontribusi sesuai kapasitas dan pengalaman panjang dalam misi perdamaian setelah DK PBB meloloskan resolusi yang membuka ruang bagi pembentukan pasukan stabilisasi internasional di Gaza.

"Namun seluruh keputusan tetap berada pada arahan Presiden," kata Rico saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (19/11/2025).

Baca juga: Apa Tugas Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza setelah Disahkan oleh PBB?

"Karena itu, langkah pemerintah saat ini berfokus pada penyiapan internal di Kemhan dan TNI, mulai dari pemetaan kebutuhan pasukan hingga kesiapan logistik dan kemampuan yang relevan dengan karakter operasi stabilisasi yang biasanya lebih kompleks," lanjut dia.

Beberapa waktu lalu, kata Rico, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin juga sudah menegaskan bahwa Indonesia bisa terlibat apabila terpenuhi salah satu dari dua landasan.

Landasan dimaksud yaitu adanya mandat langsung dari PBB atau persetujuan dari Amerika Serikat sebagai pihak yang mendorong pembentukan pasukan stabilisasi internasional di bawah rencana yang saat ini sedang dibahas.

 

 

Rico mengatakan hingga Rabu (19/11/2025) belum ada penetapan jadwal pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian dari Indonesia ke Gaza

Ia mengatakan hal itu sejalan dengan pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menegaskan walaupun PBB sudah mengadopsi resolusi yang membuka peluang pengerahan pasukan internasional, namun keputusan politik nasional tetap menjadi faktor penentu. 

"Karena itu, seluruh mekanisme dan perencanaan sementara masih berada pada tahap pembahasan internal Kemhan dan TNI, menunggu keputusan Presiden mengenai waktu, bentuk kontribusi, serta skema keterlibatan Indonesia," kata Rico saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Rabu (19/11/2025).

Tribunnews.com telah berupaya mengonfirmasi Markas Besar (Mabes) TNI perihal langkah yang akan diambil menyangkut resolusi DK PBB tersebut.

Hal itu karena Mabes TNI selaku pengguna kekuatan juga memiliki tanggung jawab di bidang operasi.

Namun demikian, hingga berita ini ditulis belum ada jawaban dari Mabes TNI.

Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza

Diberitakan sebelumnya, DK PBB mengesahkan resolusi rancangan Amerika Serikat yang memandatkan pengerahan Pasukan Stabilisasi Internasional di Gaza.

Keputusan itu dinilai sebagai langkah bersejarah yang membuka “jalur kredibel” menuju pembentukan negara Palestina di masa depan.

Dilansir dari Al Jazeera, resolusi itu disahkan usai anggota DK PBB menggelar sidang pemungutan suara pada Senin (17/11/2025) waktu New York.

Resolusi itu lolos dengan hasil 13 negara mendukung, tanpa penolakan.

Sementara itu, Rusia dan China memilih abstain.

Dengan disahkannya resolusi baru itu, DK PBB memberi mandat langsung kepada Board of Peace (BoP) untuk membentuk Pasukan Stabilisasi Internasional.

Dalam ketentuan resolusi, BoP diberi wewenang penuh untuk mengorganisasi, menyusun struktur komando, serta menentukan strategi operasional pasukan internasional itu.

BoP nantinya dapat mengerahkan ISF ke Gaza di bawah satu komando terpadu.

Sehingga seluruh operasi keamanan, pengawasan perbatasan, dan perlindungan fasilitas kemanusiaan berada dalam satu garis koordinasi yang jelas.

Keputusan itu juga menegaskan bahwa setiap negara yang berniat menyumbangkan personel baik militer, kepolisian, maupun teknis, wajib melakukan konsultasi resmi dengan Mesir dan Israel.

Dua negara itu dianggap pihak yang paling memahami situasi di lapangan karena berbatasan langsung dengan Gaza, serta memiliki peran strategis dalam stabilitas regional.

Konsultasi itu dimaksudkan agar penempatan personel internasional tidak menimbulkan gesekan baru dan tetap sejalan dengan kebutuhan keamanan di perbatasan.

Sejumlah negara juga masuk dalam daftar kandidat penyumbang personel untuk misi tersebut.

Mesir dan Yordania menjadi dua negara Arab yang paling siap berpartisipasi.

Hal itu mengingat keduanya memiliki pengalaman panjang dalam operasi penjaga perdamaian dan peran strategis dalam mediasi konflik Israel–Palestina.

Uni Emirat Arab, Qatar, dan Arab Saudi juga disebut sebagai negara-negara yang bersedia mengirim pasukan.

Hal itu sejalan dengan dorongan mereka terhadap stabilitas kawasan serta hubungan diplomatik yang aktif dengan Washington.

Selain itu, Indonesia, Turki, dan Pakistan juga disebut sebagai negara yang kemungkinan bergabung dalam misi internasional tersebut.

Namun Hamas secara tegas menolak resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengamanatkan pembentukan Pasukan Stabilisasi Internasional serta proses demiliterisasi Gaza.

Mereka menilai kewenangan pasukan stabilisasi yang diizinkan menggunakan “segala langkah yang diperlukan” berpotensi memicu benturan dan menjadikan misi internasional sebagai perpanjangan tangan kepentingan keamanan Israel.

Pemerintah Israel melalui Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan pihaknya tetap menolak penuh konsep negara Palestina dalam bentuk apa pun.

Dalam rapat kabinet terbaru, Netanyahu menyatakan sikap Israel “tidak berubah” dan tetap menentang pendirian negara Palestina di wilayah yang saat ini dipersoalkan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved