Jumat, 21 November 2025

Divonis 4,5 Tahun Penjara, Hakim Anggap Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Tak Terbukti Terima Uang

Hakim memvonis Ira Puspadewi 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi Rp1,2 triliun. Namun, dia dianggap tidak terbukti menerima uang.

Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
SIDANG KORUPSI ASDP - Sidang dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP pada 2019-2022 terdakwa Ira Puspadewi, Harry Muhammad Adhi Caksono dan Muhammad Yusuf Hadi, PN Tipikor Jakarta, Kamis (30/10/2025). Dalam perkara tersebut eks Dirut ASDP Ira Puspadewi dituntut 8,5 tahun penjara. Hakim memvonis Ira Puspadewi 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi Rp1,2 triliun. Namun, dia dianggap tidak terbukti menerima uang. 
Ringkasan Berita:
  • Eks Dirut ASDP, Ira Puspadewi, tidak terbukti menerima uang dari kasus yang menjeratnya. Hakim menganggap akuisisi dengan PT Jembatan Nusantara adalah kelalaian berat.
  • Ira divonis 4,5 tahun penjara di mana lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 8,5 tahun penjara.
  • Selain tak menerima uang, hal meringankan lainnya yakni Ira dianggap telah memberikan warisan yang baik di PT ASDP saat di bawah kepemimpinannya serta masih memiliki tanggungan keluarga. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Direktur Utamaa (Dirut) PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022 yang merugikan negara Rp1,2 triliun.

Adapun vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta Ira dijatuhi hukuman 8,5 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu dengan pidana penjara empat tahun dan enam bulan," kata majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2025).

Hakim pun turut menyampaikan hal meringankan yang membuat vonis Ira lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni dirinya tidak terbukti melakukan korupsi seperti yang didakwakan.

Salah satunya yakni Ira tidak terbukti menerima uang dari kasus ini.

"Keadaan meringankan, perbuatan terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi namun kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan etikat baik dalam prosedur dan tata kelola PT ASDP Indonesia Ferry," kata hakim anggota.

Baca juga: Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Divonis 4,5 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan JPU

Selain itu, hal meringankan lainnya yakni Ira telah memberikan legacy atau warisan yang baik di PT ASDP Ferry ketika dipimpin olehnya.

Namun, meski tidak terbukti menerima uang atau korupsi, Ira terbukti memperkaya pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie.

Dengan hal tersebut, Ira tidak dikenai pidana berupa uang pengganti.

Selain Ira, dua terdakwa lain yakni Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry Indonesia, Muhammad Yusuf Hadi dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono turut dijatuhi vonis.

Mereka divonis dengan hukuman yang sama yakni penjara selama empat tahun dan denda Rp250 juta subsidair 3 bulan penjara.

Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

Dakwaan Ira Puspadewi dkk

Sebelumnya, Ira, Hadi, dan Adhi, didakwa telah telah melakukan korupsi hingga merugikan negara Rp1,25 triliun.

Adapun korupsi yang dilakukan terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) pada 2019-2022.

Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan Ira telah melakukan korupsi bersama engan Adjie selaku pemilik manfaat (beneficial owner) PT Jembatan Nusantara.

Jaksa menjelaskan kasus bermula dari tahun 2019 lalu lewat skema KSU. 

Perbuatan korupsi dilakukan hingga tahun 2022, ketika skema berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT Jembatan Nusantara.

Jaksa menguraikan, perbuatan Ira, Yusuf, Adhi Caksono, bersama Adjie dengan melakukan keputusan direksi nomor 35/HK:01/ASDP-2018 tanggal 19 Februari 2018, menjadi keputusan direksi nomor KD.86/HK.02/ASDP-2019 tanggal 6 Maret 2019. 

Tindakan itu bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT Jembatan Nusantara.

Jaksa menyebut, para terdakwa menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara PT ASDP Indonesia Ferry dengan PT JN sebelum adanya persetujuan dewan komisaris.

"Juga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan KSU dengan PT JN yang disusun VP, manajemen risiko, dan quality assurance," beber dakwaan jaksa dalam bab perbuatan melawan hukum.

Selanjutnya para terdakwa menyampaikan substansi izin pelaksanaan KSU dengan PT Jembatan Nusantara kepada dewan komisaris PT ASDP Indonesia Ferry. 

Namun, ternyata berbeda dengan substansi izin yang disampaikan kepada Menteri BUMN saat itu.

Ketiga terdakwa juga tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT Jembatan Nusantara dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. 

Para terdakwa juga melakukan pengondisian penilaian sebanyak 53 unit kapal PT Jembatan Nusantara oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU).

Baca juga: ASDP Kembali Operasionalkan KMP Jatra II Rute Gunungsitoli-Sibolga

Menurut jaksa, ketiga terdakwa telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik engineering (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT Jembatan Nusantara yang kondisinya tidak layak.

"Bahwa berdasarkan laporan uji tuntas engineering [due diligence] PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi. Yaitu KMP Marisan Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku. Dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi, dalam kondisi karam," kata dakwaan jaksa.

Kemudian, melakukan penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT Jembatan Nusantara

Dengan tujuan untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP Indonesia Ferry sebagai pemilik baru PT Jembatan Nusantara.

Selain itu, melakukan pengondisian valuasi perusahaan PT Jembatan Nusantara oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan reviu ulang.

Serta memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.

Padahal tindakan itu bertentangan dengan sejumlah peraturan, mulai Pasal 97 Ayat 2 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas juncto Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Surat Keputusan Bersama Dewan Komisaris dan Direksi PT ASDP Nomor SK.801/HK.002/ASDP-2020 tentang Pedoman Tata Kerja Dewan Komisaris dan Direksi (Board Manual) PT ASDP terkait etika jabatan direksi.

Serta Pasal 11 Ayat 8 dan 10 Perubahan Anggaran Dasar PT ASDP Tahun 2009 dan sejumlah peraturan lainnya.

"Perbuatan terdakwa Ira Puspa Dewi, M. Yusuf Hadi, Harry M. Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik manfaat PT JN sebesar Rp1,25 triliun," ungkap dakwaan jaksa.

Jaksa menyebut, nilai ini menjadi kerugian keuangan negara yang terdiri dari tiga komponen. 

Rinciannya, dari nilai pembayaran atas akuisisi saham PT Jembatan Nusantara sebesar Rp 892 miliar; pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN Rp 380 miliar; dan dari nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1,272 triliun.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved