Sabtu, 22 November 2025

UU MD3

UU MD3 Digugat agar Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR, Bahlil: Biarkan Saja Diproses MK

Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menanggapi gugatan judicial review (JR) UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
UU MD3 - Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini menanggapi gugatan judicial review (JR) UU MD3 yang didaftarkan sejumlah mahasiswa di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu tujuannya memungkinkan rakyat memberhentikan anggota DPR yang dianggap tidak menjalankan tugas. 

 

Ringkasan Berita:
  • Bahlil Lahadalia menanggapi gugatan JR UU MD3 di MK.
  • Lima mahasiswa menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.
  • Para pemohon meminta MK membuka ruang pemberhentian oleh konstituen.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menanggapi gugatan judicial review (JR) UU MD3 yang didaftarkan sejumlah mahasiswa di Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu tujuannya memungkinkan rakyat memberhentikan anggota DPR yang dianggap tidak menjalankan tugas.

Bahlil menilai gugatan tersebut merupakan bagian dari dinamika demokrasi.

“Negara kita kan negara demokrasi, setiap warga negara harus menjamin menyampaikan aspirasinya. Tapi sudah barang tentu harus sesuai mekanisme dan tata kerja yang baik,” ujar Bahlil di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11/2025).

Mengenai substansi gugatan, Bahlil menegaskan pemerintah menghormati proses hukum yang berjalan di MK.

“Yang mengajukan kan masyarakat, judicial review di MK. Biarkan saja diproses di MK,” katanya.

Saat disinggung soal apakah gugatan tersebut dinilai beralasan atau tidak, Bahlil kembali menegaskan bahwa semuanya telah memiliki jalur konstitusional.

“Aturannya kan ada, kita tunggu aja,” pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025, lima mahasiswa, yakni Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna, menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3

Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR yang sepenuhnya melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dan partai politik. Para pemohon menilai tidak adanya mekanisme pemberhentian oleh konstituen membuat kontrol publik terhadap wakilnya menjadi buntu. 

“Permohonan a quo… tidaklah berangkat dari kebencian terhadap DPR dan partai politik, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk berbenah,” ujar Ikhsan dalam sidang pendahuluan.

Menurut para pemohon, selama ini partai politik justru kerap memberhentikan kader tanpa alasan jelas, namun mengabaikan desakan publik ketika seorang anggota DPR seharusnya diberhentikan. 

Mereka mencontohkan kasus nonaktifnya Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dipicu tekanan publik tetapi tidak diproses sesuai mekanisme pemberhentian dalam UU MD3.

Menurut mereka, kondisi itu membuat suara rakyat hanya sebatas formalitas dalam pemilu.

Dalam petitumnya, para mahasiswa memohon agar MK menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemberhentian anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik dan/atau konstituen.

Baca juga: Komisi II DPR Sikapi Putusan MK soal Keterwakilan Perempuan di AKD, Singgung Revisi UU MD3

Hakim Suhartoyo menutup sidang dengan menyampaikan bahwa permohonan akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk menentukan apakah perkara ini dapat diputus tanpa pemeriksaan lebih lanjut atau memerlukan sidang pembuktian.

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved