Penemuan Rafflesia hasseltii, Anies Baswedan Sentil Universitas Oxford: Ilmuwan Lokal Bukan NPC!
Eks Mendikbud RI Anies Baswedan menyentil Universitas Oxford karena tak cantumkan nama peneliti lokal dalam penemuan mekarnya Rafflesia hasseltii.
Ringkasan Berita:
- Penemuan mekarnya bunga langka Rafflesia hasseltii di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat pada Selasa (18/11/2025) lalu menuai sorotan.
- Namun, University of Oxford mendapat kritikan, lantaran hanya mencantumkan nama peneliti dari pihaknya sendiri, ahli botani dari Oxford Botanic Garden, Chris Thorogood.
- Hal ini pun turut disentil oleh Anies Baswedan yang menyebut para peneliti lokal di Indonesia bukanlah NPC, karena turut memberikan kontribusi besar dalam penemuan bunga ini.
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (periode 2014-2016), Anies Baswedan, menyentil University of Oxford alias Universitas Oxford terkait penemuan mekarnya bunga langka, Rafflesia hasseltii, di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
Bunga yang dilindungi itu terlihat mekar pada malam hari, di kawasan Hiring Batang Sumi, Kecamatan Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, Selasa (18/11/2025).
Akan tetapi, penemuan spesies bunga yang juga disebut Kerubut dan hidup sebagai parasit ini menuai sorotan.
Sebab, University of Oxford hanya mencantumkan nama peneliti dari pihaknya sendiri, ahli botani sekaligus associate professor dari Oxford Botanic Garden, Chris Thorogood, dalam cuitan di akun X @UniofOxford, Rabu (19/11/2025) lalu.
Universitas yang terletak di Wellington Square, Oxford, Inggris dan didirikan pada 1096 itu dinilai mengabaikan kontribusi peneliti lokal asal Indonesia yang turut menjadi bagian dari tim penelitian dan pencarian bunga tersebut.
Dalam caption singkat pada unggahan video mekarnya bunga yang juga disebut Cendawan Matahari ini, University of Oxford menyebut bahwa Chris Thorogood menjadi bagian dari tim yang menjelajah hutan hujan Sumatera untuk menemukan Rafflesia hasseltii.
Rafflesia hasseltii: A plant seen more by tigers than people
Yesterday, Oxford Botanic Garden's @thorogoodchris1 was part of a team that trekked day and night through tiger-patrolled Sumatran (an island in Indonesia) rainforests to find Rafflesia hasseltii.
Terjemahan:
Rafflesia hasseltii: Satu tanaman yang hanya sering dilihat oleh harimau daripada manusia.
Kemarin, @thorogoodchris1 dari Oxford Botanic Garden menjadi bagian dari sebuah tim yang menjelajah siang dan malam di hutan hujan Sumatera yang diawasi oleh harimau untuk menemukan Rafflesia hasseltii.
Dalam unggahan di akun X resmi @aniesbaswedan, Minggu (23/11/2025), mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut menyentil Universitas Oxford untuk tidak lupa menyebut para peneliti dari Indonesia.
Yakni, Joko Witono, Septi Andriki, dan Iswandi.
Anies pun mengingatkan bahwa para peneliti dan pemandu lokal ini bukanlah NPC, yang dalam dunia permainan atau game artinya Non-Playable Character atau tokoh bukan pemain.
Dalam konteks sosial yang lebih luas, istilah NPC dapat dipahami sebagai 'bukan tokoh penting atau tokoh utama' dan hanya dianggap sebagai pelengkap.
Berikut cuitan Anies Baswedan:
Dear @UniofOxford , our Indonesian researchers — Joko Witono, Septi Andriki, and Iswandi — are not NPCs. Name them too.
Terjemahan:
Dear @UniofOxford, para peneliti Indonesia kami — Joko Witono, Septi Andriki, dan Iswandi — bukanlah NPC. Cantumkanlah nama mereka juga.
Dikutip dari berbagai sumber, Joko Ridho Witono atau Joko Witono merupakan Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sementara Septi Andriki (atau Septian Andriki, sebagaimana tercantum dalam akun media sosial Instagramnya) adalah aktivis lingkungan asal Bengkulu.
Lalu, Iswandi berasal dari Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
Adapun Anies Baswedan sendiri menjadi orang Indonesia pertama yang ditunjuk sebagai anggota Dewan Pendiri Institute for ASEAN Studies, bagian dari Oxford School of Global and Area Studies pada Januari 2023 silam.
Dikritik
Unggahan University of Oxford ini pun menuai sorotan dari warganet.
Baca juga: Fakta Rafflesia hasseltii yang Ditemukan Ahli Botani Oxford University setelah 13 Tahun Pencarian
Salah satunya komentar yang berbunyi:
Hello, can you provide the name of an Indonesian researcher from Indonesia? How come big institutions like Oxford can’t appreciate local researchers and didn’t mention them? It's not only researchers from Oxford but also Joko Wistono and Iswandi from Indonesia.
Yang artinya: Halo, bisakah Anda mencantumkan nama peneliti Indonesia dari Indonesia? Mengapa institusi besar seperti Oxford tidak bisa menghargai peneliti lokal dan tidak menyebutkan nama mereka? Bukan hanya peneliti dari Oxford, tetapi juga Joko Witono dan Iswandi dari Indonesia.
Bahkan, unggahan itu sampai mendapat Community Notes, sebuah tambahan informasi berupa konteks, catatan, atau klarifikasi dari pengguna X terhadap postingan terkait demi menghindari misinformasi.
Terpantau pada Senin (24/11/2025) siang, Community Notes tersebut menyampaikan, unggahan University of Oxford dinilai kurang mengakui kontribusi dan kredit kolaborator tim dari Indonesia.
Ekspedisi yang menemukan mekarnya Rafflesia hasseltii di tengah hutan hujan Sumatera merupakan upaya kolaborasi yang melibatkan peneliti Indonesia dan pemandu lokal, termasuk Joko Witono, Septian Andriki, dan Iswandi.
Bunyi Community Notes:
This post lacks recognition for Indonesian collaborators. The expedition that discovered the blooming Rafflesia hasseltii in Sumatra's rainforests was a collaborative effort involving Indonesian researchers and local guides, including Joko Witono, Septi Andriki, and Iswandi.
Fakta Rafflesia hasseltii
Penemuan mekarnya kembang raksasa ini bukanlah sesuatu yang biasa, terutama di dunia ilmu pengetahuan botani.
Mengutip situs Malaysia Biodiversity Information System (MyBIS), dalam bahasa Melayu, Rafflesia hasseltii memiliki beberapa nama, seperti Bunga Pakma, Pakma, Patma, Padma, hingga Patma Sari.
Sementara, dalam bahasa Indonesia, namanya adalah Cendawan Matahari.
Selain itu, ada nama lainnya, yakni Cendawan Muca Rimau yang berarti "Jamur Berwajah Harimau", menurut informasi di laman inaturalist.org.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kembang Rafflesia hasseltii juga disebut Kerubut. Sementara, dalam Kamus Dewan Edisi IV, namanya disebut Ambai-ambai, sebagaimana dikutip dari prpm.dbp.gov.my.
Untuk urutan taksonominya, kembang ini termasuk Kingdom/Kerajaan Plantae, Divisi Tracheophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Malpighiales, Famili Rafflesiaceae, Genus Rafflesia, dan Spesies Rafflesia hasseltii.
Nama ilmiahnya pertama kali diperkenalkan oleh botanis Willem Frederik Reinier Suringar pada tahun 1879.
Sehingga, kadang penulisan ilmiah nama kembang ini ditambahi Suringar di belakangnya, yakni R. hasseltii Suringar.
Rafflesia hasseltii merupakan satu dari beberapa spesies dari Genus Rafflesia yang lain, seperti Rafflesia arnoldii, Rafflesia kerrii, Rafflesia lobata, Rafflesia bengkuluensis, Rafflesia azlanii, dan lainnya.
Namun, ukurannya termasuk kecil.
Meski begitu, tampilan visual Rafflesia hasseltii terlihat aestetik.
Rafflesia sendiri merupakan tumbuhan yang dikenal mempunyai bunga tunggal terbesar di dunia, dengan tenda bunga atau Perigon yang menjadi ciri khas bentuknya.
Rafflesia hasseltii memiliki Perigon yang berwarna merah darah dengan bercak putih yang relatif besar, berbentuk bulat dan terlihat lebih mendominasi.
Adapun dalam setiap helai Perigon-nya, biasanya bercak putih tersebut berjumlah empat hingga enam buah, sebagaimana dikutip dari buku "Rafflesia: Pesona Bunga Terbesar di Dunia", karya Agus Susatya (2011).
Ketika bunga ini mekar, diameter bunga berukuran rata-rata 35-50 centimeter, tetapi ada pula yang mencapai 70 centimeter.
Jenis Rafflesia hasseltii mempunyai sebaran yang luas dan dijumpai di Taman Nasional Kerinci-Seblat (Jambi), Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (Riau), serta kawasan Bangko dan Sarolangun.
Di luar Sumatera, jenis ini dijumpai di Tanjung Datu, sisi bagian Sarawak. Oleh karena itu, kemungkinan besar dapat dijumpai di sisi bagian Kalimantan Barat.
Di Semenanjung Malaysia, pernah dijumpai jenis ini, akan tetapi setelah dilakukan penelitian lebih lanjut, Rafflesia hasseltii dari Semenanjung Malaysia ternyata jenis baru, yaitu Rafflesia azlanii.
Rafflesia hasseltii merupakan salah satu jenis Rafflesia yang langka.
Pernah dideskripsikan pada 1879 (dicatat oleh Willem Frederik Reinier Suringar) dan kemudian tidak ada laporan tentang jenis ini lagi sampai tahun 1995, saat dua mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan sebuah populasi jenis ini di sebuah areal HPH di Jambi.
Bunga ini juga menjadi salah satu tanaman dari Genus Rafflesia yang dilindungi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (PermenLHK) Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Dikutip dari laman geoparksilokek.sijunjung.go.id, status konservasi tanaman ini berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) 2011 adalah critically endangered (kritis/sangat terancam punah).
Pada Januari 2023 lalu, Rafflesia hasseltii ditemukan di kawasan Nagari Aie Angek, Geopark Silokek, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/anies-baswedan-sejarah-ulang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.