Minggu, 28 September 2025

GIAMM Minta TKDN Mobil Listrik Diperketat Agar Lokalisasi Tak Hanya Sekadar Assembling

Aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri kendaraan listrik perlu diperketat agar benar-benar mendorong tumbuhnya industri komponen lokal.

Penulis: Lita Febriani
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/Lita Febriani
KOMPONEN KENDARAAN - Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki di acara diskusi di Jakarta, Kamis (25/9/2025). Perhitungan TKDN untuk kendaraan listrik saat ini diberi nilai 30 persen hanya dari aktivitas perakitan (assembling) saja.  

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki, menilai aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) khusus untuk kendaraan listrik perlu diperketat agar benar-benar mendorong tumbuhnya industri komponen lokal.

Menurutnya, perhitungan TKDN untuk kendaraan listrik saat ini memberi nilai 30 persen hanya dari aktivitas perakitan (assembling). Padahal, hal itu belum mencerminkan lokalisasi yang nyata.

"Kalau perhitungan TKDN 40 persen, assembling saja sudah 30 persen. Jadi TKDN yang khusus untuk EV itu nge-assembling saja sudah 30 persen," terang Basuki kepada Wartawan di Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Ia juga menyoroti perpanjangan tenggat aturan TKDN dari 2024 menjadi 2026, yang menurutnya berpotensi menimbulkan ketidakpastian.

"Harusnya 2024, karena BYD masuk jadi diperpanjang 2026. Tapi yang untuk produksi EV enggak hanya BYD, waktu itu Hyundai sudah produksi. Makanya ngebut buat pabrik. Ya konsistensi itu yang mestinya enggak pilih-pilih. Kalau 2024 berlaku ya 2024," ucapnya.

GIAMM sendiri mendorong agar insentif diberikan secara bertingkat berdasarkan capaian TKDN yang nyata, bukan hanya sekadar assembling.

Perhitungan TKDN untuk kendaraan listrik saat ini diberi nilai 30 persen hanya dari aktivitas perakitan (assembling) saja. 

 

"Kalau maunya GIAMM, semakin TKDN tinggi itu semakin dikasih insentif. Tapi TKDN-nya yang benar. Jangan TKDN-nya assembling dinilai 30 persen. Itu juga kurang untuk lokalisasinya," kata Basuki.

Ia mencontohkan, TKDN seharusnya dihitung dari berapa banyak komponen yang benar-benar diproduksi di dalam negeri.

Misalnya melibatkan pabrik pelek, ban, bodi, hingga sistem kemudi yang diproduksi di Indonesia, bukan hanya dari aktivitas perakitan.

 

"Kalau misalkan Avanza TKDN 80 persen, artinya 80 persen komponennya itu harus disupply dari lokal. Jadi pabriknya banyak. Kalau misalkan hanya assembling 30 persen, saya impor saja. Untuk nyari yang 10 persen lagi pakai training-training. Itu kan sudah enggak ada lokalnya. Sudah gitu tapi ngomongnya TKDN," ungkap Basuki.

Basuki berharap bahwa aturan TKDN untuk kendaraan listrik seharusnya tidak dibuat terlalu mudah, agar mendorong industri dalam negeri 

"Mestinya yang normal saja yang namanya TKDN itu. Harusnya aturannya jangan terlalu gampang untuk BEV ini," ujarnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan